Kamis, 06 Agustus 2015

bahaya ambisi dunia

Dunia memang menggiurkan, maka tak mengherankan bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi mengumpulkan dan menumpuk-numpuk harta. Berbagai macam cara mereka lakukan, dari yang haram sampai cara-cara yang penuh kesyirikan. Lihatlah saat mereka mendatangi dukun-dukun, paranormal dan sejenisnya, karena mengharapkan jampi-jampi, jimat-jimat dari sang dukun agar usahanya dapat sukses. Bagi pedagang, mereka datang ke dukun agar dagangannya laris dan lancar; bagi pengusaha agar bisnisnya lancar dan banyak; bagi pejabat agar jabatannya tetap dan naik terus; bagi para artis minta dipasangkan susuk agar tetap cantik dan menarik. Begitulah seterusnya yang semuanya berujung pada penumpukan materi dan penyembahan harta. Jika sudah seperti ini, harta tak lagi menjadi rahmat, namun menjadi celah turunnya siksa. Kondisi serba berkecukupan, dan kaya tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas dan sombong, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an tentang seorang yang bernama Qorun, seorang kaya raya dari Bani Israil (anak paman Nabi Musa -alaihis salam-) yang telah melampaui batas lagi sombong. Allah berfirman, إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآَتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ (76) وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (77) قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَن اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ (78) فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (79) وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ (80) “Sesungguhnya Qorun adalah termasuk kaum Musa. Maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya Berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qorun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qorun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qorun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar”. (QS. Al-Qoshash :73-80) Al-Imam Al-Qurtubiy -rahimahullah- berkata, “Allah menerangkan (dalam ayat-ayat tersebut) bahwa Qorun telah diberi perbendaharaan harta yang amat banyak hingga ia lupa diri. Semua yang dimilikinya itu tidak mampu menyelamatkannya dari azab Allah -Ta’ala- sebagaimana pula yang telah dialami oleh Fir’aun”. [Lihat Al-Jami li Ahkam Al-Qur’an (13/321), cet. Darul Hadits] Para pembaca yang budiman, manusia sendiri merupakan makhluk Allah - سبحانه وتعالى - yang berjati diri amat zhalim dan amat bodoh. Allah -Subhanahu wa Ta’la- berfirman, إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا [الأحزاب/72] “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS.Al-Ahzab :72) Bukti kejahilan dan kebodohan itu, tatkala harta datang kepadanya, ketertarikan hati pun sangat kuat terhadap harta. Sedang harta sering membuat manusia rakus sehingga ia menempuh segala macam cara dalam meraihnya, tanpa peduli halal-haramnya. Semua itu mereka lakukan karena kerakusan dan kecintaan yang mendalam terhadap harta duniawi. Allah -Ta’ala- berfirman, وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا [الفجر/20] “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (QS.Al-Fajr : 20) Perumpamaan bagi orang-orang yang dilanda penyakit cinta dunia, laksana orang yang diberi air di tengah gurun pasir yang tandus. Jika ia diberi setenguk, maka ia ingin selanjutnya sampai perutnya kembung. Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda, لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ “Andai anak cucu Adam memiliki sebuah lembah emas, maka ia menginginkan agar ia memiliki dua lembah emas. Tak ada yang bisa memenuhi (menutupi) mulutnya, kecuali tanah (kuburan). Allah akan memberikan tobat kepada orang yang bertobat”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Ar-Riqoq (no. 6439), dan At-Tirmidziy dalam Az-Zuhd (2337)] Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy -rahimahullah- berkata usai membawakan beberapa hadits yang semakna dengan hadits di atas dari sahabat yang berbeda, “Di dalam hadits-hadits yang ada dalam bab ini terdapat celaan terhadap sikap rakus dan serakah pada harta. Dari sinilah mayoritas salaf lebih mengutamakan untuk mengambil sedikit (seadanya) dari dunia, merasa cukup dengan harta yang sedikit, dan ridho terhadap sesuatu ala kadarnya”. [Lihat Fathul Bari (11/310), oleh Ibnu Hajar, cet. Darus Salam] Kecintaan kepada dunia akan membuat pelakunya akan semakin haus terhadap dunia. Detik-detik hidupnya hanyalah memikirkan keindahan dunia yang ingin raih. Hanya saja ia lupa bahwa kerakusan itu akan membuatkan tersiksa batin akibat ia meraih dunia dari sesuatu yang haram, dengan cara yang haram dan untuk tujuan hina, bukan untuk mencapai pahala dan ridho Tuhannya di akhirat. Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jawziyyah -rahimahullah- berkata, قال بعض السلف : من أحب الدنيا فليوطن نفسه على تحمل المصائب ومحب الدنيا لا ينفك من ثلاث : هم لازم وتعب دائم وحسرة لا تنقضي وذلك أن محبها لا ينال منها شيئا إلا طمحت نفسه إلى ما فوقه “Sebagian Salaf berkata, “Barangsiapa yang mencintai dunia, maka hendaknya ia mempersiapkan dirinya untuk menanggung musibah-musibah. Pencinta dunia tak akan lepas dari tiga perkara: kegalauan yang terus-menerus, rasa penat yang berkelanjutan dan penyesalan yang pernah putus. Demikian itu karena pencinta dunia, tidak meraih sesuatu apapun dari dunia, kecuali jiwanya akan memandang (dengan penuh harap) kepada sesuatu yang lebih dari itu”. [Lihat Ighotsah Al-Lahfan (1/37) oleh Ibnul Qoyyim Az-Zar’iy, dengan tahqiq Muhammad Hamid Al-Faqi, cet. Dar Al-Ma’rifah, 1395 H] Al-Imam Al-Hasan bin Abil Hasan Al-Bashriy -rahimahullah- berkata, هي كالسم يأكله من لا يعرفه وهو حتفه فكن فيها كالمداوي لجراحته يحتمي قليلا مخافة ما يكره طويلا ويصبر على شدة الأذى مخافة طول البلاء واحذر هذه الدار الغرارة التي قد زينت بخدعها وتحلت بآمالها وتشوقت لخطابها وفتنت بغرورها فأصبحت كالعروس المحلاة العيون إليها ناظرة والقلوب إليها والهة والنفوس لها عاشقة وهي لأزواجها كلهم “Dunia ibarat racun yang dimakan oleh orang yang tak mengenal racun. Padahal racun itu akan membunuhnya. Jadilah engkau di dunia ini laksana orang yang mengobati lukanya, ia berpantang (menghindar) sementara dari sesuatu yang ia benci dalam waktu lama serta bersabar di atas kerasnya rasa sakit, karena khawatir terhadap lamanya bala’. Waspadailah kampung yang menipu ini, kampung yang terhiasi dengan tipuan-tipuannya, berhias dengan angan-angan dunia dan menampakkan kerinduan kepada para peminangnya serta ia (dunia) menggoda dengan segala kepalsuannya. Jadilah dunia laksana pengantin yang terhiasi, mata-mata memandang kepadanya, hati rindu kepadanya, dan jiwa amat cinta kepadanya. Sedang ia (dunia) memang untuk semua suaminya (yakni, pencintanya)”. [HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Awliyaa’ (6/313), Al-Ajurriy dalam Akhbar Abi Hafsh Umar bin Abdil Aziz (hal. 79), Ibnu Abid Dun-ya dalam Az-Zuhd (no. 50)-Syamilah] Dunia memang berbahaya di saat seseorang terlena dengan keindahan dan kelembutannya. Sebab dunia akan menguasai hati kita dan membuat kita lupa dari tujuan hakiki, yaitu kampung akhirat. Abu Syuja’ -rahimahullah- berkata, كَتَبَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ إِلَى سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ: ” وَأَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّمَا مَثَلُ الدُّنْيَا مَثَلُ الْحَيَّةِ لَيِّنٌ مَسُّهَا يَقْتُلُ سُمُّهَا، فَأَعْرِضْ عَمَّا يُعْجِبُكَ مِنْهَا لِقِلَّةِ مَا يَصْحَبُكَ مِنْهَا، وَضَعْ عَنْكَ هُمُومَهَا لِمَا أَيْقَنْتَ مِنْ فِرَاقَهَا، وَلَكِنَّ أَشَرَّ مَا يَكُونُ لَهَا، فَإِنَّ صَاحِبَهَا قَلَّمَا اطْمَأَنَّ فِيهَا إِلَى سُرُورٍ أَشْخَصَهُ عَنْهُ مَكْرُوهٌ وَالسَّلَامُ ” . “Ali bin Abi Tholib pernah menulis surat kepada Salman Al-Farisiy, “Adapun selanjutnya, maka hanyalah perumpaan dunia laksana ular, yang lembut bila disentuh, namun racunnya membunuh. Karenanya, berpalinglah dari sesuatu yang menakjubkanmu dari dunia tersebut, karena sedikitnya sesuatu dari dunia yang akan menemanimu. Buanglah dari dirimu kerisauan-kerisauan dunia, karena kamu yakin akan meninggalkannya. Akan tetapi, sesuatu yang terburuk adalah sesuatu untuk dunia. Karena, pemilik (pencinta) dunia, jarang sekali merasa condong di dalamnya kepada kebahagiaan. Dia hanya disambut oleh sesuatu yang ia benci. Wassalam”. [HR. Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (13/179)] Dunia laksana penyihir yang mampu merusak hubungan di antara manusia. Bahkan dunia lebih kuat pengaruhnya dibandingkan tukang sihir tersebut. Sebab, dunia mampu memutuskan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Alngkah banyaknya orang-orang yang dulu taat dan berbakti kepada Allah. Namun dengan pengaruh dunia ia pun memutuskan segala ketaatannya kepada Allah. Walaupun lisannya dan hatinya yang sudah terborgol dunia akan berkilah, “Kami meraih dunia dengan berbagai rupanya demi mencapai ridhonya”. Sungguh ini adalah kedustaan yang membinasakan pemiliknya, sehingga tak heran bila orang yang berkilah seperti ini semakin hari semakin jauh dari kebaikan, ditimpa berbagai macam cobaan, diberi kesempitan hati –walaupun lahiriahnya memiliki kelapangan-. Namun hatinya sempit akibat ia dikuasai oleh dunia yang hina, dunia yang akan melalaikannya dari mengingat Tuhannya. [Lihat Tashliyah Ahlil Mushob (hal. 248) oleh Al-Manbajiy Al-Hanbaliy -rahimahullah-, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1986 M] Kesempitan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang jauh dari Tuhannya, bukan hanya di dunia, bahkan akan berlanjut sampai ke akhirat. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آَيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (126) وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآَيَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى (127) أَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِأُولِي النُّهَى (128) [طه/124-129] “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. Dan Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya siksa di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal”. (QS. Thohaa : 124-129)

Selasa, 23 Juni 2015

DOA QUNUT NAZILAH Dikutib dari Doa Qunud di Makkah Oleh Ust. Ali Bazmul, S.PdI




اَللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ وَلَا نَكْفُرُكَ اللهُمَّ إيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إنَّ عَذَابَكَ جِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ اَللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ وَالشِّيْعَةَ وَمَنْ مَعَهُمْ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَأَهْلَ الْكِتَابِ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْن اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالطُّغَاةَ وَالظَّالِمِيْنَ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْن اَللَّهُمَّ اِنَّنَا نَجْعَلُكَ فى نُحُوْرِ أَعْدَاءِنَا و نَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُورِهِمْ اَللَّهُمَّ بَدِّدْ شَمْلَهُمْ وَ فَرِّقْ جَمْعَهُمْ وَشَتِّتْ كَلِمَتَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ يَا قَهَّار يَا جَبَّار يَا مُنْتَقِم يَا الله يَا الله يَا الله.
اللهُمَّ يَا مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَيَا مُجْرِيَ السَّحَابِ وَيَا هَازِمَ الْأَحْزَابِ اِهْزِمْهُمْ وَاْنصُرْنَا عَلَيْهِمْ.
اَللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ فِلِسْطِيْن وَ سُوْرِيَا وَ مِيَانْمَار وَسَائِرِ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً اَللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْلِمِيْن فِيْ كُلِّ مَكَان اَللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى اليَهُودَ الغَاصِبِيْنَ المُحْتَلِّيْنَ اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ اَللَّهُمَّ أهْلِكِ الصَّهْيُوْنِيَّةَ وَمَنْ وَالَاهُمْ اَللَّهُمَّ أهْلِكِ الصَّهْيُوْنِيَّةَ وَمَنْ وَالَاهُمْ اَللَّهُمَّ أهْلِكِ الصَّهْيُوْنِيَّةَ وَمَنْ وَالَاهُمْ.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِكَ والْمُضْطَهَدِيْنَ فِيْ دِيْنِهِمْ فِيْ كُلِّ مَكَان اَللَّهُمَّ انْصُرْ إخْوَانَنَا فِيْ فِلِسْطِيْن وفي رُوْهِيڠيَا اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ اَللَّهُمَّ اجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ وَوَحِّدْ صُفُوْفَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya :
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon pertolongan dariMU dan kami beriman denganMu, dan kami bertawakkal kepada Mu, dan kami memuja Mu dengan kebaikan dan kami tidak mengkufuriMU, Ya Allah hanya engkau yang kami sembah dan kepada Mu kami menunaikan solat dan bersujud, kepadaMu kami menuju, dan kami menyegerakan langkah, kami mengharapkan rahmatMu dan kami takutkan azabMu, sesungguhnya azabMu sangat pedih akan dikenakan kepada orang-orang yang kafir, Ya Allah azablah orang-orag kafir dan kaum Syi’ah dan orang-orang yang bersekutu dengan mereka serta Ahli kitab yang menghalangi jalanMU.
Ya Allah muliakanlah Islam dan kaum muslimin, dan hinakanlah kesyirikan dan kaum musyrik, Ya Allah hancurkan musuh-musuhMu yang merupakan musuh-musuh agamaMu (Islam), Ya Allah binasakanlah kekufuran, toghut dan orang-orang yang zalim, Wahai tuhan sekelian alam.
Ya Allah kami jadikan Engkau dihadapan musuh-musuh kami dan kami berlindung denganMu dari kejahatan-kejahatan mereka. Ya Allah cerai-beraikan kekuatan mereka, pecah-belahkan kesatuan mereka, selerakkanlah kalimah mereka, dan goncangkan kedudukan mereka, Wahai Tuhan Yang Maha Gagah, wahai Tuhan Yang Maha Keras, wahai Tuhan Yang Maha Membalas, Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah.
Ya Allah, wahai Tuhan, yang menurunkan al-Kitab, wahai Tuhan yang menggerakkan awan, wahai Tuhan yang mengalahkan tentera al-Ahzab, kalahkanlah mereka (orang-orang kuffar) dan bantulah kami menghadapi mereka.
Ya Allah, selamatkanlah kaum muslimin di Palestin di Suria dan di Miyanmar serta di seluruh negri-negri muslimin, dan Ya Allah selamatkanlah kaum muslimin di semua tempat, Ya Allah selamatkanlah kaum-kaum yang lemah dari kalangan orang-orang yang beriman, Ya Allah keraskan balasanMu ke atas orang-orang Yahudi Perampas dan Penjajah, Ya Allah kenakan ke atas mereka tahun-tahun keperitan seperti tahun-tahun keperitan pada zaman Nabi Yusuf. Ya Allah hancurkan Yahudi Zionis dan penyokong-penyokongnya, Ya Allah hancurkan Yahudi Zionis dan penyokong-penyokongnya, Ya Allah hancurkan Yahudi Zionis dan penyokong-penyokongnya.
Ya Allah bantulah saudara-saudara kami para pejuang di jalanMu, yang ditindas kerana agama yang mereka anuti di semua tempat. Ya Allah bantulah saudara-saudara kami di Palestin dan di Rohingya, Ya Allah bantulah mereka, Ya Allah bantulah mereka berdepan dengan musuhMu dan musuh mereka, Ya Allah satukanlah kalimah mereka, dan saf-saf mereka, wahai Tuhan sekelian alam, Wahai Tuhan kami sesungguhnya kami telah menzalimi diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampunkan kami dan mengasihani kami, sudah pasti kami akan tergolong dari kalangan orang-orang yang rug

Dari Anas bin Malik RA:
أَنَّ رِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لَحْيَانَ اسْتَمَدُّوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَدُوٍّ فَأَمَدَّهُمْ بِسَبْعِينَ مِنَ الْأَنْصَارِ كُنَّا نُسَمِّيهِمُ الْقُرَّاءَ فِي زَمَانِهِمْ كَانُوا يَحْتَطِبُونَ بِالنَّهَارِ وَيُصَلُّونَ بِاللَّيْلِ حَتَّى كَانُوا بِبِئْرِ مَعُونَةَ قَتَلُوهُمْ وَغَدَرُوا بِهِمْ فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو فِي الصُّبْحِ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لَحْيَانَ
Mafhumnya: “Bahawa Bani Ri’lin, Zakwan, Usaiyah dan Bani Lahyan pernah meminta pertolongan dari Rasulullah SAW untuk menghadapi musuh mereka. Maka baginda menghantar bantuan seramai 70 orang sahabat dari golongan Ansar. Kami menamakan mereka sebagai al-Qurra, mereka dahulunya mengedarkan makanan untuk orang-orang yang memerlukan pada siang hari dan banyak menunaikan solat pada malam hari. Sehinggalah mereka sampai di Bi’ri Ma’unah, tiba-tiba mereka di bunuh dan dikhanati oleh kabilah-kabilah berkenaan. Apabila berita itu sampai kepada Nabi SAW, baginda membaca qunut (Nazilah) selama sebulan dan berdoa dalam solat Subuh untuk dikenakan balasan ke atas jenayah dan pengkhianatan Bani Ri’lin, Zakwan, ‘Usayyah dan Bani Lahyan.”
 (HR al-Bukhari)


IMAM AHMAD BERKATA, AKAN DATANG SUATU ZAMAN BANYAK ORANG SHOLAT NAMUN PADA HAKIKATNYA MEREKA TIDAK SHOLAT




            Allah berfirman > Wa dzakkir fa Innadz dzikra tanfa’u mu’miniin = Maka ingatkanlah sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang ber-iman, dan dalam ayat  Allah berfirman > Alaa bidzikrillahi tathma-innul quluubu= Ingatlah bahwa dengan mengingat Allah maka hati mernjadi tenang.
            Diriwayatkan bahwa: Thalhah Al-anshory Radliyallahu anhu, pernah ia sholat di kebun miliknya pada suatu hari, lalu saat ia sholat, ia melihat seekor burung yang keluar menampakkan diri diantara pepohonan, maka kedua matanya tertuju padanya sehingga ia lupa berapa rak’at ia sholat…maka dating ia kepada sang tabib (yakni Rasulullah) sambil ia menangis tersedu-sedu seraya berkata: Yaa Rasulallah sesungguhnya aku padanganku disibukkan oleh seekor burung didalam kebunku saat aku sedang sholat sehingga aku lupa berapa rak’at aku sholat, oleh sebab itu aku jadikan kebunku tadi sebagai shodaqah fii sabilillah terserah akan kau apakan kebun itu dengan harapan dosaku diampuni.
            Demikian juga Abu Hurairah Ra. berkata : Sesungguhnya ada seorang yang sholat selama 60 th namun tak satu sholatpun yang diterima..seorang berkata mengapa hal itu bisa terjadi ? Maka dikatakanlah padanya: mengapa hal itu bisa terjadi ? karena ia tak menyempurnakan ruku’ sholatnya, tak menyempurnakan sujud sholatnya, tak menyempurnakan berdiri dalam sholatnya dan tidak menyempurnakan kekhusyu’annya.
            Sayyidina Umar ibnul Khatthabpun berkata: Ada orang yang telah tua dalam Islam, namun ia tidak serak’atpun menyempurnakan dihadapan Allah !! Lalu beliaupun ditanya mengapa hal itu terjadi wahai Amiirul Mu’miniin ? lalu beliaupun berkata: ia tidak menyempurnakan ruku’ sholatnya dan juga sujud sholatnya.
            Imam Ahmad ibnul Hambal Rahimallahu berkata: Akan datang suatu zaman banyak orang yang sholat namun hakikatnya mereka tidaklah sholat, sungguh aku khawatir jangan-jangan zaman yang dimaksud zaman ini !!! lalu apa kiat / usaha kami bila menyaksikan zaman itu wahai Imam ? Lihatlah keadaan kita.
            Imam Al-Ghozali Rahimallahu berkata: Sesungguhnya seorang yang bersujud dengan satu sujud dan ia mengira dengan sujudnya dia telah bertaqarrub (berdekat diri) dengan Allah, maka demi Allah ! Seandainya dibagikan dosa-dosa sujudnya itu pada penduduk suatu negeri maka binasalah mereka ! beliaupun ditanya mengapa hal itu bisa terjadi ? Lantaran ia bersujud dengan kepalanya dihadapan Tuhannya sedangkan ia dipermainkan berbagai permainan kehidupan, dipermainkan oleh ma’siatnya, dipermain oleh syahwatnya, dan oleh kecintaannya terhadap dunianya (hubbud dunya)…lalu sujud apakah itu ?  kilahnya.
            Rasulullahpun bersabda> Waju’ilat qurratu ainii fis sholati = Dan dijadikanlah kebahagiaanku dan penghibur hati dalam sholat )) Demi Allah atas kamu !! pernahkah engkau sholat dua rak’at sekali saja, sedangkan dua rak’at itu menjadi penyebab rasa bahagiamu ????  dan pernahkah engkau merasa bahagia saat engkau berkhalwat dengan Allah di ruang malam ??? Liahatlah Rasulullah …sebagaimana disampaikan Aisyah bahwa Aisyah melihat diri beliau sholat sepanjang malam dan berda’wah menuju Allah sepanjang siang…   Lalu Aisyahpun bertanya:  Yaa Rasulullah engkau tidak tidur ?? lalu beliaupun menjawab telah berlalu waktu tidur hai Aisyah !!  Para Shahabat berkata: Kami mendengar dari dalam perut rasulullah disaat beliau sholat, suara desis tangis beliau seperti air yang didihkan dalam kuali. Lalu merekapun berkata: Seandainya kalian menyaksikan Sofyan Ats Tsauri disaat sholat niscaya kalian akan mengatakan bahwa ia sekarang telah mati dikarenakan kekhusyukannya….
            Seorang yang bernama Urwah bin Zubair putra Sayyidah Asma’ saudara perempuan Sayyidah Aisyah Radliyallahu anhum…ia telah terkena penyakit kangker tulang pada kakinya. Maka seorang berkata padanya: Engkau harus memotong kakimu hai Urwah sebelum penyakit itu merambat kesekujur tubuhmu…maka hendaklah engkau meneguk khamar agar engkau tak merasakan sakit ..maka Urwahpun berkata: Apakah hati dan lidahku tak sadar hingga tak mampu aku berdzikir dengan keduanya ? Demi Allah aku tak akan pernah mencari maksiat untuk menghilangkan ketha’atanku…Maka para shahabatnyapun berkata: kalau begitu !! kami minumkan padamu almungkid / Almukhaddar (zat penghilang rasa sakit/ penghilang kesadaran) maka Urwah berkata: aku tak suka bila sebagian tubuhku dimutilasi sedangkan aku dalam keadaan tertidur, maka para shahabatnya berkata: bila demikian aku akan membawa orang-orang untuk menolong memegangi kamu, Urwah menjawab: tak mendatangkan orang-orang biarlah aku membantumu untuk mengatasi diriku, mereka berkata: engkau tak akan mampu merasakan sakitnya hai Urwah…kemudian Urwah berkata: biarkanlah aku sholat !! bila kalian melihatku tak bergerak pertanda anggota badanku telah tenang dan tunggulah hingga aku sujud, sebab bila aku sujud seolah aku takkan kembali ke dunia ini, maka mulailah apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku…!! Maka datanglah sang Tabib menunggu…hingga Urwah sujud, ketika ia sujud maka sang Tabib mulai memotong kaki Urwah dengan sebuah gergaji, sedangkan Urwah tak sedikitpun menjerat kecuali ia menyatakan ….LAA ILAAHA ILLALLAHU…..RADLIITU BILLAHI RABBAN WABIL ISLAMI DIINAN WABIMUHAMMADIN NABIYYAN WA RASUULAN…hingga ia pingsang namun ia tidak meronta karena sakit….setelah ia sadar dari pingsang tiba-tiba para shahabatnya dating membawa potongan kaki Urwah kehadapannya..lalu ia melihatnya (kaki) tersebut kemudian berta pada kakinya AKU BERSUMPAH ATAS NAMA ALLAH WAHAI KAKIKU AKU TAK BERJALAN DENGANMU PADA SUATU YANG HARAM (MAKSIAT), DAN ALLAH MENGETAHUI ITU, BETAPA SERINGNYA AKU BERDIRI MENGGUNAKAN ENGKAU WAHAI KAKIKU DITENGAH MALAM MENJALANKAN SHOLAT DIHADAPAN ALLAH….Maka berkatalah salah satu shahabatnya …Hai Urwah..aku sampaikan kabar gembira bahwa sesungguhnya bagian dari tubuhmu telah mendahului engkau memasuki surga Allah…lalu demi Allah tak seorangpun yang menghiburku dengan hiburan yang indah dari hiburan ini pungkas Urwah.
            Adapun Al-Hasan putra Ali bin thalib radliyallahu anhuma apabila memasuki saat sholat maka tubuhnya gemetaran dan mukanya memucat dan bila ditanya mengapa ..!! iapun menjawab: TAHUKAH KAMU DIDEPAN SIAPA AKU BERDIRI SEKARANG INI ???? Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ayahnya seringkali gemetaran saat berwudlu, ketika ditanya, beliaupun menjawab, saat ini dipikulkan diatas pundakku amanat yang pernah ditawarkan kepada langit dan bumi serta gunung-gunung dan semua itu menolak amanat itu sedangkan saat ini akulah yang memikulnya (yg dimaksud amanat kepemimpinan/mengurus ummat).
Pernah suatu hari Hatim Al-Ashom ditanya: Bagaimana engkau bisa khusyu’ di dalam sholatmu ? ia berkata: Aku berdiri dan aku bertakbir untuk sholat, dan aku menghayalkan seolah-olah ka’bah berada tepat didepanku, sedangkan shiroth (jembatan yang terbuat dari sehelai rambut dibagi tujuh) berada di bawah telapak kakiku, dan aku khayalkan surge disebelah kananku dan api neraka disebelah kiriku serta Malaikat maut berada di belakangku….Dan Rasulullah memperhatikan sholatku, sehingga aku mengira ini adalah akhir dari pada sholatku, lalu aku bertakbir dengan mengagungkan Allah dan aku membaca surat-surat al-Qur’an serta memikirkannya kemudian aku ruku’ dengan penuh ketundukan, aku sujudpun dengan penuh ketundukan dan aku isi sholatku dengan rasa takut dan kekhawatiran terhadap Allah serta pengharapan akan rahmat-Nya kemudian aku salam tapi aku tak tau apakah sholatku diterima apa tidak.

Jumat, 07 November 2014

Cara berbakti kepada orang tua

Berbakti kepada Orang Tua Sesudah Mereka Meninggal

Pertanyaan :
  1. Amalan – amalan apa yang bermanfaat untuk mayit?
  2. Bagaimana caranya berbakti kepada orang tua yang sudah mati (meninggal) ?
  3. Sampaikah pahala membacakan alquran untuk orang tua kita yang sudah meninggal
Jawaban :

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Salah satu diantara rahmat yang Allah berikan kepada orang yang beriman adalah mereka bisa saling memberikan kebaikan, sekalipun harus berpisah di kehidupan dunia. Karena ikatan iman, Allah abadikan sekalipun mereka sudah meninggal.
Doa mukmin yang hidup kepada mukmin yang telah meninggal, Allah jadikan sebagai doa yang mustajab. Doa anak soleh kepada orang tuanya yang beriman, yang telah meninggal, Allah jadikan sebagai paket pahala yang tetap mengalir.
Ilmu yang diajarkan oleh seorang guru muslim kepada masyarakat, akan menjadi paket pahala yang terus mengalir, selama ilmu ini diamalkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim 1631, Nasai 3651, dan yang lainnya).
Bahkan ikatan iman ini tetap Allah abadikan hingga hari kiamat. Karena ikatan iman ini, Allah kumpulkan kembali mereka bersama keluarganya di hari kiamat.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ
“Orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (QS. At-Thur: 21).
Anda yang beriman, orang tua beriman, anak cucu beriman, berbahagialah, karena insyaaAllah akan Allah kumpulkan kembali di surga.
Penjelasan tafsir ayat selengkapnya, bisa anda pelajari di: Bertemu Orang Tua di Surga

Banyak Cara untuk Berbakti kepada Orang Tua

Setelah orang tua meninggal, ada banyak cara bagi si anak untuk tetap bisa berbakti kepada orang tuanya. Mereka tetap bisa memberikan kebaikan bagi orang tuanya yang telah meninggal, berupa aliran pahala. Dengan syarat, selama mereka memiliki ikatan iman.
Lebih dari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada salah seorang sahabat untuk melakukan beberapa amal, agar mereka tetap bisa berbakti kepada orang tuanya.
Dari Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, ‘Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah. Orang ini bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara bagiku untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal?’ Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ، الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِيفَاءٌ بِعُهُودِهِمَا مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا
“Ya, menshalatkan mereka, memohonkan ampunan untuk mereka, memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, memuliakan rekan mereka, dan menyambung silaturahmi yang terjalin karena sebab keberadaan mereka.” (HR. Ahmad 16059, Abu Daud 5142, Ibn Majah 3664, dishahihkan oleh al-Hakim 7260 dan disetujui adz-Dzahabi).
Makna ‘menshalatkan mereka’ memiliki dua kemungkinan,
  • Menshalatkan jenazah mereka
  • Mendoakan mereka dengan doa rahmat.
Demikian keterangan as-Sindi yang dikutip Syuaib al-Arnauth dalam Tahqiq beliau untuk Musnad Imam Ahmad (25/458).
Diantara doa yang Allah perintahkan dalam Al-Quran adalah doa memohonkan ampunan untuk kedua orang tua kita,
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Berdoalah, Ya Allah, berilah rahmat kepada mereka (kedua orang tua), sebagaimana mereka merawatku ketika kecil.” (QS. Al-Isra: 24)

Pentingnya Menjaga Silaturahmi Sepeninggal Orang Tua

Diantara fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat, ada beberapa anak yang memiliki hubungan dekat dengan kerabat atau teman dekat orang tuanya. Namun ketika orang tuanya meninggal, kedekatan ini menjadi pudar, bahkan terkadang terjadi permusuhan.
Karena itu, salah satu bentuk berbakti kepada orang tua yang tingkatannya sangat tinggi adalah menjaga hubungan silaturahmi dengan semua keluarga yang masih kerabat dengan orang tua kita dan orang-orang yang menjadi teman dekat orang tua.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّيَ
“Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan dengan orang yang dicintai bapaknya, setelah ayahnya meninggal.” (HR. Muslim no. 2552)
Kedudukan Bibi = Ibu
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الخَالَةُ بِمَنْزِلَةِ الأُمِّ
“Bibi saudara ibu, kedudukannya seperti ibu.” (HR. Bukhari 2699, Abu Daud 2280, dan yang lainnya).
Dalam riwayat lain, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْخَالَةَ وَالِدَةٌ
“Bibi saudara ibu, itu seperti ibu.” (HR. Ahmad 770 dan sanadnya dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth).
Hadis di atas mengisyaratkan bahwa ketika ibu meninggal, kedekatan kerabat yang penting untuk kita jaga adalah kedekatan kepada bibi. Karena itu, Imam an-Nawai dalam kitabnya Riyadhus Sholihin memasukkan hadis ini di bab: Berbakti kepada orang tua dan menyambung silaturahim.
Bagi anda yang ingin maksimal berbakti kepada ibu yang telah meninggal, anda bisa baktikan diri anda kepada bibi saudara ibu.

Allahu a’lam

Baktilah kepada kedua orangtuamu mereka adalah permata yang mahal dan tak terbeli

 

Wahaisaudaraku...! mereka membutuhkan keperdulian kita...mereka hanya tinggal beberapa saat bila mereka diabaikan kepada siapa mereka mengharap belas kasih sesama

Apakah dosa Zina diampuni?
Assalamu’alaikum ustadz, saya ingin bertanya:
1. Apakah dosa berzina itu diampuni?
2. Apakah dengan pembersihan diri ke jalan yang benar dan bertaubat dengan sungguh2 (amal sholeh, dhuha, tahajud, lima waktu dan bahkan iktikaf) dengan tujuan memohon ampun akan diterima?

Karena demi Allah saya benar-benar menyesali semuanya dikarenakan kelalaian akibat kurangnya ilmu agama waktu kecil dan saya takut semua pertaubatan itu tidak diterima. jadi kalo saya tahajud sering menangis karena ketakutan saya akan MURKA-NYA dan juga akan AZAB-NYA kelak..
Matur nuwun, sekali lagi terima kasih buat tambahan ilmunya. Wassalam
Yud*****@yahoo.com
Jawaban
Wasslamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahuwata’ala.
Ketahuilah bahwa perbuatan zina termasuk dosa yang dapat diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdasarkan firman-Nya dalam Surat An-Nisaa’, ayat ke-48 dan ke-116:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…”
 

Ayat diatas menerangkan bahwa dosa-dosa apapun yang telah diperbuat entah itu dosa kecil atau dosa besar selama hal itu tidak menyekutukan-Nya, maka jika sang pelaku tersebut bertaubat dengan taubatan nasuha, niscaya akan diampuni oleh Allah Subhanahuwata’ala.
Selanjutnya jika orang yang telah terjerumus ke dalam perbuatan tercela ini jika dia bertaubat dengan taubatan nasuha, taubat yang benar yang diiringi dengan perbaikan diri dengan beramal shalih dengan berbagai macamnya, menyesalinya dan tidak ingin kembali melakukannya maka taubatnya ini akan dapat menghapuskan dosa atas idzin Allah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
“التائب من الذنب كمن لا ذنب له”.
“Orang yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”. (HR. Ibnu Majah)
Allah Subhanahuwata’al juga berfirman dalam ayat lain:
“إلا من تاب وءامن وعمل عملا صالحا فأولئك يبدل الله سيئاتهم حسنات وكان الله غفورا رحيما. ومن تاب وعمل صالحا فإنه يتوب إلى الله متابا”.
“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan amal shalih; maka mereka itulah yang kejahatannya diganti Allah dengan kabaikan, dan Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan barang siapa bertaubat dan beramal shalih maka seseungguhnya dia telah bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya “. (QS. Al-Furqan: 70-71)
Terakhir ketika dia sudah bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubatan Nasuha), maka dia juga harus menutupi dan jangan mengumbar atau berbangga diri dengan perbuatan hina tersebut. Cukuplah dia tutupi aibnya ini dan Allah akan menutupi aibnya tersebut.
Semoga Allah subhanahuwata’ala senantiasa menunjukkan kita kepada jalan yang diridhoi-Nya.
Dijawab oleh: Tim Solusi Islam


Dalam kita mencari ilmu untuk beribadah berdasarkan apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, masih banyak yang keliru dalam memahami kaidah sebenarnya sebagai panduan dalam beribadah. Maka lahirlah begitu banyak perselisihan di dalam bab ini. Baik perselisihan dengan golongan Ahli Ahwa’ (golonganRafhidhah yang menghalalkan bid’ah di dalam urusan agama) yang memang tersesat dari Manhaj Ahlus Sunnah maupun perselisihan sesama golongan yang berpaham atau bermanhaj Ahlus Sunnah.

Pembahasan di sini akan difokuskan kepada isu yang menjadi persoalan di dalam masyarakat, jik ada ahli ilmu atau pencinta ilmu dalam kalangan ahli ibadah, orang masjid yang melakukannya.
Kita sadar dan paham bahwa perkara yang dibahas ini adalah perkara khilaf yang telah terjadi perbedaan pandangan para ulama’ dahulu dan sekarang. Namun untuk menjelaskan isu ini, sebaiknya kita rujuk pandangan imam yang besar dan pandangan ulama’ dalam kalangan pendukung Madzhab Asy Syafi’i yang dekat dengan jiwa kita.
Membaca Shalawat Sambil Diiringi Rebana, Gendang,  Atau Alat Musik
Bolehkan shalawatan dengan iringan musik?
Perbuatan ini sama juga seperti membaca qasidah-qasidah atau sya’ir-sya’ir yang dinyanyikan dan diringi dengan pukulan kayu, rebana, atau seumpamanya. Bahkan lebih parah lagi sambil menggoyang-goyang badan, berpusing-pusing dan  menari-nari. Ia disebut dengan istilah as sama’ atau taghbir (sejenis syair berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang dinyanyikan dengan sebagian hadirin memukul-mukul kayu pada bantal, kulit atau sebagainya sesuai dengan irama lagunya).
Sebagian pandangan ulama-ulama Ahlus Sunnah adalah sebagai berikut:
1. Imam Asy Syafi’i (Wafat 204 H)
Beliau berkata:
خلفت ببغداد شيئاً أحدثته الزنادقة يسمونه التغبير يصدون به الناس عن القرآن
“Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang dinamakan taghbir. (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq; menyimpang), mereka menghalangi manusia dari Al Quran.” (Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis).
Abu Manshur Al Azhari menyatakan bahwa al mughabbirah (pemain at taghbir) adalah sekelompok manusia yang menekuni dzikir kepada Allah dengan doa dan merendahkan diri kepada-Nya. Mereka lalu menamakannya sebagai sya’ir. Sambil mereka menyaksikannya, mereka menyanyi, bersenang-senang, dan menari (menggoyang-goyangkan badan). (Talbis Iblis)
Ulama’  menjelaskan perkataan Imam Asy Syafi’i tersebut dengan mengatakan:
وما ذكره الشافعي – رضي الله عنه – من أنه من إحداث الزنادقة – فهو كلام إمام خبير بأصول الإسلام؛ فإن هذا السماع لم يرغب فيه ويدعو إليه في الأصل إلا من هو متهم بالزندقة…ذكر أبو عبد الرحمن السلمي في مسألة السماع…..”
“Apa yang disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah (bahwa perbuatan tersebut merupakan hasil ciptaan para Zindiq), adalah suatu pandangan seorang imam yang ahli dalam ilmu ushul dalam Islam. Karena pada dasarnya, tidak ada yang menggalakkan dan menganjurkan nyanyian melainkan orang-orang Zindiq….. Sebagaimana yang disebutkan oleh Abdurrahman As Sulami dalam Mas’alah As Sama’ dari Ibnu Rawandi.” (Majmu’ Al Fatawa, 11/570).
Dalam kitabnya, Al  Umm, Imam Asy Syafi’i rahimahullah menegaskan lagi bahwa:
(قَالَ الشَّافِعِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى): “فِي الرَّجُلِ يُغَنِّي فَيَتَّخِذُ الْغِنَاءَ صِنَاعَتَهُ يُؤْتَى عَلَيْهِ وَيَأْتِي لَهُ، وَيَكُونُ مَنْسُوبًا إلَيْهِ مَشْهُورًا بِهِ مَعْرُوفًا، وَالْمَرْأَةُ، لَا تَجُوزُ شَهَادَةُ وَاحِدٍ مِنْهُمَا؛ وَذَلِكَ أَنَّهُ مِنْ اللَّهْوِ الْمَكْرُوهِ الَّذِي يُشْبِهُ الْبَاطِلَ، وَأَنَّ مَنْ صَنَعَ هَذَا كَانَ مَنْسُوبًا إلَى السَّفَهِ وَسُقَاطَة الْمُرُوءَةِ، وَمَنْ رَضِيَ بِهَذَا لِنَفْسِهِ كَانَ مُسْتَخِفًّا، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُحَرَّمًا بَيِّنَ التَّحْرِيمِ، وَلَوْ كَانَ لَا يَنْسُبُ نَفْسَهُ إلَيْهِ، وَكَانَ إنَّمَا يُعْرَفُ بِأَنَّهُ يَطْرَبُ فِي الْحَالِ فَيَتَرَنَّمُ فِيهَا، وَلَا يَأْتِي لِذَلِكَ، وَلَا يُؤْتَى عَلَيْهِ، وَلَا يَرْضَى بِهِ لَمْ يُسْقِطْ هَذَا شَهَادَتَهُ، وَكَذَلِكَ الْمَرْأَةُ.” (الأم للشافعي (6/ 226)- الشاملة).
“Seorang lelaki yang menyanyi dan menjadikannya sebagai pekerjaan, adakalanya ia diundang dan adakalanya ia didatangi sehingga ia dikenal dengan sebutan penyanyi, juga seseorang wanita (yang seperti itu), maka tidak diterima sumpah persaksiannya. Karena menyanyi termasuk permainan yang dibenci. Tetapi, adalah yang lebih tepat, siapa saja yang melakukannya, maka ia disebut sebagai orang dungu (bodoh) dan mereka termasuk orang yang sudah tiada harga diri (jatuh kehormatannya)…” (Asy Syafi’i, Al Umm, 6/226).
Dalam madzhab Asy Syafi’i sendiri dinyatakan bahwa: “Diharamkan menggunakan dan mendengar alat-alat musik seperti biola, gambus, shonji (yaitu dua piring tembaga yang saling dipukulkan agar menghasilkan bunyi), gendang, seruling, dan sebagainya. Setiap alat musik yang bertali adalah haram tanpa khilaf. Dibolehkan duff (rebana) bagi majlis resepsi pernikahan, berkhitan, atau sejenisnya. Nyanyian jika tanpa alat musik, hukumnya makruh (dibenci) dan jika dengan diiringi alat-alat musik hukumnya adalah haram.” (Lihat perbahasannya dalam kitab Mughni Al Muhtaj ila Ma’rifah Al Faz Al Minhaj, Kitab Asy Syahadat karya Imam Muhammad bin Ahmad bin Al Khathib Asy Syarbini).
2. Imam Ahmad
Saat ditanya tentang taghbir, beliau menjawab: “Bid’ah.” (Riwayat Al Khallal. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath Tharb, halaman 163).
3. Al Qadhi Abu Ath Thayib Ath Thabari (wafat 450H)
Beliau adalah seorang tokoh ulama’ Asy Syafi’i yang telah menyatakan bahwa: “Kelompok yang menyanyi untuk ibadah ini telah menyalahi jamaah Muslimin karena telah menjadikan nyanyian sebagai agama dan ketaatan. Iklan-iklan mereka terdapat di masjid-masjid, jami’ah dan semua tempat mulia.” (Mas’alah As Sama’, Ibnu Al Qayyim).
4. Imam At Tartusyi (wafat 520H)
Tokoh ulama’ Maliki dari kota Qurtubah ini ditanya tentang satu kelompok di suatu tempat yang membaca Al Quran, lalu seseorang di antara mereka menyanyikan sya’ir, kemudian mereka menari dan bergoyang. Mereka juga memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah menghadiri majlis mereka itu halal atau tidak?
Beliau menjawab:
“Jalan mereka itu adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah rasul-Nya. Adapun menari dan berpura-pura menampakkan cinta (kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-adakannya adalah kawan-kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika Samiri membuatkan patung anak lembu yang bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura menampakkan cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan para penyembah anak lembu.
Adapun majlis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi burung. Maka seharusnya pemerintah dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya (untuk menyanyi dan menari). Dan bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, tidaklah halal menghadirinya. Tidak halal membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang ditempuh oleh (Imam) Malik, Asy Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, dan lainnya dari kalangan imam-imam kaum Muslimin.” (Tafsir Al Qurthubi 11/238 Syamilah. Lihat kitab Tahrim Alat Ath Tharb, halaman 168-169).
5. Imam Al Hafiz Ibnu Ash Shalah (wafat 643 H)
Beliau adalah imam terkenal penulis kitab Muqaddimah ‘Ulumil Hadits. Beliau juga ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan bertepuk-tangan. Mereka menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama.
فتاوى ابن الصلاح (2/ 499): مَسْأَلَة أَقوام يَقُولُونَ إِن سَماع الْغناء بالدف….
Kesimpulan jawaban beliau ialah: “Mereka telah berdusta atas nama Allah Ta’ala. Dengan pendapat tersebut, pandangan ini masyhur di kalangan golongan Bathiniyyah  yang Mulhidin (menyimpang). Mereka juga bertentangan dengan ijma’.
Siapa yang menentang ijma’, (ia) terkena ancaman firman Allah:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
“Dan siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam. Dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” (An-Nisa:115).” (Fatawa Ibnu Ash Shalah, 2/499- Syamilah. Lihat: Kitab Tahrim Alat Ath Tharb, halaman 170).
6. Syaikh Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah rahimahullah
Beliau berkata: “Dan telah diketahui secara pasti dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mensyariatkan kepada orang-orang shalih dan para ahli ibadah dari umatnya, agar mereka berkumpul dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan bertepuk tangan, atau pukulan dengan kayu (tongkat), atau rebana. Sebagaimana beliau  tidak membolehkan bagi seorangpun untuk tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada pada Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Beliau tidak membolehkan, baik dalam perkara batin atau zahir, untuk orang awam atau untuk orang tertentu.” (Majmu’ Fatawa, 11/565. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath Tharb, halaman 165).
7. Fatwa Imam As Suyuthi rahimahullah (wafat 911H)
Beliau berkata,
ومن ذلك الرقص، والغناء في المساجد، وضرب الدف أو الرباب، أو غير ذلك من آلات الطرب. فمن فعل ذلك في المسجد، فهو مبتدع، ضال، مستحق للطرد والضرب؛ لأنه استخف بما أمر الله بتعظيمه، قال الله تعالى: (في بيوت أذن الله أن ترفع ” أي تعظم ” ويذكر فيها اسمه)، أي يتلى فيها كتابه. وبيوت الله هي المساجد؛ وقد أمر الله بتعظيمها، وصيانتها عن الأقذار، والأوساخ، والصبيان، والمخاط، والثوم، والبصل، وإنشاد الشعر فيها، والغناء والرقص؛ فمن غنى فيها أو رقص فهو مبتدع، ضال مضل، مستحق للعقوبة.” (الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع – (ج 1 / ص 30) المكتبة الشاملة).
“Dan di antaranya adalah menari, menyanyi di dalam masjid, memukul duff (atau gendang) atau rebab (sejenis alat musik bertali seperti biola), atau selain itu dari jenis-jenis alat-alat musik.
Maka siapa yang melakukan perkara yang tersebut di dalam masjid maka dia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah), sesat, perlu dihalau, dan boleh dipukul, karena dia meremehkan perintah Allah untuk memuliakan masjid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan (yaitu menggagungkannya) dan disebut nama-Nya di dalamnya.” (An-Nur, 24: 36). Yaitu dibacakan kitab-Nya di dalamnya.
Rumah-rumah Allah adalah masjid-masjid, dan Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memuliakannya, menjaganya dari kotoran, najis, anak-anak (dari mengotori masjid), ingus, bawang putih, bawang merah (memakannya kemudian ke masjid tanpa bersugi terlebih dahulu), nasyid-nasyid, sya’ir, nyanyian dan tarian di dalamnya. Maka siapa yang menyanyi atau menari di dalamnya maka dia adalah pelaku bid’ah, sesat dan menyesatkan, dan berhak dikenakan hukuman.” (Jalaluddin As Suyuthi, Al Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’, halaman. 30 – Al Maktabah Asy Syamilah).
……
Penutup
Demikianlah penjelasan yang ringkas tentang masalah ini, kami nukilkan untuk maklumat dan penjelasan kepada masyarakat, lakukanlah amalan yang jelas ada dalil keharusannya, mencari yang benar dan tidak ada keraguan dalam beribadah adalah selamat sebagaimana yang diputuskan oleh para ulama’ bahwa الخروج من الخلاف مستحب  “Keluar dari perkara khilaf adalah dianjurkan.”
Perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
عن الحسن بن علي بن أبي طالب سبط رسول الله وريحانته رضي الله عنه قال: حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم: (دعْ ما يرِيبُك إلى ما لا يريبُك ) رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح .
“Tinggalkan apa yang kamu ragu kepada perkara tidak meragukan kamu.” (HR At Tirmidzi, hasan shahih)
Perbuatan ini adalah khilaf antara haram dengan harus, bukan antara afdhal dengan kurang baik. Alhamdulillah, jalan ibadah kepada Allah yang shahih banyak dan luas, kenapa mencari jalan yang kabur dan tidak jelas. Uslub untuk berdakwah dengan cara yang selamat masih banyak, tidak perlu menggunakan jalan yang meragukan keharusan amalnya, juga kesan akan keberhasilannya.
Dalam ibadah tidak memadai hanya niat yang baik tanpa mengikut syariat atau Sunnah. Niat yang baik mestilah diiringi dengan cara yang betul. Firman Allah SWT:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Dia-lah yang telah mentakdirkan adanya mati dan hidup – untuk menguji dan mennyatakan keadaan kamu: siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya; dan Ia Maha Kuasa (membalas amal kamu), lagi Maha Pengampun.” (Al Mulk 67:02)
Makna “lebih baik amalnya” (أحسن عملا ) ialah siapa yang amalannya paling ikhlas dan paling betul (أخلصه وأصوبه). Ini karena sesuatu amalan jika ikhlas tetapi tidak betul maka ia tidak diterima. Begitu juga sekiranya betul tetapi tidak ikhlas, maka ia tidak diterima juga. Betul di sini merujuk kepada apa yang ditunjukkan oleh Al Qur’an dan Al Sunnah.
Insan tanpa panduan Al Quran dan As Sunnah akan tersesat dalam menentukan cara ibadah kepada tuhan. Inilah yang terjadi di dalam agama-agama palsu. Mereka menciptakan cara ibadah menurut akal pikiran mereka tanpa petunjuk ajaran wahyu. Mereka tersesat jalan karena mendakwa kehendak tuhan dalam ibadah tanpa bukti, sekalipun mungkin mereka itu ikhlas. Keikhlasan tanpa diikuti dengan cara yang ditunjukkan oleh Al Quran dan As Sunnah tidaklah mendapat tempat.
Maka ibadah mestilah tepat dengan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berdalilkan apa yang disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Ali Imran 3:31)
Ibadah yang tidak mengikut cara yang ditunjukkan oleh baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sekalipun niat pengamalnya baik, adalah tertolak. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan siapa yang mencari agama selain agama Islam, maka tidak akan diterima daripadanya, dan dia pada hari akhirat kelak dari orang-orang yang rugi.” (Ali Imran 3:85)
Berkata Al Imam Ibn Katsir rahimahullah (774H) ketika menafsirkan ayat di atas: “Siapa yang melalui suatu cara yang lain dari apa yang disyari‘atkan oleh Allah, maka sama sekali iaa tidak diterima.” (Tafsir Ibn Katsir).
Dalam hal ini Dr. Yusuf Al Qaradhawi juga mengingatkan:
“Hendaklah seorang Muslim dalam ibadahnya mengikut batasan yang ditentukan untuknya. Tidak mencukupi hanya sekadar bertujuan untuk keridhaan Allah semata, bahkan hendaklah ibadah itu dilakukan dalam bentuk yang disyariatkan Allah, dengan kaifiyyat (tatacara) yang diridhai-Nya. Janganlah ibadah seorang Muslim itu ialah apa yang yang direka oleh manusia berdasarkan hawa nafsu dan sangkaan.” (Yusuf Al Qaradhawi, Al `Ibadah fi Al Islam).
Semoga kita mendapat bimbingan dan rahmat dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, Alhamdulillah Rabbil ‘alamin.
DR. Abdul Basith Abdur Rahman
Tulisan serupa terdapat di fimadanidotcom