Jumat, 18 Juli 2014

MARGA ARAB DI INDONESIA

Suku Arab-Indonesia adalah warga negara Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia — misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman) dan Probolinggo (Diponegoro),dan Bondowoso — serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Banjarmasin, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Kupang, Papua dan bahkan di Timor Timur. Pada jaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia, tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.
Sejarah kedatangan
Setelah terjadinya perpecahan besar diantara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.
Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.
Perkembangan di Indonesia
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad pertengahan (abad ke-13), dan hampir semuanya adalah pria. Tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.
Marga-marga ini hingga sekarang mempunyai pemimpin turun-temurun yang bergelar “munsib”. Para munsib tinggal di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat tinggal asal keluarganya. Semua munsib diakui sebagai pemimpin oleh suku-suku yang berdiam di sekitar mereka. Di samping itu, mereka juga dipandang sebagai penguasa daerah tempat tinggal mereka. Di antara munsib yang paling menonjol adalah munsib Alatas, munsib Binsechbubakar serta munsib Al Bawazier.
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah – seperti Basyeiban dan Haneman – di Indonesia jumlahnya masih cukup banyak.
Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi (Sayyidi) keturunan Rasul SAW (terutama melalui jalur Husain bin Ali) dan kelompok Qabili, yaitu kelompok diluar kaum Sayyid. Di Indonesia, terkadang ada yang membedakan antara kelompok Sayyidi yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh (Masyaikh) yang biasa pula disebut “Irsyadi” atau pengikut organisasi al-Irsyad.
Tokoh-tokoh dan peranan
Di Indonesia, sejak jaman dahulu telah banyak di antara keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pejuang-pejuang, alim-ulama dan da’i-da’i terkemuka. Banyak di antara para Walisongo adalah keturunan Arab, dan diduga kuat merupakan keturunan kaum Sayyid Hadramaut (Van Den Berg, 1886) atau merupakan murid dari wali-wali keturunan Arab. Kaum Sayyid Hadramaut yang datang sekitar abad 15 dan sebelumnya (Walisongo, kerabat dan ayahanda dan datuk mereka) mempunyai perbedaan fundamental dengan kaum Sayyid Hadramaut yang datang pada gelombang berikutnya (abad 18 dan sesudahnya).
Yang mana kaum Sayyid Hadramaut pendahulu, seperti dilansir Van Den Berg, banyak berasimilasi dengan penduduk asli terutama keluarga kerajaan-kerajaan Hindu dalam rangka mempercepat penyebaran agama Islam, sehingga keturunan mereka sudah hampir tak bisa dikenali. Sedangkan yang datang abad 18 dan sesudahnya banyak membatasi pernikahan dengan penduduk asli dan sudah datang dengan marga-marga yang terbentuk belakangan (abad 16-17) hingga saat ini sangat mudah dikenali dalam bentuk fisik tubuh dan nama.
Sampai saat ini, peranan warga Arab-Indonesia dalam dunia keagamaan Islam masih dapat terasakan. Mereka — terutama yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW — mendapat berbagai panggilan (gelar) penghormatan, seperti Syekh, Sayyid, Syarif (di beberapa daerah di Indonesia menjadi kata Ayip), Wan atau Habib dari masyarakat Indonesia lainnya.
Di samping tokoh-tokoh agama, banyak pejabat negara dan tokoh terkenal Indonesia masa kini yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Nama-nama mereka antara lain:
AR Baswedan (Menteri Penerangan 1947)
Abdurahman Saleh (Jaksa Agung,2004-2007)
Ahmad Albar (Artis penyanyi rock kelompok God Bless)
Ali Alatas (Menteri Luar Negeri, 1988-1998)
Alwi Shihab (Menteri Luar Negeri, 1999-2001; dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2004-2005)
Assaat (pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS))
Fuad Bawazier (Menteri Keuangan, 1998)
Fuad Hassan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1985-1993)
Husin Umar Alhajri (Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, 1940-2007)
Mar’ie Muhammad (Menteri Keuangan, 1993-1998)
Mark Sungkar (Aktor Indonesia)
Muchsin Alatas (Artis penyanyi dangdut)
Munir (Ketua LSM Kontras, aktivis anti kekerasan)
Quraish Shihab ( Menteri Agama, 1998)
Rusdy Bahalwan (Mantan pemain dan pelatih Tim Nasional Sepak Bola Indonesia)
Salim Al-Idrus (Pemain Sepak Bola : Pelita Jaya, Persib Bandung,
Saleh Afiff (Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, 1993-1998)
Ritual ziarah
Di Hadramaut, banyak pemimpin agama yang makamnya diziarahi. Demikian banyaknya jumlah mereka, hingga bila ada seseorang dari Jakarta yang tinggal selama 40 hari di Hadramaut, belum tentu dapat menjangkau seluruh tempat ziarah yang ada.
Tempat ziarah yang paling terkenal adalah “Qabr Hud”, yang menurut kepercayaan orang Hadramaut adalah makam nenek moyang mereka, Nabi Allah Hud AS. Qabr Hud terletak di sebuah lembah, dan terdapat sebuah masjid berdekatan dengannya. Setiap tanggal 11 Sya’ban tahun Hijriah, tempat ini banyak didatangi para penziah. Mereka bukan saja berasal dari Hadramaut, melainkan juga dari berbagai negara yang ‘memiliki’ banyak keturunan Hadramaut. Mereka biasanya tinggal di gedung-gedung bertingkat tiga yang hanya digunakan pada saat acara ziarah. Pada hari itu juga ada pasar raya, yang suasananya kira-kira seperti upacara Sekaten di Yogyakarta.
Menurut tradisi, untuk ziarah ini para peziarah sebaiknya mandi terlebih dahulu atau minimal berwudhu di telaga Hud; yang terletak di bawah makam Nabi Hud. Selama tiga hari, kepemimpinan ziarah di Qabr Hud dilakukan secara berganti-ganti. Hari pertama dipimpin munsib Alhabsji, hari kedua oleh munsib Shahabuddin, dan terakhir yang paling meriah dipimpin oleh munsib Binsechbubakar. Begitu meriahnya akhir ziarah ini, hingga peluru-peluru dihamburkan ke udara. Upacara itu dilakukan oleh para pengawal BinSechbubakar, yang dikenal berpengaruh di Hadramaut.
Secara umum penggolongan Marga Arab Hadramaut itu dikategorikan dalam 4 golongan:
1. Alawiyin (golongan yang mengaku keturunan Rasulullah via keturunan Ahmad bin Isa (AlMuhajir)) c/ : Alatas – Alaydrus – Albar – Algadrie – Alhabsyi – AlHamid – AlHadar – AlHadad – AlJufri – Assegaff -Baaqil – Bawazier –Baridwan-BinSechbubakar-Jamalullail- Maula Heleh/Maula Helah- Shihab
2. Qabili / Qabail / Qabayl (golongan yang memegang senjata) c/ : Abud – AbdulAzis – Addibani – Afiff- Alhadjri – Alkatiri – Ba’asyir- Bachrak -Badjubier- Bafadhal – Bahasuan –Basyaib-Basyeiban- Baswedan-Bin Zagr- Martak-Nahdi- Sungkar
3. Masaikh / Dhaif (gologang pedagang / petani / rakyat kebanyakan) c/ : Baraja
4. Abid (golongan pembantu / hamba sahaya)
Nama-nama marga
Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia, antara lain adalah:
A
• Abbad, Abdul Aziz, Abudan, Aglag, Al Abd Baqi, Al Aidid, Al Ali Al Hajj, Al Amri, Al Amudi, Al As, Al As-Safi, Al Ba Abud, Al Ba Faraj, Al Ba Harun, Al Ba Raqbah, Al Baar, Al Bagdadi, Al Baiti, Al Bakri, Al Bal Faqih, Al Barak, Al Bargi, Al Barhim, Al Batati, Al Bawahab, Al Bin Jindan, Al Bin Sahal, Al Bin Semit, Al Bin Yahya, Al Bukkar, Al Fad’aq, Al Falugah, Al Gadri, Al Hadi, Al Hadi, Al Halagi, Al Hasani, Al Hasyim, Al Hilabi, Al Hinduan, Al Huraibi, Al Aydrus, Al Jabri, Al Jaidi, Al Jailani, Al Junaid, Al Kalali, Al Kalilah, Al Katiri, Al Khamis, Al Khatib, Al Kherid, Al Madhir, Al Mahdali, Al Mahfuzh, Al Matrif, Al Maula Dawilah, Al Maula Khailah, Al Munawwar, Al Musawa, Al Mutahhar, Al Qadri, Al Qaiti, Al Qannas, Al Rubaki, Al Waini, Al Yafi’ie, Al Yamani, AlMathori, AlMukarom, Ambadar, Arfan, Argubi, Askar, Assa’di, Assaili, Asy Syarfi, Attamimi, Attuwi, Azzagladi,al Dames
B
• Ba Abdullah, Ba Attiiyah, Ba Atwa, Ba Awath, Ba Dekuk, Ba’ Dib, Ba Faqih, Ba Sendit, Ba Siul, Ba Sya’ib Bin Ma’tuf Bin Suit, Ba Syaiban, Ba Tebah, Ba Zouw, Ba’asyir, Babadan, Babten, Badegel, Badeges, Ba’dokh, Bafana, Bafadual, Bagaramah, Bagarib, Bagges, Bagoats, Bahafdullah, Bahaj, Bahalwan, Bahanan, Baharmus, Baharthah, Bahfen, Bahmid, Bahroh, Bachrak, Bahsen, Bahwal, Bahweres, Baisa, Bajabir, Bajened, Bajerei, Bajrei, Bajruk, Bakarman, Baksir, Baktal, Baktir, Bal Afif, Baladraf, Balahjam, Balasga, Balaswad, Balfas, Baljun, Balweel, Bamakundu, Bamasri, Bamasak , Bamatraf, Bamatrus, Bamazro, Bamu’min, Banaemun, Banafe, Bana’mah, Banser, Baraba, Baraja, Barakwan, Barasy, Barawas, Bareyek, Baridwan, Barjib, Baruk, Basalamah, Basalim, Basalmah, Basgefan, Bashay, Ba’sin, Baslum, Basmeleh, Basofi, Basumbul, Baswel, Baswer, Basyarahil, Batarfi, Bathef, Bathog, Ba’Tuk, Bawazier, Baweel, Bayahayya, Baya’sut, Bazandokh, Bazargan, Bazeid, Billahwal, Bin Abd Aziz, Bin Abd Samad, Bin Abdat, Bin Abri, Bin Addar, Bin Afif, Bin Ajaz, Bin Amri, Bin Amrun, Bin Anuz, Bin Bisir, Bin Bugri, Bin Coger, Bin Dawil, Bin Diab, Bin Duwais, Bin Faris, Bin Gannas, Bin Gasir, Bin Ghanim, Bin Ghozi, Bin Gozan, Bin Guddeh, Bin Guriyyib, Bin Hadzir, Bin Hafidz, Bin Halabi, Bin Hamid, Bin Hana, Bin Hatrash, Bin Hilabi,Bin Hizam, Bin Hud, Bin Humam, Bin Huwel, Bin Ibadi, Bin Isa, Bin Jaidi, Bin Jobah, Bin Juber, Bin Kartam, Bin Kartim, Bin Keleb, Bin Khalifa, Bin Khamis, Bin Khubran, Bin Mahri, Bin Mahfuzh, Bin Makki, Bin Maretan, Bin Marta, Bin Mattasy, Bin Mazham, Bin Muhammad, Bin Munif, Bin Mutahar, Bin Mutliq, Bin Nahdi, Bin Nahed, Bin Nub, Bin On, Bin Qarmus, Bin Sadi, Bin Said, Bin Sanad, Bin Seger, Bin Seif, Bin Syahbal, Bin Syaiban, Bin Syamil, Bin Syamlan, Bin Syirman, Bin Syuaib, Bin Tahar, Bin Ta’lab, Bin Sungkar, Bin Tebe, Bin Thahir, Bin Tsabit, Bin Ulus, Bin Usman, Bin Wizer, Bin Zagr, Bin Zaidan, Bin Zaidi, Bin Zimah, Bin Zoo, Bukkar,Badziher.
T
• Thalib
G
• Ghana’
H
• Haidrah, Hamde, Hamadah, Harhara, Hatrash, Hubeisy,Hayaze, Hasni, Humaid
J
• Jawas, Jibran, Jabli
K
• Karamah, Kurbi
M
• Magadh, Makarim, Marfadi, Martak, Mashabi, Mugezeh, Munabari, Mahdami,Machdan
N
• Nabhan
S
• Sallum, Shahabi, Shogun, Sungkar, Syaiban, Syammach, Syawik,Syagran.
U
• Ugbah, Ummayyer
Z
• Za’bal, Zaidan, jurhum, Zeban, Zubaidi
Trivia
Yang Dipertuan Agung Malaysia 2001-2006 Tuanku Syed Sirajuddin adalah juga tokoh dari marga Jamalullail, yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Demikian pula dengan Menteri Luar Negeri, Malaysia, Syed Hamid Albar.
Mantan Perdana Menteri Timor Leste dan tokoh sentral partai Fretilin, Mari Alkatiri, adalah juga keturunan Hadramaut.
Di Arab Saudi, banyak keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pengusaha-pengusaha sukses, seperti marga-marga Bin Laden (keluarga Osama Bin Laden), Bin zagr, Bin Mahfud, Bawazier dan Nahdi.
Di antara marga-marga Hadramaut dari keturunan Sayyid yang pertama-tama ke Indonesia adalah dari keluarga Basyaiban, yaitu Sayyid Abdul Rahman bin Abu Hafs Umar BaSyaiban BaAlawi pada abad ke-17 Masehi. Ia menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati, Syarifah Khadijah. Pernikahan ini akhirnya menurunkan banyak kyai di Indonesia. Abu Hafs Sayyid Umar adalah guru dari Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, penasihat utama Sultan Iskandar Thani dari Aceh

SYARI'AT PERKAWINAN DAN HUKUMNYA



Oleh  : Ustadz. H. Ali Bazmul

         Motivasi dalam perkawinan : Islam sangat memotivasi setiap orang untuk menjalankan  suatu  perkawinan  sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Annahl 72 yang menyatakan :
1 . وَالله جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَةِ اللهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَ    ( النحل : 72 )
Allah menjadikan bagi kamu Istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagi kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezqi dari yang baik-baik. maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil ( Annl : 72 )
2 . وَانْكِحُوْا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَآءَ يُغْنِهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
    وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ     ( النور : 32 )  
Dan Kawinkanlah Orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang permpuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas ( pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui ( Annur : 32 )
         Bersabdahlah baginda Rasulullah Saw :
      3. اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ ( رواه مسالم )
Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah Wanita Shalehah ( HR. Muslim )
         4. أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لأَخْشَاكُمْ  ِللهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَآءَ
          فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ  ( متفق عليه )
Sungguh demi Allah ! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut diantaramu kepada Allah dan orang yang paling taqwa diantaramu kepada-Nya. Tetapi aku puasa dan aku juga berbuka dan aku shalat dan akupun tidur serta akupun mengawini wanita, maka barang siapa yang tak suka akan sunnahku maka bukanlah ia dari golonganku ( Muttafaq alaih ) .
        
         Hikmah perkawinan : Perkawinan sangat bermanfa’at terhadap pribadi manusia, dan secara social masyarakat dan terhadap kemanusiaan.
1.      Perkawinan adalah system alami untuk memenuhi kebutuhan naluriah manusia, psychis dan biologis, sebagaimana firman Allah Swt dalam S. Arrum 21
      وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً إِنَّ فِيْ    
      ذَلِكَ َلآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ ( الروم : 21 )
Dan salah satu tanda kebesaran Alla, bahwa Ia menciptakan bagimu dari dirimu sendiri istri-istrimu agar supaya engkau merasa cendrung padanya, dan menjadikan diantara kamu cinta kasih dan sayang, sesungguhnya dari yang sedemikian itu ada tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berfikir ( Arrum 21 )
2.      Perkawinan  adalah  merupakan  system  yang  baik  dalam  mengembangkan komunitas  
manusia   dan   memperbanyak   keturunan   dan   dalam   meraih  pahala  simak  sabdah 
                Rasulullah :
      تَزَوَّجُوْااْلوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  ( رواه البيهقي )
Kawinlah engkau wanita yang pencinta dan bisa  banyak melahirkan anak, agar nanti aku akan dapat membanggakan jumlahmu yang banyak itu dihadapan para nabi pada hari qiyamat ( Al-Baihaqi )
3.      Perkawinan adalah untuk menumbuhkan adanya rasa tanggung jawab dalam mengantarkan anak
keturunan mereka menuju masa dewasa, dan membangkitkan mereka menjadi giat beraktifitas dalam menunaikan kewajiban.
4.      Perkawinan adalah untuk menumbuhkan rasa kedisiplinan , istri menyelesaikan tugas pemeliharaan rumah agar supaya suami dapat menyelesaikan urusan luar rumahnya.
5.      Perkawinan untuk mengkokohkan ikatan antara keluarga yang saling berjauhan, maka dengan demikian dapat mencetuskan social masyarakat yang saling cinta kuat dan bahagia.

         Hukum perkawinan : Wajib kawin bagi orang yang telah mampu menjalankan, dan tumbuh ke inginan yang kuat dalam dirinya untuk berkawin, serta takut dengan terjadinya suatu perzinahan, namun apabila tumbuh ke-inginan yang kuat akan tetapi ia tak mampu menafkahinya hendaklah ia berbuat sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt dalam S.Annur 33






      وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لاَ يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ   ( النور : 33 )
Dan Orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian dirinya sehingga Allah Swt memampukan mereka dengan karunia-Nya ( Annur 33 )
         Dan sabdah baginda Rasulullah Saw :
      يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ
      يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ  ( متفق عليه )
Wahai sekalian pemuda barang siapa diantara kamu mampu berjima’ ( bersetubuh ) maka berkawinlah, karna hal itu lebih dapat mengekang pandangan dan lebih mampu memelihara kemaluan ( menyalurkan hasrat kemaluan ) dan barang siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa ( kuat menahan ) karna hal itu baginya dapat memutus buruknya hasrat birahi. ( Muttafaq alaihi )
         Adapun bagi seorang yang keras ke-Inginan  untuk berkawin dan ia mampu, selain itu ia mampu menahan  diri dari kemungkinan berzinah, dan dengan melajang ia merasa lebih tenang ber-Ibadah, maka perlu dimaklumi bahwa kependetaan itu bukan dari ajaran Islam .
         Berpaling dari kawin : Banyak orang tua muslimin mengikat ketat perkawinan, mereka meletakkan aturan yang menyulitkan untuk menuju kearah perkawinan dan  menghargai mahar dengan harga yang amat tinggi serta beban perkawinan yang sungguh sulit dijangkau sehingga sebagian pemuda-pemudi muslim sangat trauma menjalankan perkawinan, bahkan mereka menghindar  sama sekali dari perkawinan mereka lebih memilih  hidup membujang dan mereka  terjebak diantara  jerat yang takmasuk akal . Maka hal itu semua adalah merupakan tanggung jawab yang berat yang harus dipikul dan dipertanggung jawabkan oleh  ayah bundanya.
         Memilih Istri yang shalihah : Istri adalah sebagai tumpuan bagi lelaki, oleh karnanya wajib bagi setiap kita untuk memilih yang berkecendrungan terhadap agama sebagaimana sabdah Rasulullah Saw :
      تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ : لِمالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ  ( متفق عليه )
Dikawini Seorang wanita itu dengan empat Alternatif : -Karna hartanya.  –Karna keturunannya.  –Karna
kecantikannya.  –Karna agamanya, Maka pilihlah yang cendrung akan agamnya maka untunglah engkau
                                                                                                                                     ( HR. Muttafaq alaihi )
         Memilih Suami yang Shalih : Bagi Wali Wanita hendaklah memilih untuk putrinya orang yang ahli dalam agama dan yang dapat menerapkan dalam agamanya, sebagaimana yang disabdahkan Rasulullah Saw :
      إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ فَزَوِّجُوْهُ إِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ                                                                                                                                     
                                                                                                    ( رواه الترمِيذي )
Bila datang kepadamu seorang  yang  menyenangkan engkau dalam hal  akhlaq dan agamanya ( hendak meminang putrimu ). Maka segera kawinkanlah ia bila tidak engkau lakukan maka muncullah fitnah dan kerusakan yang luas                                                                                               ( HR .At- Tirmidzi )

         Polygami  : artinya kawin banyak tak berbilang ( ini bukan dari Islam ). Sedangkan yang datangnya dari Islam disebut AT- TA’ADDUD  ( Kawin berbilang ). Ini bagian dari syaria’at Allah Swt dan dilegitimasi dan dibenarkan oleh hukum, namun banyak orang yang mempersoalkan mempertentangkan dengan tafsiran bebas yang cendrung mengarah pada penolakan dan bahkan seorang wanita yang menyatakan Iman pada kitabullah pun ikut jijik bila mendapatkan para suami yang menjalankannya bahkan mereka menyatakan bahhwa Atta’addud tidak MANUASIAWI dan TIDAK BERPERASAAN, memang benar tidak manusiawi dan tidak berperasaan tapi RABBANI dan BERKE-IMANAN karna hal itu justru ditulis didalam Al-Qur’an dengan jelas sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt dalam  S. Annisa’ 3 :
         وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوْا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ
      خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً أَوْمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُوْلُوْا   ( النسآء : 3 )
Dan jika kamu khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap haq-haq perempuan yatim ( bilamana kamu mengawininya ). Maka kawinilah wanita-wanita  ( lain )  yang kamu senangi : dua, tiga. empat. Jika engkau khawatir  tidak akan berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya  ( Annisa’ 3 ) .
         Kata khiftum dalam ayat ini menyatakan  bila sekiranya dalam seseorang berta’addud tumbuh rasa kekhawatiran untuk tidak adil maka cukup satu saja ( satu sebagai alternative terakhir ), tapi bila tidak ada rasa khawatir mengapa tidak ?, sebab sebagian wanita ada yang tidak menuntut keadilan tapi yang mereka inginkan hanya sekedar pengayoman sedangkan dalam persoalan harta siwanita tadi sudah merasa lebih dari sekedar cukup, apakah hal seperti itu masih juga belum boleh ? sedangkan kalau ditanya tentang keadilan, dimana manusia yang mampu berbuat adil selain Rasulullah Saw ? coba lihat Ayat Allah yang menyatakan hal itu dalam  S. Annisa’ 129 :





      وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْا أَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ نِسَآءِكُمْ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
      وَإِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَإِنَّ اللهَ كَانَ عَفُوًّا رَّحِيْمًا  ( النسآء 129 )
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara Istri-istrimu walapun kamu sangat ingin berbuat yang sedemikian, karna itu janganlah kamu terlalu cendrung ( kepada yang kamu cintai ), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung, dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri ( dari kecurangan ) Maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang
                                                                                                                           ( S. Annisa’ 129 )
         Jadi inilah surat yang selalu dipersoalkan itu, padahal bagi setiap muslim mu’min tidak boleh ada yang memprotes seayatpun dari Al-Qur’an hanya karna merasa terusik perasaannya bila mereka benar-benar meng-Imaninya sebab tidak ada seseorang yang berhaq melarang kalau Allah membolehkan dan tidak boleh ada seorang yang membolehkan bila Allah melarangnya, coba simak ayat Allah Swt S. Annur ayat 1 yang berbunyi :
      سُوْرَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيْهَآ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ( النور 1 )
Ini adalah satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan menjalankan hukun-hukum yang ada didalamnya dan kami turunkan didalamnya ayat-ayat yang jelas, agar supaya kamu selalu mengingatinya
                                                                                                                                                     ( Annur 1 )
         Jadi janganlah sampai  ucapan yang pernah diucapkan Allah Swt pada Bani Isra’il yang melanggar firman Allah Swt dalam kitab Taurat berlaku juga atas kita semua dalam S. Al-Baqarah 85 :
         أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَآءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِيْ الْحَيَاةِ
      الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّوْنَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ( البقرة 85 )
Apakah kamu ber-Iman kepada sebagian isi kitab ( Taurat ) lalu kafir ( Ingkar ) pada sebagian yang lain? Maka balasan orang  yang diantaramu yang  berbuat seperti itu melainkan kenistaaan dalam kehidupan dunia dan pada hari qiyamat mereka dikembalikan pada siksa yang sangat berat, Allag tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.   ( S. Al-Baqarah 85 )
         Maka dengan ini bukannya kami mempromosikan AT-TA’ADDUD  melainkan maksud kami mengajak khususnya para Suami untuk mengingatkan para Istri agarsanya tidak terjebak pada kekafiran dan selalu mengedepan IMAN jangan hanya perasaan saja yang terdepan sehingga sempurnalah pengabdian kita terhadap Allah Swt. Maka ketika PERASAAN yang berada terdepan sudah barang tentu IMAN mesti  kalah, Namun seharusnya kita mengedepankan IMAN walau perasaan sebagai taruhannya namun sudah barang tentu maqom kita dan derajat kita menjadi tinggi dan menjulang.
         Tetapi sebagai catatan bagi para Suami apa yang saya sampaikan ini bukanlah angin segar yang menyenjukkan, ini sebenarnya kita berbicara tentang kewajiban dan tanggung jawab, mampukah para suami ini mendorong empat gerbong secara bersama-sama sementara satu gerbong saja sudah terengah-engah, jadi jangan merasa ini semua suatu hal yang mudah dijalankan sebab ini semua niscaya dipertanggung jawabkan dihadapan Ilahi rabby, sementara satu istri saja belum tentu sang suami mampu mengarahkan bagaimana bila dua, tiga, empat sekaligus, coba tenguk kedalam diri kita apakah sudah kita menunaikan tanggung jawab besar ini ?
                                                                                                              
                                                                                                      Wallahu ‘alam bisshawab     

   
                                       



   





          







HUKUM PERKAWINAN DALAM ISLAM
Oleh : Ustadz H. Ali Bazmul

Hukum Perkawinan :
         Wajib bagi orang yang mampu menjalankannya dan adanya dorongan sexual yang kuat dari dirinya (peningkatan libido) serta adanya rasa kekhawatiran terjebak dalam suatu perzinahan, hal ini dikarnakan memelihara dan menahan diri dari perbuatan haram ( zina ) adalah wajib hukumnya.
         Menurut Imam Alqurthubiy : Orang yang wajib menjalankannya, adalah orang yang mampu dan khawatir terjebak pada sesuatu yang haram pada dirinya, sehingga dikhawatirkan dapat merusak agamanya karna disebabkan membujang, maka solusinya adalah perkawinan.
         Dalam Hadits Nabi Saw diungkapkan :
يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرَجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ( متفق عليه )
Wahai sekalian pemuda barang siapa diantara kamu mampu berjima’ ( bersetubuh ) maka berkawinlah, karna hal itu lebih dapat mengekang pandangan dan lebih mampu memelihara kemaluan ( menyalurkan hasrat kemaluan ) dan barang siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa ( kuat menahan ) karna hal itu baginya dapat memutus buruknya hasrat birahi. ( Muttafaq alaihi )

         Sunnah bagi orang yang keras ke-Inginan  untuk berkawin dan ia mampu, selain itu ia mampu menahan  diri dari kemungkinan berzinah, dan dengan melajang ia merasa lebih tenang ber-Ibadah, maka perlu dimaklumi bahwa kependetaan itu bukan dari ajaran Islam  sebagaimana Rasulullah Saw bersabdah :
تَزَوَّجُوْا فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأَمَمِ وَلاَتَكُوْنُوْا كَرُهبَانِيَّةِ النَّصَارَى  ( رواه البيهقي )
Kawinlah engkau, agar nanti aku akan dapat membanggakan jumlahmu yang banyak dan janganlah kamu menjadi sebagaimana pendeta-pendeta nashrani ( Al-Baihaqi )
         Menurut Ibnu Abbas : Tak akan sempurna Ibadah seseorang sampai dia kawin

MENGANGKAT ORANG KAFIR SEBAGAI PEMIMPIN



( Sebuah Analisa Al-Qur'an )
Oleh : Ustadz Ali Bazmul
وَلَنْ تَرْضَى عَنكَ الْيَهُوْدُ وَلاَالنَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ  ( البقرة 120)
Orang-orang Yahudi dan Nashara tidak akan senang hingga engkau mengikuti
kecendrungan Agama mereka  ( Al-Baqoroh : 120 )
Ayat diatas pada hakikatnya menjelaskan dengan gamblang walaupun tanpa diuraikan dengan sebuah penafsiran, bagaimanakah sikap dan karakteristik orang-orang yahudi dan nashoro sesungguhnya.
            Mengapa Allah Swt, memperingatkan hal itu ? agarsanya orang-orang mu'min berhati-hati jangan sampai bergaul rapat bahkan menjadikan mereka (Orang-orang yahudi dan Nashoro) sebagai kawan dekat dan kawan kepercayaan mereka, apalagi bertauliyah (mengangkat mereka sebagai wali) bagi kaum muslimin, sungguh ceroboh dan sangatlah ironi ketika ayat Allah Swt tidak lagi dijadikan sebagai pedoman dan standart dalam menentukan nasib ummat ini, padahal Allah Swt dengan tegas melarang seorang mu'min bertauliyah pada seorang kafir dan yang bekerjasama dengannya, akan tetapi sebagian dari ummat Islam atas nama kepentingan politik mereka dengan gagahnya mengedepankan fatwa-fatwa para ulama mereka yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Swt, dan mereka membuka hubungan dengan orang kafir bahkan melicinkan jalan bagi mereka menuju kepemimpinan yang mampu mendatangkan penderitaan bagi ummat islam itu sendiri, mereka telah rela meruntuhkan ayat-ayat Allah Swt demi sebuah kedudukan, bahkan tidak segan-segan merendahkan ayat-ayat Allah Swt dengan mengutamakan hasil ra'yi (pendapat) para ulama mereka, demi melacarkan pembelaan mereka terhadap orang kafir.
            Maka belum jelaskah firman Allah atas mereka dalam surat Ali Imron 118 :
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لاَيَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً وَدُّوْا مَاعَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَهِهِمْ وَمَاتُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ أَكَبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْ لآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْن َ     هَآأَنْتُمْ أُوْلآَءِ تُحِبُّوْنَهُمْ وَلاَ يُحِبُّوْنَكُمْ وَتُؤْمِنُوْنَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوْكُمْ قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوْا عَلَيْكُمُ اْلأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ          
118. Hai orang-orang yang ber-Iman janganlah engkau menjadikan teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudlaratan bagimu. Mereka menghendaki apa yang menyebabkan kesusahan bagimu, telah nyata kebencian dari mulut-mulut mereka, sementara yang disembunyikan dalam hati mereka adalah lebih besar lagi, Sungguh telah kami jelaskan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya. 119. Beginilah engkau…! engkau menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai engkau, dan engkau beriman kepada kitab-kitab semuanya.  Apabila mereka menjumpai engkau..mereka berkata :" Kami ber-Iman" dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari lantaran marah dan bercampur benci terhadap engkau, Katakanlah (pada mereka) "Matilah kamu karena kemarahanmu itu" Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati..
            Ayat ini cukup memperjelas sikap dari orang-orang kafir dalam menghadapi kaum muslimin, sekaligus ayat ini membatalkan segala fatwa-fatwa yang membolehkan seorang muslim memilih orang kafir sebagai wali atau pemimpin dalam kehidupannya, bahkan ayat ini memerintahkan kepada orang yang mengatas namakan dirinya sebagai seorang muslim agar menunjukkan ketegasan dalam menghadapi mereka, dan janganlah sampai memberikan peluang sedikitpun


terhadap mereka, oleh sebab itu hanya orang yang fasiqlah yang membuka jalan bagi mereka dan hanya orang dholimlah yang membuka kesempatan untuk melicinkan segala keinginan mereka.
            Didalam firman Allah Swt Surat At-taubah 73 :
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ ( التوبة 73 )
            Wahai Nabi perangilah orang-orang kafir dan kaum munafiqin dan bersifatlah keras atas mereka dan tempat mereka adalah jahannam seburuk-buruk tempat kembali.
            Dalam ayat ini Nabi diperintahkan memerangi orang-orang kafir dan sekaligus orang-orang munafiq yang menjadi kaki tangan mereka dalam segala urusan mereka, bahkan Allah Swt melarang tegas bagi Baginda Rasulullah Saw, untuk bersikap lemah-lembut dalam menghadapi mereka, lantaran didalam hati orang-orang kafir itu terdapat suatu rencana besar untuk menistakan dan menghinakan ummat islam.
            Lebih jauh lagi Allah Swt menegaskan dalam surat At-taubah ayat 123 :
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَاتِلُوْا الَّذِيْنَ يَلُوْنَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوْا فِيْكُمْ غِلْظَةً وَاْعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
                                                                                     ( التوبة 123 )
            Hai orang-orang yang ber-Iman perangilah olehmu orang-orang kafir yang ada disekitarmu dan hendaklah mereka menemui darimu kekerasan dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.
            Ayat ini juga menegaskan lebih luas lagi, bukan hanya untuk diri pribadi Baginda Rasulullah Saw, akan tetapi untuk semua orang-orang yang ber-Iman agar jangan bersifat lemah-lembut terhadap mereka, bahkan Allah Swt memeritahkan agar orang-orang yang ber-Iman memerangi mereka dengan berbagai macam cara, karna sesungguhnya Allah Swt hanya bersama orang-orang yang bertaqwa yang senantiasa menunjukkan loyalitas mereka yang tinggi terhadap aturan-aturan-Nya.
            Maka ayat-ayat diatas cukup mengcounter pendapat-pendapat yang membolehkan ummat islam berdekatan dengan orang-orang kafir apa lagi dalam persoalan kepemimpinan ummat ini, Maka Allah Swt berfirman :                                             
أَفَحُكْمُ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ ( المائدة : 50)
       Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
            Dalam kaitannya memilih seorang pemimpin, yang seharusnya kita renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan Iman Al Hakim, Nabi Saw bersabda: "Barangsiapa yang memilih seseorang pemimpin atas dasar 'Ashobiyyah.( fanatisme ) ikut-ikutan ( taqlid buta ) semata didasarkan hanya pada pertimbangan emosional primordial, bukan atas dasar rasionalitas dan penilaian yang haq dan yang jernih, padahal di antara mereka terdapat orang yang lebih layak dan pantas dipilih dan diridhai Allah Swt, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya dan kaum muslimin.
            Sesungguhnya amat banyak ayat-ayat yang mengingatkan kita tentang metode pengangkatan seorang pemimpin, diantaranya dalam QS. Alli Imran, 3 : 28; Al Maa-idah, 5:51; An Nisaa', 4:138-139. Betapa sangat jelas dan tegas peringatan-peringatan Allah Swt tentang bagaimana mengangkat seorang menjadi pemimpin, jangankan orang kafir yang kita angkat sebagai seorang pemimpin, bahkan orang muslimpun hanyalah yang tunduk patuh serta taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, kemudian siap menegakkan syariat Allah Swt.


Maka dari itu tidak selayaknya lagi  bagi seorang muslim mengangkat seorang pemimpin  kafir, sementara ia mengenyampingkan orang yang mu'min, dengan keyakinan bahwa hanya si kafirlah yang terbaik, maka dari pandangan aqidah ia telah gugur keislaman dan ke-Imanannya.
Coba hayati khotbah pada awal kekhalifaan Abu Bakar Asshiddiq Ra, disaat beliau pertama kali menghadapi kaum muslimin sa'at itu, beliau menyampaikan kepada mereka iqrar dan janji beliau, "Wahai Kaum Muslimin, kini aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, akan tetapi hal itu tidaklah berarti bahwa aku orang yang terbaik di antara kalian semua. Oleh sebab itu bila aku benar, dukung dan bantulah aku, dan bila aku salah, luruskan dan peringatkan aku..! Ingatlah...! orang-orang yang lemah diantara kalian adalah kuat di hadapanku hingga aku serahkan segala hak kepadanya. Dan, orang-orang yang kuat diantara kalian adalah lemah dihadapanku hingga aku ambil yang bukan hak daripadanya. Maka taatilah aku selama aku mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya. Dan bila aku tidak taat, maka tidak ada kewajiban bagi kalian semua untuk mentaatiku".
Dengan iqrar itulah, Abu Bakar Asshiddiq Ra telah mengangkat Al-Ihsas Al-mas-uliy ( rasa tanggung jawab ) beliau dalam standart pengakuan dan ketulusan. Tanggung jawab seorang pemimpin yang mendapatkan amanah sekaligus mengungkapkan subtansi kepemerintahan yang lurus dan baik atas dasar keyakinan islam beliau. Dengan pernyataan iqrar, "kini aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, tetapi aku bukanlah yang terbaik di antara kalian".
Abu Bakar Asshiddiq Ra, telah memberi pelajaran yang berharga bagi kaum muslimin, bahwa kepemimpinan itu bukanlah untuk suatu keagungan, melainkan tugas dan kewajiban serta amanat yang harus ditunaikan, seorang pemimpin mampu memberikan bimbingan dan bukan kecongkaan dan kesombongan. Lalu Bagaimana mungkin seorang yang kafir dan munafiq harus membimbing orang-orang yang ber-Iman dan bertaqwa.
بَشِّرِ الْمُنَافِقِيْنَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيْمًا () اَلَّذِيْنَ يَتَّخِذُوْنَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَيَبْتَغُوْنَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ ِللهِ جَمِيْعًا ()
 “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. “ (An Nisaa 4:138-139)
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَتَّخِذُوْا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ اسْتَحَبُّوْا الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيْمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ ()
“Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang zalim”           (At Taubah:23)
Dari semua ayat-ayat diatas, tak satupun memberikan kompromi terhadap orang kafir dan orang munafiq, artinya semua kepentingan yang berkaitan dengan kepemimpinan ummat islam tak ada pintu yang terbuka untuk orang kafir atau orang munafiq, kecuali hanya bagi orang islam itupun bagi orang islam yang tunduk ta'at kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, Maka kepada siapa sebenarnya orang yang mendukung orang kafir itu berwala' dan dari siapa pula mereka berbarra'


حدثنا إسماعيل بن أبي إسماعيل ثنا إسماعيل بن عياش ثنا مبارك بن حسان السلمي عن الحسن البصري عن عبد الله بن مسعود عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : اِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ آفَةً تُفْسِدُهُ وَاِنَّ آفَةَ هَذَا الدِّيْنِ وُلاَةُ السُّوْءِ
        "Sesungguhnya segala sesuatu itu ada bencana yang dapat merusaknya sedangkan bencana agama itu adalah pemimpin yang buruk"
وقال أبو يعلى الموصلي : ثنا إسحاق بن أبي إسرائيل، ثنا عبد الصمد، ثنا حرب، ثنا يحيى، حدثني عمرو بن (زُنَيب) أن أنس بن مالك حدثه، أن معاذا قال: "يَا رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ لاَيَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِكَ، وَلاَ يَأْخُذُوْنَ بِأَمْرِكَ، فَمَا تَأْمُرُنِيْ فِيْهِمْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لاَ طَاعَةَ لِمَنْ لَمْ يُطِعِ اللهَ ".
            "Wahai Rasulullah Saw  !  Tidakkah engkau melihat apabila kami dipimpin oleh seorang pemimpin yang tidak bersunnah dengan sunnahmu, dan tidak mengikuti perintahmu, apa yang engkau perintahkan apabila aku ada ditengah-tengah mereka ? Maka Rasulullah saw bersabda : Tidak ada kewajiban ta'at terhadap orang yang tidak ta'at kepada Allah Saw.
            Dari hadits diatas menggambarkan bahwa kepemimpinan yang tidak sesuai dengan kehendak syari'at dan sunnah adalah merupakan kepemimpinan yang buruk, sementara kepemimpinan yang buruk itu merupakan bencana bagi dienul Islam, oleh sebab itu tak ada kewajiban bagi orang muslim untuk menta'atinya.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا     ( الأحزاب : 36 )
            Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak pul bagi perempuan yang mu'minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan asul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab : 36)

Tipe Pemimpin yang Ideal
1.    Muslim & mu'min
2.    'Aqil (berakal sehat dan luas pengetahuan serta mampu memutuskan suatu perkara)
3.    Amanah (dapat dipercaya tidak silau terhadap iming-iming duniawi)
4.    Jeli (Jeli terhadap apa yang dialami rakyatnya)
5.    Bertanggung jawab (menanggung apa yang diderita rakyatnya)
6.    Lurus aqidahnya (Jelas aqidahnya bukan sekedar Islam)
7.    Membela orang yang benar
8.    Istiqamah (tidak plin-plan)
9.    Adil (pada siapapun)
10.  Berani (menghancurkan segala kemungkaran)
11.  Jujur (tidak mengklabuhi rakyatnya)
12.  Merdeka (tidak membawa misi orang kafir)
13.  Tidak mengumbar janji dan mengingkarinya
14.  Menjadi wakil penyampai wahyu




Imam Ibnu Taimiyyah berkata : Ulil amri itu adalah orang yang berwenang atau memililki suatu perkara yaitu : orang yang menyuruh orang lain dan termasuk didalamnya penguasa, Ahlul Ilmi dan Ahlul Kalam. Maka Ulul Amri ada dua golongan : Yaitu Ulama' dan Umara'. Bila keduanya baik, maka baiklah semua manusia, tapi bila keduanya rusak, maka rusaklah semua, sebagaimana jawaban Abu Bakar As-Shiddiq ketika ditanya oleh seorang wanita Ahmusiyah :
مَا بَقَاؤُنَا عَلَى هَذَا اْلأَمْرِ ؟ قَالَ : مَااسْتَقَامَتْ لَكُمْ أَئِمَّتُكُمْ
"Apa yang menjadikan kita eksis dalam perkara (Agama) kita ? Beliau menjawab "selagi pemimpin-pemimpin kalian istiqamah (berlaku lurus) pada kalian. 

                                                               Wallahu a'lam bisshowab