Rabu, 27 Agustus 2014

Biografi Imam Malik

Biografi Imam Malik 3
Dalam perjalanan sejarah Islam, kodifikasi hadits merupakan salah satu bagian terpenting yang berfungsi menjaga kemurnian agama. Selama 1400 tahun lebih, para ulama mempelajari teks hadits, berusaha mengenali orang-orang yang meriwayatkannya, menetapkan status keabsahan hadits, dan kemudian menyebarkannya ke tengah umat dengan lisan mereka atau melalui usaha pembukuan. Sebuah usaha yang tidak sederhana yang membedakan teks-teks syariat Islam dibanding dengan teks ajaran lainnya.
Salah seorang ulama yang memiliki jasa besar dalam perkembangan dan pembukuan hadis adalah imam besar umat ini yang berasal dari Kota Madinah, ia adalah Malik bin Anas rahimahullah. Beliau adalah orang pertama yang membukukan hadits dalam kitabnya al-Muwatta.
Mari sejenak mengenal seorang imam yang mulia ini…
Nasab dan Masa Pertumbuhannya
Beliau adalah Abu Abdullah, Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Harits bin Ghuyman bin Khutsail bin Amr bin Harits. Ibunya adalah Aliyah bin Syarik al-Azdiyah. Keluarganya berasal dari Yaman, lalu pada masa Umar bin Khattab, sang kakek pindah ke Kota Madinah dan menimba ilmu dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menjadi salah seorang pembesar tabi’in.
Imam Malik dilahirkan di Kota Madinah 79 tahun setelah wafatnya Nabi kita Muhammad, tepatnya tahun 93 H. Tahun kelahirannya bersamaan dengan tahun wafatnya salah seorang sahabat Nabi yang paling panjang umurnya, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Malik kecil tumbuh di lingkungan yang religius, kedua orang tuanya adalah murid dari sahabat-sahabat yang mulia. Pamannya adalah Nafi’, seorang periwayat hadis yang terpercaya, yang meriwayatkan hadis dari Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan sahabat-sahabat besar lainnya, radhiallahu ‘anhum. Dengan lingkungan keluarga yang utama seperti ini, Imam Malik dibesarkan.
Awalnya, saudara Imam Malik yang bernama Nadhar lebih dahulu darinya dalam mempelajari hadits-hadits Nabi. Nadhar mendatangi para ulama tabi’in untuk mendengar langsung hadits-hadits yang mereka riwayatkan dari para sahabat. Kemudian Imam Malik pun mengikuti jejak saudaranya dalam mempelajari hadits. Beberapa waktu berlalu, Imam Malik melangkahi saudaranya dalam ilmu hadits. Kecemerlangannya semakin tampak karena Malik juga menguasai ilmu fiqh dan tafsir.
Perjalanan Menuntut Ilmu dan Menjadi Ulama Madinah 
Ibu Imam Malik adalah orang yang paling berperan dalam memotivasi dan membimbingnya untuk memperoleh ilmu. Tidak hanya memilihkan guru-guru yang terbaik, sang ibu juga mengajarkan anaknya adab dalam belajar. Ibunya selalu memakaikannya pakaian yang terbaik dan merapikan imamah anaknya saat hendak pergi belajar. Ibunya mengatakan, “Pergilah kepada Rabi’ah, contohlah akhlaknya sebelum engkau mengambil ilmu darinya.”
Imam Malik belajar dari banyak guru, dan ia memilih guru-guru terbaik di zamannya agar banyak memperoleh manfaat dari mereka. Di antara pesan dari gurunya yang selalu beliau ingat adalah untuk tidak segan mengatakan “Saya tidak tahu” apabila benar-benar tidak mengetahu suatu permasalahan. Salah seorang guru beliau yang bernama Ibnu Harmaz berpesan, “Seorang yang berilmu harus mewarisi kepada murid-muridnya perkataan ‘aku tidak tahu’.
Setelah mempelajari ilmu-ilmu syariat secara komperhensif, Malik bin Anas mulai dikenal sebagai seorang yang paling berilmu di Kota Madinah. Beliau menyampaikan pelajaran di Masjid Nabawi, di tengah-tengah penuntut ilmu yang datang dari penjuru negeri.
Salah satu hal yang menarik dari kajian fiqih yang beliau sampaikan adalah penafsiran-penafsiran hadits dan pendapat-pendapat beliau banyak dipengaruhi oleh aktifitas yang dilakukan penduduk Madinah. Menurut Imam Malik, praktik-praktik yang dilakukan penduduk Madinah di masanya tidak jauh dari praktik masyarakat Madinah di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penduduk Madinah juga mempelajari Islam dari para leluhur mereka dari kalangan para sahabat Nabi. Jadi kesimpulan beliau, apabila penduduk Madinah melakukan suatu amalan yang tidak bertentangan dengan Alquran dan sunnah, maka perbuatan tersebut dapat dijadikan sumber rujukan atau sumber hukum. Inilah yang membedakan Madzhab Imam Malik disbanding 3 madzhab lainnya.
Sifat dan Karakter Imam Malik
Dari segi fisik, Imam Malik dikarunia fisik yang istimewa; berwajah tampan dengan perawakan tinggi besar. Mush’ab bin Zubair mengatakan, “Malik termasuk seorang laki-laki yang berparas rupawan, matanya bagus (salah seorang muridnya mengisahkan bahwa bola mata beliau berwarna biru), kulitnya putih, dan badannya tinggi.” Abu Ashim mengatakan, “Aku tidak pernah melihat ahli hadits  setampan Malik.”
Selain Allah karuniai fisik yang rupawan, Imam Malik juga memiliki kepribadian yang kokoh dan berwibawa. Orang-orang yang menghadiri majlis ilmu Imam Malik sangat merasakan wibawa imam besar ini. Tak ada seorang pun yang berani berbicara saat ia menyampaikan ilmu, bahkan ketika ada seorang yang baru datang lalu mengucapkan salam kepada majlis, jamaah hanya menjawab salam tersebut dengan suara lirih saja. Hal ini bukan karena Imam Malik seorang yang kaku, akan tetapi aura wibawanya begitu terasa bagi murid-muridnya. Demikian juga saat murid-muridnya berbicara dengannya, mereka merasa segan menatap wajahnya tatkala berbicara. Wibawa itu tidak hanya dirasakan oleh para penuntut ilmu, bahkan para khalifah pun menghormati dan mendengarkan nasihatnya.
Imam Syafii yang merupakan salah seorang murid Imam Malik menuturkan, “Ketika melihat Malik bin Anas, aku tidak pernah melihat seoarang lebih berwibawa dibanding dirinya.” Demikian juga penuturan Sa’ad bin Abi Maryam, “Aku tidak pernah melihat orang yang begitu berwibawa melebihi Malik bin Anas, bahkan wibawanya mengalahkan wibawa para penguasa.”
Imam Malik juga dikenal dengan semangatnya dalam mempelajari ilmu, kekuatan hafalan, dan dalam pemahamannya. Pernah beliau mendengar 30 hadits dari Ibnu Hisyam az-Zuhri, lalu ia ulangi hadits tersebut di hadapan gurunya, hanya satu hadits yang terlewat sedangkan 29 lainnya berhasil ia ulangi dengan sempurna. Imam Syafii mengatakan,
إذا جاء الحديث، فمالك النجم الثاقب
“Apabila disebutkan sebuah hadits, Malik adalah seorang bintang yang cerdas (menghafalnya pen.).
Imam Malik sangat tidak suka dengan orang-orang yang meremehkan ilmu. Apabila ada suatu permasalahan ditanyakan kepadanya, lalu ada yang mengatakan, ‘Itu permasalahan yang ringan.” Maka Imam Malik pun marah kepada orang tersebut, lalu mengatakan, “Tidak ada dalam pembahasan ilmu itu sesuatu yang ringan, Allah berfirman,
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 5)
Semua permasalahan agama itu adalah permasalahan yang berat, khususnya permasalahan yang akan ditanyakan di hari kiamat.”
Imam Malik juga seorang yang sangat perhatian dengan penampilannya dan ini adalah karakter yang ditanamkan ibunya sedari ia kecil. Pakaian yang ia kenakan selalu rapi, bersih, dan harum dengan parfumnya. Isa bin Amr mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang yang berkulit putih ataupun merah yang lebih tampan dari Malik. Dan juga ian seseorang yang lebih putih dari pakaiannya.” Banyak riwayat-riwayat dari para muridnya yang mengisahkan tentang bagusnya penampilan Imam Malik, terutama saat hendak mengajarkan hadits, namun satu riwayat di atas kiranya cukup untuk menggambarkan kebiasaan beliau.
Hendaknya demikianlah seorang muslim, terlebih seseorang yang memiliki pengetahuan agama. Seorang muslim harus berpenampilan rapi, bersih, dan jauh dari bau yang tidak sedap. Sering kita lihat saudara-saudara muslim yang dikenal sebagai orang yang taat, mereka berpenampilan lusuh, pakaian tidak rapi karena jarang distrika atau karena lama tidak diganti, dan keluar bau tidak sedap dari tubuh atau pakaiannya, ironisnya ini terkadang terjadi saat shalat berjamaah. Agama kita sangat menganjurkan kebersihan dan Allah mencintai keindahan.
Firasat Yang Tajam
Sering kita dapati ketika membaca biografi orang-orang shaleh bahwasanya mereka memiliki firasat yang tajam. Demikian juga dengan Imam Malik bin Anas rahimahullah. Imam Syafii mengisahkan tentang gurunya ini sebuah kisah yang menunjukkan kuatnya firasat sang guru. Kata Imam Syafii, “Ketika aku tiba di Madinah, aku bertemu dengan Malik, kemudian ia mendengarkan ucapanku. Ia memandangiku beberapa saat dan ia berfirasat tentangku. Setelah itu ia bertanya, ‘Siapa namamu?’ Kujawab, ‘Namaku Muhammad.’. Ia kembali berkata, ‘Wahai Muhammad, bertakwalah kepada Allah, jauhilah perbuatan maksiat, karena aku melihat engkau akan mendapatkan suatu keadaan (menjadi orang besar pen.).”
Wafatnya
Imam Malik rahimahullah wafat di Kota Madinah pada tahun 179 H/795 M dengan usia 85 tahun. Beliau dikuburkan di Baqi’. Semoga Allah merahmati Imam Malik dan menempatkannya di surganya yang penuh dengan kenikmatan.

Baqi bin Makhlad rahimahullah

Pernahkah terpikirkan oleh Anda, bahwa zaman dahulu, ulama rela melakukan perjalanan antar benua demi menuntut ilmu agama?

Memang, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman ini, perjalanan seperti itu menjadi suatu hal yang biasa dan mudah. Pesawat terbang, kapal, kereta, dan berbagai sarana transportasi modern lainnya begitu mudah dijumpai di zaman ini. Sehingga perjalanan satu bulan yang ditempuh dengan berjalan kaki atau naik kuda, sekarang bisa dengan hitungan jam atau bahkan menit. Alhamdulillah, ini semua adalah kemudahan dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada umat manusia.

Perjalanan sejauh itu, keadaannya sangat berbeda dengan di zaman dulu, ketika belum ada alat transportasi secanggih saat ini. Tidak perlu ditanyakan lagi pengorbanan apa saja yang dilakukan untuk sampai tempat tujuan. Baik pengorbanan harta, waktu, dan tenaga. Belum lagi rintangan-rintangan yang dihadapi.

Namun, hal itu bukanlah suatu hal yang mencengangkan bagi para pendahulu kita, dari kalangan shahabat dan para ulama generasi setelahnya. Baqi bin Makhlad adalah satu bukti nyata yang menggambarkan semangat para ulama yang menggelora dalam menuntut ilmu agama. Beliau yang berasal dari benua Eropa karena tinggal di Spanyol, rela melakukan safar yang sangat jauh menuju Timur Tengah.

Beliau menempuh perjalanan sejauh itu, tentunya memakan waktu berbulan-bulan lamanya. Apalagi, menurut penuturan Al Qurthubi, Baqi bin Makhlad menembusnya hanya dengan jalan kaki. Beliau tidak pernah menaiki kendaraan seperti unta, kuda, atau yang semisalnya. Semua itu beliau lakukan demi satu tujuan yang mulia, yaitu menutut ilmu agama.

Kuniyah beliau adalah Abu Abdirrahman. Nama lengkapnya adalah Baqi bin Makhlad bin Yazid Al-Andalusi. Beliau tinggal di sebuah perkampungan yang bernama Qurthubah. Secara geografis, daerah ini masuk wilayah negara Spanyol di benua Eropa.

Saat itu, usia Baqi bin Makhlad masih sangat muda. Yaitu dua puluh tahun. Beliau memiliki fisik yang kuat dan perawakan yang tinggi. Hal ini ditunjang semangat beliau yang sangat tinggi untuk bertemu dengan Imam Ahmad di kota Baghdad.

Memang, di zaman beliau, popularitas sang imam begitu menggelegar di seantero negeri kaum muslimin. Tak terkecuali para ulama yang tinggal di negeri Maghrib (Maroko dan sekitarnya). Oleh karena itu, Baqi bin Makhlad sangat ingin bertemu dengan Imam Ahmad, kemudian belajar dan meriwayatkan hadits darinya.

Akhirnya, Beliau pun pergi meninggalkan kampung halaman. Untuk bertemu dengan Imam Ahmad yang tinggal nan jauh di sana. Bulan demi bulan beliau lalui. Sepanjang perjalanan, berbagai rintangan dihadapi dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Akan tetapi alangkah terkejutnya Baqi bin Makhlad, tatkala dalam perjalanan mendengar berita tentang cobaan yang menimpa Imam Ahmad. Yaitu fitnah Khalqul Qur’an, hingga beliau dicekal oleh penguasa Irak, dan dilarang untuk keluar rumah atau mengajar kaum muslimin. Penguasa Irak terpengaruh oleh pemikiran sesat, bahwa Al Quran adalah makhluk, bukan Kalamullah. Bahkan dengan kekuasaannya, raja memaksa siapa saja untuk meyakini akidah kekafiran ini.

Baqi bin Makhlad sangat sedih mendengar berita itu. Namun, hal itu sama sekali tidak menyurutkan semangatnya untuk menuntaskan perjalanannya sampai ke Baghdad.

Setibanya di Baghdad, pertama kali yang ia prioritaskan adalah mencari tempat tinggal yang layak untuk ditempati. Ia pun memutuskan untuk menyewa sebuah kamar sebagai tempat tinggal dan penyimpanan barang-barang bawaan.

Karena sejak awal maksud perantauannya adalah menuntut ilmu syar’i, maka beliau pun tidak ragu untuk bergegas mendatangi majelis-majelis ilmu di masjid Jami’ Baghdad. Di masjid tersebut, untuk kali pertamanya ia bergabung dengan sebuah majlis yang membahas tentang keadaan dan status para perawi (ilmu Jarh wa Ta’dil). Ada seorang ulama yang berbicara tentang keadaan para perawi. Apakah seorang perawi itu tsiqah (terpercaya keagamaan dan hafalannya), sehingga bisa diriwayatkan haditsnya. Atau sebaliknya, ia adalah seorang perawi yang dhaif (lemah), sehingga haditsnya tertolak. Itulah majelisnya Yahya bin Ma’in, seorang ulama jarh wa ta’dil yang sangat terkenal saat itu.

Baqi bin Makhlad rahimahullah pun memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik mungkin. Beliau bertanya perihal orang-orang yang pernah dijumpai. Tak terkecuali, ia bertanya kepadanya tentang Imam Ahmad. Yahya bin Ma’in menjawab, “Itulah dia imamnya kaum muslimin, orang terbaik dan paling mulia di antara mereka.”

Setelah peristiwa itu, Baqi bin Makhlad keluar dari masjid dan mencari rumah Imam Ahmad. Atas takdir Allah subhanahu wa ta’ala, ada seseorang yang berbaik hati untuk menunjukkan rumah sang imam. Setibanya di depan rumah, ia pun mengetuk pintu. Tidak lama, keluarlah seorang laki-laki menyambutnya. Baqi bin Makhlad mengatakan, “Wahai Abu Abdillah, aku adalah orang asing yang rumahnya sangat jauh. Ini adalah kali pertama aku masuk ke negeri ini. Aku adalah seorang pencari hadits dan pengikut sunnah. Tidaklah aku melakukan perjalanan jauh ini, melainkan untuk bertemu denganmu.”

Imam Ahmad rahimahullah mempersilahkannya untuk masuk. Beliau lantas bertanya, “Dari mana asalmu?” Ia menjawab, “Dari daerah maghrib yang jauh.” Sang Imam kembali bertanya, “Dari Afrika?” Ia menjawab, “Bukan. Lebih jauh lagi, negeri setelah Afrika. Aku harus menyeberangi lautan untuk sampai di Afrika. Aku tinggal di Andalus.” Setelah mengetahui tempat tinggalnya yang sangat jauh, sang imam berkata, “Sungguh tempatmu sangat jauh. Tidak ada yang lebih aku sukai daripada memberikan bantuan yang baik kepada orang sepertimu. Hanya saja aku sekarang sedang diuji, dengan sesuatu yang mungkin telah sampai beritanya kepadamu.”

Baqi bin Makhlad rahimahullah berkata, “Ya. Sungguh beritanya telah sampai kepadaku. Ini adalah kali pertama aku masuk ke dalam negeri ini. Sehingga aku tidak dikenal di sini. Jika anda mengizinkanku, aku akan datang setiap hari menemuimu dengan penampilan seorang peminta-minta. Aku akan mengatakan di depan pintu rumah anda, sebagaimana yang dikatakan oleh pengemis. Lalu anda keluar. Andaikan anda tidak menyampaikan kepadaku setiap harinya kecuali hanya satu hadits saja, maka itu sudah cukup bagiku.”

Imam Ahmad rahimahullah menjawab, “Baiklah. Tapi dengan syarat engkau tidak boleh menampakkan diri di dalam forum-forum majelis ilmu, dan tidak pula di kalangan para ahli hadits.” Ia pun menerima persyaratan tersebut.

Keesokan harinya, Baqi bin Makhlad mengambil sebatang ranting pohon dan melilitkan kain pada kepalanya. Adapun kertas dan tinta disembunyikan di balik lengan bajunya. Tatkala sampai di pintu rumah Imam Ahmad, Baqi bin Makhlad berkata dengan suara yang lantang, “Bersedekahlah, semoga Allah merahmatimu!” Maka Imam Ahmad keluar menemuinya kemudian menutup pintu. Beliau menyampaikan dua hadits, tiga, atau bahkan lebih.

Periwayatan hadits seperti ini terus berlangsung hingga berakhirlah cobaan yang menimpa Imam Ahmad rahimahullah. Sehingga, sang imam diberi kesempatan lagi untuk menyampaikan hadits dan pengajaran kepada kaum muslimin di berbagai halaqah. Baqi bin Makhlad pun tiada pernah ketinggalan menghadiri halaqah-halaqah tersebut. Wajar jika sang Imam sangat memperhatikan dan memuliakannya. Seringkali nama Baqi bin Makhlad disebut-sebut dalam majelis. Bahkan beliau mendapat predikat dari sang Imam sebagai pencari ilmu yang sesungguhnya.

Selama menimba ilmu dari Imam Ahmad, tidak selamanya Baqi bin Makhlad bisa menjalaninya tanpa ada halangan suatu apa. Pernah suatu ketika ia jatuh sakit selama beberapa hari. Akibatnya, ia tidak bisa menghadiri majelis-majelis periwayatan hadits.

Imam Ahmad merasa sangat kehilangan. Sehingga bertanya kepada sebagian hadirin tentang kabarnya. Tatkala ada yang mengatakan bahwa ia sedang sakit, dengan disertai sekian banyak orang, sang Imam bergegas menuju penginapannya. Saat itu keadaan Baqi bin Makhlad cukup menyedihkan. Karena ia berada seorang diri di sebuah kamar sewaan. Dalam keadaan tertidur beralaskan tikar dan hanya ditemani buku-bukunya yang berantakan.

Tiba-tiba, datanglah pemilik penginapan untuk memberitahukan tentang kedatangan Imam Ahmad beserta rombongan. Setibanya di sana, Imam Ahmad berusaha untuk menghibur dan membesarkan harapan Baqi bin Makhlad. Beliau rahimahullah mengatakan, “Wahai Abu Abdirrahman (Baqi bin Makhlad), berbahagialah dengan meraih pahala Allah. Sungguh engkau telah menjalani hari-hari sehatmu dengan baik. Sekarang tibalah hari-hari sakitmu. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memuliakanmu dengan keselamatan dan mengusapkan kesembuhan kepadamu dengan tangan kanan-Nya.”

Baqi bin Makhlad rahimahullah berkisah, “Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabulkan doa Imam Ahmad. Setelah beliau keluar, maka orang-orang berduyun-duyun mengunjungiku. Mereka membawa berbagai bentuk bantuan. Seperti kasur, makanan, minuman, perawatan, dan yang lainnya. Sungguh luar biasa perhatian mereka. Bahkan, melebihi perhatian kedua orang tuaku.”

Demikianlah sepenggal kisah keteladanan perjuangan salaf kita dalam menuntut ilmu. Semoga bisa menjadi pelajaran dan renungan bagi kita semua. Lihatlah berbagai pengorbanan Baqi bin Makhlad, ‘hanya’ dalam rangka mencari hadits dan menuntut ilmu. Mulai dari perjalanan fantastis antara benua yang beliau lakukan, lalu penyamaran beliau sebagai pengemis agar bisa mendapatkan hadits. Sampai ujian sakit yang beliau alami selama menuntut ilmu di negeri orang, tanpa kehadiran satu pun anggota keluarga untuk merawatnya. Semuanya dijalani dan dihadapi dengan penuh kesabaran.

Lalu bagaimana dengan kita? Apa yang telah kita korbankan untuk menuntut ilmu agama atau mendakwahkannya?! Perjuangan apa yang telah kita lakukan?! Ingatlah, bahwa ilmu ini tidak akan bisa diraih dengan jasad yang santai dan bermalas-malasan. Sejauh mana pengorbanan dan upaya yang dilakukan oleh seorang hamba dalam menuntut ilmu, maka sejauh itu pula Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan balasan baik di akhirat nanti.

Sungguh, apa yang selama ini kita lakukan belum ada apa-apanya dibandingkan dengan pengorbanan beliau. Itulah Al-Imam Baqi bin Makhlad semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati beliau. Allahu a’lam.

KISAH EMAS IMAM AHMAD BIN HANBAL

“Wahai Imam, engkau sekarang ini adalah pemimpin umat dan semua orang mengikutimu, Demi Allah jika engkau mengakui al Qur’an adalah Makhluk, niscaya semua orang akan mengatakan yang serupa padamu, dan jika engkau tidak mengucapkanya maka orang banyak tidak mengucapkanya, sementara itu jika engkau tidak mati dibunuh oleh al Ma’mun, toh engkau juga akan mati, bertakwalah pada Allah dan jangan turuti kemauan mereka”

KISAH EMAS IMAM AHMAD BIN HANBAL rahimahullah



Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam beserta para shahabatnya yang mereka ridha pada Allah dan Allah pun ridha pada mereka dan senantiasa akan selalu ada sekelompok yang mengikutinya dan membela mereka, adapun Syi’ah Allah akan laknat dengan kebesaran selaknatNya sesuai keagunganNya, Syi’ah bukanlah bagian dari Islam, Syi’ah adalah Agama Kafir si pembunuh, si pengkhianat, dan sekandung dengan anak monyet Yahudi Laknatullah.

Ujian dalam hidup merupakan sebuah yang lumrah, setiap orang mempunyai ujian, setiap orang mempunyai permasalahan, apapun permasalahan itu dan apapun ujian itu sebaik-baik adalah bersabar, sebaik-baik kesabaran adalah pada pertama kali anda bersikap ketika mendapatkan musibah, Ujian dalam kehidupan tidak menimpa manusia yang awam, ujianpun bisa dating kepada orang-orang ‘alim yakni para ulama terlebih lagi seorang ulama yang berpegang teguh pada aqidah ash shahihah begitu banyak ujiannya baik dari kalangan luar islam seperti kaum Yahud, Nashrani, Syi’ah Rafidhah, serta kaum musyrikin dan dalam islam itu sendiri seperti Kelompok-kelompok sesat , Mu’tazilah, Jahmiyyah, Jabriyyah, Asy’ariyyah, Maturidiyyah yang mana mereka beranak cucu melahirkan firqah/aliran tersendiri.

Sudah selayaknya kita mendulang faedah dari sikap para ‘ulama yang senantiasa berpegang teguh pada Dien agama ini, terkhusus pada seorang Ulama yang ‘alim, memiliki keutamaan, Pendekar Sunnah beliau Adalah al Imam Ahmad Bin Hanbal radhiyallahu’anhu betapa teguhnya beliau menjaga aqidah ash shahihah, menjaga sunnah Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, oleh karena itu tatkala kita menghadapi ujian dan mendapatkan cobaan dari Rabb-nya yang sedang mengujinya, maka termasuk yang dapat mendatangkan keteguhan. Allah jadikan ucapan-ucapanya bermanfaat menguatkan setiap langkah, mendatangkan ingatan kepada Allah, perjumpaan dengan-Nya, Surga-Nya dan Neraka-Nya, maka Kisah al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah menjadikan kita lebih bersemangat untuk menekuni ilmu syar’I yang membuahkan keteguhan terhadap Aqidah Ashahihah.

Kaum Muslimin rahimahullah.. ketahuilah kejadian pada masa Imam Ahmad Bin Hanbal rahimahullah adalah kejadian yang membuahkan emas bagi sunnah, kejadian yang sunnah hidup setelahnya namun paatut kita renungkan kejadian yang membuahkan emas tentu tidak semudah memperjuangkannya perlu keimanan dan keteguhan serta mengorbankan diri, al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah hidup pada zaman yang mana penguasayang bernama Khalifah al Ma’mun yang mewajibkan pada rakyatnya untuk mengatakan sebuah kalimat kufur yakni ”al Qur’an adalah Makhluk” , dengan keimanan beliau yang kuat berpegang diatasnya dan beliau adalah ulama umat yang membawa banyak kaum muslimin, dimana langkah beliau dalam menanggapi perintah penguasa dzalim al Ma’mun untuk mengatakan “al Qur’an adalah makhluk” ini dinantikan oleh banyak kaum muslimin, kiranya Al Imam mengatakan al Qur’an adalah makhluk maka kaum muslimin serentak mengatakan demikian, namun al Imam Ahmad bin Hanbal dengan keimanan yang kuat tidak mengucapkan kalimat kufur tersebut, dan dengan sikap beliau yang teguh untuk tidak mengatakan al Qur’an Makhluk mengakibatkan beliau di penjara, dirantai serta disiksa oleh pecut yang mana jika pecut itu ditimpa pada anak unta maka anak unta tersebut akan mati, ini membuktikan betapa keras pecutan tersebut pada imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, perlu diketahui kita sebagai muslim wajib mengimani bahwa al Qur’an adalah kalamullah Bukan Makhluk.. al Qur’an adalah perkataan Allah bukan makhluk, dan al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah telah menuliskan disebuah kitab beliau tentang dalil-dalil bahwa al Qur’an adalah Makhluk dalam kitab Ushulus Sunnah.

IMAM AHMAD DIRANTAI DAN DIANCAM DIBUNUH DENGAN PEDANG

Dalam keadaan terbelenggu rantai, Imam Ahmad menghadap penguasa dzalim al Ma’mun sementara hukuman berat telah mengancam dirinya sebelum dia sampai ketempatnya, sehingga pembantu imam ahmad berkata kepada al Imam : “Aku Sungguh khawatir wahai Abu Abdillah (Imam Ahmad), sebab al Ma’mun telah menghunuskan pedangnya yang selama ini belum pernah dia lakukan, dan atas kerabatnya dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dia telah bersumpah, jika engkau tidak menuruti kehendaknya untuk menyatakan bahwa Al Qur’an adalah Makhluk niscaya dia akan membunuhmu dengan pedang tersebut.” [ al Bidayah wan Nihayah 1/332 ]

Dari riwayat diatas mengisahkan bahwa pembantu Imam Ahmad tidak ingin terjadi pembunuhan kepada al imam, maka pembantu al imam memberi usul pada al Imam untuk menuruti perkataan al Ma’mun yang penting hati kita tidak menyetujuinya, Namun al Imam Ahmad tetap teguh pada imannya dan tidak ingin mengucapkan kalimat kufur itu. Disisi lain ada seseorang bernama Abu Ja’far al Anbari, kemudian beliau saking ingin mensuport al imam dalam menghadap al Ma’mun sampai berkorban melewati sungai eufrat,

Abu Ja’far al Anbari berkata : “Aku diberitahu saat Imam Ahmad dibawa menghadap al Ma’mun, maka aku segera menyebrangi sungai eufrat, setelah tiba aku dapati Imam Ahmad ditempatnya, maka aku member salam padanya”

lalu Imam Ahmad berkata padaku : “Wahai Abu Ja’far, engkau telah menyusahkan dirimu,” ( maksud Imam ahmad “Ngapain jauh-jauh kesini, hanya menyusahkan dirimu saja “)

lalu aku menjawab : “Wahai Imam, engkau sekarang ini adalah pemimpin umat dan semua orang mengikutimu, Demi Allah jika engkau mengakui al Qur’an adalah Makhluk, niscaya semua orang akan mengatakan yang serupa padamu, dan jika engkau tidak mengucapkanya maka orang banyak tidak mengucapkanya, sementara itu jika engkau tidak mati dibunuh oleh al Ma’mun, toh engkau juga akan mati, bertakwalah pada Allah dan jangan turuti kemauan mereka”.

Maka Imam Ahmad Menangis seraya berkata “Masya Allah”.

Kemudian beliau berkata : “Wahai Abu Ja’far Ulangilah…”, maka aku mengulanginya dan beliau berkata : “Masya Allah”.

Riwayat diatas menjelaskan betapa pentingnya peran dari seorang Imam Ahmad Bin Hanbal sebagai Ulama pada masa-nya , dengan kata lain bahwa umat senantiasa menunggu fatwa beliau agar kaum muslimin bersikap sesuai fatwa beliau, ini membuktikan al Imam Ahmad adalah Ulama panutan pada masanya sampai-sampai abu ja’far menyeberangi sungai eufrat, yang awalnya al Imam menggap itu perkara yang menyusahkan abu ja’far sedangkan abu ja’far hanya menyampaikan kepada Al Imam untuk mensuport agar tidak mengatakan “al Qur’an Makhluk” maka Al Imam terharu dan menangis. [ Siyar a’lam Nubala]

UMAT ISLAM MENARUH HARAPAN PADA IMAM AHMAD BIN HANBAL rahimahullah

Dalam al Bidayah wan Nihayah, diriwayatkan bahwa seorang baduiberkata kepada Imam Ahmad : “Wahai Imam, engkau adalahutusan umat, janganlah engkau mengecewakan mereka, engkau adalah pemimpin Umat, janganlah engkau memenuhi seruan al Ma’mun ( untuk mengatakan al Qur’an Makhluk ), sehingga mereka akan mengikutimu maka engkau akan menanggung dosa-dosa mereka pada hari kiamat, jika engkau mencintai Allah maka bersabarlah, atas apa yang engkau derita kini, mereka tidak ada penghalang antara engkau dan surga kecuali selain terbunuhnya engkau” Lalu al Imam Ahmad berkata : “Ucapanya semakin menguatkan tekadku atas sikap aku ambil yakni menolak apa yang Al Ma’mun serukan padaku ( untuk mengatakan Al Qur’an Makhluk]” [al Bidayah wan Nihayah 1/332]
Masya Allah sungguh amat terharu penulis mengetik kisah ini, sangat-sangat jauh berbeda keadaan pada kondisi kaum muslimin saat ini, dimana kaum muslimin sibuk dengan pekerjaan dan kesibukan lalu jauh dari para ulama ddan jauh pula dari ilmu, dan tentu berbeda pula keadaan orang yang dianggap ustadz saat ini, berucap kemusyrikan / kekufuran amat ringan dilidah seperti Tawasul pada selain Allah, Istighatsah pada selain Allah, berucap sesuai pada hawa nafsu nya sendiri.

Maka dari sini kita bisa ambil betapa pentingnya peranan ulama ditengah kaum muslimin, dan betapa utama-nya jika kaum muslimin haus akan ilmu syar’i yang dekat dengan para ulama. Sehingga ulama sekaliber al Imam Ahmad dengan aqidah yang penuh, bisa bersabar akan kondisi yang ada meskipun diancam dibunu oleh peguasa, tak akan gentar dalam diri imam ahmad. Sungguh berbeda dengan sebagian kaum muslimin sekarang kesabaran atas kedzaliman penguasa merupakan sifat yang lembek, sifat penjilat dst, padahal seberapa dzalim antara pemerintah kita denga penguasa DIMASA Imam Ahmad, tentu lebih dzalim pada masa Imam Ahmad namun beliau tetap sabar.

MUHAMMAD BIN NUH [ MURID IMAM AHMAD YANG SETIA PADA AL HAQ ]

Suatu hari al Imam bercerita tentang Muhammad bin Nuh, Muhammad bin Nuh adalah seorang murid/reka yang setia dalam ketabahan didalam penjara bersam Imam Ahmad, al Imam Ahmad berkata tentang Muhammad bin Nuh : “Tidak perah aku melihat seseorang dengan usianya yang masih muda dan keterbatasan ilmunya yang lebih lurus daripada Muhammad bin Nuh, aku berharap dia mendapatkan Husnul Khatimah, Muhammad bin Nuh bicara padaku : “Wahai Abu Abdillah, camkanlah sesungguhnya engkau bukanlah sepertiku, engkau adalah orang yang menjadi panutan orang sedang menjulurka lehernya kepadamu menanti apa yang beliau ucapka, bertakwalah pada Allah, dan teguhlah dijalan Allah.” Maka ketika dia meninggal aku menshalati dan menguburkanya [siyar a’lam a Nubala 11/242]

PERKATAAN CAHAYA IMAN DIHATI IMAM AHMAD rahimahullah

Suatu Saat Imam Ahmad berkata dalam penjara :” Aku tidak peduli dengan penjara, bagiku penjara dan rumah sama saja, begitu juga dengan pedag yang akan membunuhku, akan tetapi yang aku takutkan adalah cambukan”. Ucapan Imam Ahmad yang terakhir yakni “akan tetapi yang aku takutkan adalah cambukan”.perkataan ini menjadi perhatian bagi para penghuni penjara lainya, dan salah satu penghuni penjara berkata untuk meghibur kepada Imam Ahmad :”Tidak usah khawatir wahai Abu Abdillah, paling hanya dua kali cambukan, selebihnya engkau tidak aka tahu dibagian mana egkau akan cambuk.”[siyar A’lam Nubala 11/240]

Kamis, 21 Agustus 2014

JENAZAH YG HIDUPNYA TIDAK SHALAT...

Ketika perang teluk berlangsung, aku sedang berada di Mesir dan sebelum perang meletus, aku sudah terbiasa menguburkan mayat di Kuwait yang aku ketahui dari masyarakat setempat. Salah seorang familiku menghubungiku meminta agar menguburkan ibu mereka yang meninggal.

Kami buka lubang masuknya dan kami turunkan dari pundak kami. Namun tiba-tiba jenazahnya terlepas dan terjatuh ke dalam dan tidak sempat kami tangkap kembali hingga aku mendengar dari gemeretak tulangnya yang patah ketika jenazah itu jatuh. Aku melihat ke dalam ternyata kain kafannya sedikit terbuka sehingga terlihat auratnya. Aku segera melompat ke jenazah dan menutup aurat tersebut.



Lalu dengan susah payah aku menyeretnya ke arah kiblat dan aku buka kafan di bagian mukanya. Aku melihat pemandangan yang aneh. Matanya terbe-lalak dan berwarna hitam. Aku menjadi takut dan segera memanjat ke atas dengan tidak menoleh ke belakang lagi.

Setelah sampai di apartemen, aku menghubungi salah seorang anak perempuan jenazah. Ia bersumpah agar aku menceritakan apa yang terjadi saat memasukkan jenazah ke dalam kuburan. Aku berusaha untuk mengelak, namun ia terus mendesakku hingga akhirnya terpaksa harus memberitahukannya. Ia berkata, Ya Syaikh (panggilan yang sering diucapkan kepada seorang ustadz-red), ketika anda melihat kami bergegas keluar dikarenakan kami melihat wajah ibu kami menghitam, karena ibu kami tidak pernah sekalipun melaksanakan shalat dan meninggal dalam keadaan berdandan.

Kisah nyata ini menegaskan bahwa Allah SWT menghendaki agar sebagian hamba-Nya melihat bekas Su-ul khatimah hamba-Nya yang durhaka agar menjadi pelajaran bagi yang masih hidup. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan pelajaran bagi orang-orang yang beraka

kisah nyata yag menginspirasi

Selasa malam itu, setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam.

Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak.



Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, “Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah isteri dan anak saya?”

Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. ” Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu tidak kedinginan” Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan langsung saya berikan jaket saya.

Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.

“Tunggu sebentar disini bu!” pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. Dan alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali memberikannya kepada ibu tersebut. “Ini bu,.. kasih ke anak ibu!” selanjutnya mereka meminumnya berdua.

Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat “Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya” sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi…(dia menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya.

“Ya” jawab saya singkat.

“Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya.

“Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya pergi.” Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah. “Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.

Pak kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya.

Karena perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan. “ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!” saya berusaha menjelaskannya. “Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya” kembali ibu tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun.

Tiba tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya.

Dia meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.

Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. “Gila.Saya benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan semua didalamnya” dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar meng-ikhlaskan semuanya. “Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya biar bisa lebih ikhlas” dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan tidur.

Keesokan paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu saya.

Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.

“Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala..

Segera saya buka kotak tersebut dan “Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ;

” Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di Depok, tetapi saya jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih.

Segera saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut.(copas dari sebuah milis..)-- Yaa Alloh.. Terima kasih atas nikmat dari-Mu utk berjuang menjemput rizki halal utk keluarga kami.. Hikz

4 AYAT ANTI GALAU!

Zaman sekarang berbagai masalah makin kompleks. Entah itu komplikasi dari masalah keluarga yang tak kunjung selesai, masalah hutang yang belum terbayar, bingung karena ditinggal p
ergi oleh sang kekasih, ataupun masalah-masalah lain. Semuanya bisa membuat jiwa seseorang jadi kosong, lemah atau merana.

“Galau!!” merupakan sebuah kata-kata yang sedang naik daun, di mana kata-kata itu menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Tak hanya laku di facebook atau twitter saja, bahkan di media televisi pun orang-orang seakan-akan dicekoki dengan kata-kata “galau” tersebut.

Pada dasarnya, manusia adalah sesosok makhluk yang paling sering dilanda kecemasan. Ketika seseorang dihadapkan pada suatu masalah, sedangkan dirinya belum atau tidak siap dalam menghadapinya, tentu jiwa dan pikirannya akan menjadi guncang dan perkara tersebut sudahlah menjadi fitrah bagi setiap insan.

Jangankan kita manusia biasa, bahkan Rasulullah pun pernah mengalami keadaan keadaan galau pada tahun ke-10 masa kenabiannya...

Jangankan kita sebagai manusia biasa, bahkan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam pun pernah mengalami keadaan tersebut pada tahun ke-10 masa kenabiannya. Pada masa yang masyhur dengan ‘amul huzni (tahun duka cita) itu, beliau ditinggal wafat oleh pamannya, Abu Thalib, kemudian dua bulan disusul dengan wafatnya istri yang sangat beliau sayangi, Khadijah bintu Khuwailid.

Sahabat Abu Bakar, ketika sedang perjalanan hijrah bersama Rasulullah pun di saat berada di dalam gua Tsur merasa sangat cemas dan khawatir dari kejaran kaum Musyrikin dalam perburuan mereka terhadap Rasulullah. Hingga turunlah surat At-Taubah ayat 40 yang menjadi penenang mereka berdua dari rasa kegalauan dan kesedihan yang berada pada jiwa dan pikiran mereka.

Jangan Galau, Innallaha Ma’ana!
Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kami” (QS. At Taubah: 40)

Ayat di atas mungkin dapat menjadikan kita agar lebih merenungi lagi terhadap setiap masalah apapun yang kita hadapi. Dalam setiap persoalan yang tak kunjung terselesaikan, maka hadapkanlah semua itu kepada Allah Ta’ala. Tak ada satupun manusia yang tak luput dari rasa sedih, tinggal bagaimana kita menghadapi kesedihan dan kegalauan tersebut.

Allah telah memberikan solusi kepada manusia untuk mengatasi rasa galau yang sedang menghampiri jiwa...

Adakalanya, seseorang berada pada saat-saat yang menyenangkan, tetapi, ada pula kita akan berada pada posisi yang tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjdai takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya.

Tetapi, Allah Ta’ala juga telah memberikan solusi-solusi kepada manusia tentang bagaimana cara mengatasi rasa galau atau rasa sedih yang sedang menghampiri jiwa. Karena dengan stabilnya jiwa, tentu setiap orang akan mampu bergerak dalam perkara-perkara positif, sehingga dapat membuat langkah-langkahnya menjadi lebih bermanfaat, terutama bagi dirinya lalu untuk orang lain.

Berikut ini adalah kunci dalam mengatasi rasa galau;

1. Sabar
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi cobaan yang tiada henti adalah dengan meneguhkan jiwa dalam bingkai kesabaran. Karena dengan kesabaran itulah seseorang akan lebih bisa menghadapi setiap masalah berat yang mendatanginya.

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah 153).

Selain menenangkan jiwa, sabar juga dapat menstabilkan kacaunya akal pikiran akibat beratnya beban yang dihadapi.

2. Adukanlah semua itu kepada Allah
Ketika seseorang menghadapi persoalan yang sangat berat, maka sudah pasti akan mencari sesuatu yang dapat dijadikan tempat mengadu dan mencurahkan isi hati yang telah menjadi beban baginya selama ini. Allah sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari:

“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah 5).

Ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka akan meringankan beban berat yang kita derita...

Mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang banyak sekali dalam mengeluh, tentu ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka semua itu akan meringankan beban berat yang selama ini kita derita.

Rasulullah shalallahi alaihi wasallam ketika menghadapi berbagai persoalan pun, maka hal yang akan beliau lakukan adalah mengadu ujian tersebut kepada Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah tempat bergantung bagi setiap makhluk.

3. Positive thinking
Positive thinking atau berpikir positif, perkara tersebut sangatlah membantu manusia dalam mengatasi rasa galau yang sedang menghinggapinya. Karena dengan berpikir positif, maka segala bentuk-bentuk kesukaran dan beban yang ada pada dalam diri menjadi terobati karena adanya sikap bahwa segala yang kesusahan-kesusahan yang dihadapi, pastilah mempunyai jalan yang lebih baik yang sudah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya;

“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs Al-Insyirah 5-6).

4. Dzikrullah (Mengingat Allah)
Orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan. Tentunya akan menjadikan nilai positif bagi dirinya, terutama dalam jiwanya. Karena dengan mengingat Allah segala persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan. Dan sudah merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.

Bersabar, berpikir positif, ingat Allah dan mengadukan semua persoalan kepada-Nya adalah solusi segala persoalan...

Sebagaimana firman-Nya:

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram” (Qs Ar-Ra’du 28).

Berbeda dengan orang-orang yang lalai kepada Allah, yang di mana jiwa-jiwa mereka hanya terisi dengan rasa kegelisahan, galau, serta kecemasan semata. Tanpa ada sama sekali yang bisa menenangkan jiwa-Nya.

Tentunya, sesudah mengetahui tentang faktor-faktor yang dapat mengatasi persoalan galau, maka jadilah orang yang selalu dekat kepada Allah Ta’ala. Bersabar, berpikir positif, mengingat Allah, serta mengadukan semua persoalan kepada-Nya merupakan kunci dari segala persoalan yang sedang dihadapi. Maka dari itu, Janganlah galau, karena sesungguhnya Allah bersama kita.

Ayat Al-Quran yang Dikagumi Yahudi

Bagi kaum Muslim, mengagumi Al Quran barangkali menjadi hal yang biasa. Apalagi dengan penemuan-penemuan terakhir dari para ilmuwan yang kian mengokohkan kebenaran Al Quran. Di antaranya, bulan yang pernah terbelah, adanya sungai bawah laut hingga penemuan jejak arkeologi kaum-kaum terdahulu. Memang semua tidak disebutkan, karena Al Quran menerangkan hanya sebagian dari kisah kaum terdahulu yang akan ditampakkan bekas-bekasnya.

“Itu adalah sebagian dari berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.” (QS. Huud, 11: 100)

Ternyata, bukan hanya kaum Muslimin dan ilmuwan berakal saja yang mengagumi Al Quran, sebagai kitab yang tetap terjaga keshahihannya. Bahkan sejak dulu kaum Yahudi juga mengagumi Al Quran. Dalam sebuah riwayat dikisahkan perbincangan antara ‘Umar bin Khattab dan Yahudi.

Dari Thariq bin Syihab, ia mengatakan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Umar bin Khattab:
“Kalian membaca sebuah ayat dalam Kitab (al-Qur’an) kalian. Sungguh apabila ayat itu turun kepada kami bangsa Yahudi, tentu hari turunnya ayat itu akan kami jadikan sebagai hari raya.”
Umar bertanya: “Ayat yang mana?”
Mereka menjawab, “Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku untukmu.” (Al-Maidah: 3)
Umar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku betul-betul mengetahui hari apa ayat itu turun kepada Rasulullah dan saat apa ayat itu turun. Ayat itu turun kepada Rasulullah pada sore hari Arafah, hari Jum’at.”
Percakapan di atas juga menegaskan, semestinya seorang muslim, bangga dengan keislamannya, sebab Allah telah menjamin kesempurnaan Islam. Dengan kebenaran dan kesempurnaan Islam, seorang muslim tidak perlu lagi bingung mencari sistem yang lebih baik ketimbang Islam.

Imam Thabrani telah mengeluarkan riwayat hadits dari Abu Dzar al-Ghifari yang menyatakan, “Rasulullah telah meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang mengepakkan sayapnya di udara melainkan beliau telah menyebutkan ilmu kepada kami setiap kali kepakan sayap burung itu.”

Dengan kebenaran dan kesempurnaan Islam, dunia pernah merasakan buahnya kurang lebih seribu tahun, sejak Rasulullah hingga kekhilafahan Turki Utsmani pecah pada tahun 1924 masehi.
Jika orang Yahudi saja bisa berkata seperti itu, apakah sebagai muslim kita tidak bangga dengan Islam?

Indahnya Al-Qur'an Sebagai Motivator Terhebat

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (nasib) suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du:11).

Pada tahun 1970 Presiden Korea Selatan Park Chung Hee pernah mendatangi masjid Baiturahman Aceh, ia terkesima ketika membaca sebuah text (Al-Qu’ran) diatas.
Sang presiden penasaran dengan arti ayat itu , lalu ia bertanya kepada salah seorang jamaah masjid. Dan ia pun menjelaskan terjemahannya. Park Chung Hee kaget dan demikian terinspirasi oleh ayat itu. Pemahaman dan kata-kata hikmah menembus hatinya lalu menyatu dalam dirinya. Kemudian ia pun kembali ke negaranya dan menjadikan ayat itu sebagai tagline bangsanya. Dan hasilnya benar! Tak berapa lama, Korea Selatan pun berubah menjadi negara maju, disegani dan dapat mengubah nasib rakyatnya menjadi lebih baik dan sejahtera. Subhanallah.



Kesimpulan: Kita tidak perlu motivator dengan berbagai motivasi, ketika Al-Qur’an dan Sunnah NabiNya telah merasuk dalam sukma sanubari. Tak heran 15 abad yang lalu di daerah terpencil yang tidak pernah di kenal oleh dunia, mencuat nama Muhammad shallalahu alaihi wa sallam dengan Al-Qur’an. Sehingga Islam bersinar ke semua penjuru dunia sampai saat ini.
Sunggu rugi sekali jika kita tidak mau berinteraksi dengan Al-Qur’an dan hadist, karena tanpa keduanya hidup tidak ada berkah.

10 Racun Dalam Diri Kita yang Tidak Disadari

1. Racun pertama : Menghindar

Gejalanya: Lari dari kenyataan, mengabaikan tanggung jawab, padahal dengan melarikan diri dari kenyataan, kita hanya akan mendapatkan kebahagiaan semu yang berlangsung sesaat.

Antibodinya: Realitas

Cara: Berhentilah menipu diri. Jangan terlalu serius dalam menghadapi masalah karena rumah sakit jiwa sudah dipenuhi pasien yang selalu mengikuti kesedihannya dan merasa lingkungannya menjadi sumber frustasi. Jadi, selesaikan setiap masalah yang dihadapi secara tuntas dan yakinilah bahwa segala sesuatu yang terbaik selalu harus diupayakan dengan keras.



2. Racun kedua : Ketakutan

Gejalanya: Tidak yakin diri, tegang, cemas yang antara lain bisa disebabkan kesulitan keuangan, konflik perkawinan, problem seksual, dll.

Antibodinya: Keberanian

Cara: Hindari menjadi sosok yang bergantung pada kecemasan. Ingatlah, 99 persen hal yang kita cemaskan tidak pernah terjadi. Keberanian adalah pertahanan diri paling ampuh. Gunakan analisis intelektual dan carilah solusi masalah melalui sikap mental yang benar. Keberanian merupakan proses reedukasi. Jadi, jangan segan mencari bantuan dari ahlinya, seperti psikiater atau psikolog.

3. Racun ketiga : Egoistis

Gejalanya: Materialistis, agresif, lebih suka meminta daripada memberi.

Antibodinya: Bersikap sosial

Cara: Jangan mengeksploitasi teman. Kebahagiaan akan diperoleh apabila kita dapat menolong orang lain. Perlu diketahui, orang yang tidak mengharapkan apapun dari orang lain adalah orang yang tidak pernah merasa dikecewakan.

4. Racun keempat : Stagnasi

Gejalanya: Berhenti satu fase, membuat diri kita merasa jenuh, bosan, dan tidak bahagia.

Antibodinya: Ambisi

Cara: Teruslah berkembang, artinya kita terus berambisi di masa depan kita. Kita kan menemukan kebahagiaan dalam gairah saat meraih ambisi kita tersebut.

5. Racun kelima : Rasa rendah diri

Gejalanya: Kehilangan keyakinan diri dan kepercayaan diri serta merasa tidak memiliki kemampuan bersaing.

Antibodinya: Keyakinan diri

Cara: Seseorang tidak akan menang bila sebelum berperang, yakin dirinya akan kalah. Bila kita yakin akan kemampuan kita, sebenarnya kita sudah mendapatkan separuh dari target yang ingin kita raih. Jadi, sukses berawal pada saat kita yakin bahwa kita mampu mencapainya.

6. Racun keenam : Narsistik

Gejalanya: Kompleks superioritas, terlampau sombong, kebanggaan diri palsu.

Antibodinya: Rendah hati

Cara: Orang yang sombong akan dengan mudah kehilangan teman, karena tanpa kehadiran teman, kita tidak akan bahagia. Hindari sikap sok tahu. Dengan rendah hati, kita akan dengan sendirinya mau mendengar orang lain sehingga peluang 50 persen sukses sudah kita raih.

7. Racun ketujuh : Mengasihani diri

Gejalanya: Kebiasaan menarik perhatian, suasana yang dominan, murung, merasa menjadi orang termalang di dunia.

Antibodinya: Sublimasi

Cara: Jangan membuat diri menjadi neurotik, terpaku pada diri sendiri. Lupakan masalah diri dan hindari untuk berperilaku sentimentil dan terobsesi terhadap ketergantungan kepada orang lain..

8. Racun kedelapan : Sikap bermalas-malasan

Gejalanya: Apatis, jenuh berlanjut, melamun, dan menghabiskan waktu dengan cara tidak produktif, merasa kesepian.

Antibodinya: Kerja

Cara: Buatlah diri kita untuk selalu mengikuti jadwal kerja yang sudah kita rencanakan sebelumnya dengan cara aktif bekerja. Hindari kecenderungan untuk membuat keberadaaan kita menjadi tidak berarti dan mengeluh tanpa henti.

9. Racun kesembilan : Sikap tidak toleran

Gejalanya: Pikiran picik, kebencian rasial yang picik, angkuh, antagonisme terhadap agama tertentu, prasangka religius.

Antibodinya: Kontrol diri

Cara: Tenangkan emosi kita melalui seni mengontrol diri. Amati mereka secara intelektual. Tingkatkan kadar toleransi kita. Ingat bahwa dunia diciptakan dan tercipta dengan keberagaman kultur dan agama.

10. Racun kesepuluh : Kebencian

Gejalanya: Keinginan balas dendam, kejam, bengis.

Antibodinya: Cinta kasih

Cara: Hilangkan rasa benci. Belajar memaafkan dan melupakan. Kebencian merupakan salah satu emosi negatif yang menjadi dasar dari rasa ketidakbahagiaan. Orang yang memiliki rasa benci biasanya juga membenci dirinya sendiri karena membenci orang lain. Satu-satunya yang dapat melenyapkan rasa benci adalah cinta. Cinta kasih merupakan kekuatan hakiki yang dapat dimiliki setiap orang.

Semoga bermanfaat dan Salam Santun Ukhuwah KarenaNYA

Sir George Bernard Shaw

(The Genuine Islam, Singapore, Vol. 1, No. 8, 1936)

“Jika ada agama yang berpeluang menguasai Inggris bahkan Eropa – beberapa ratus tahun dari sekarang, Islam-lah agama tersebut.”

“Saya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Ini adalah satu-satunya agama yang bagi saya memiliki kemampuan menyatukan dan merubah peradaban. Saya sudah mempelajari Muhammad sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil ’sang penyelamat kemanusiaan”.



“Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia : Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini”.

“Dia adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Dia membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan sosial dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang”.

“Dia adalah Muhammad (SAW). Dia lahir di Arab tahun 570 masehi, memulai misi mengajarkan agama kebenaran, Islam (penyerahan diri pada Tuhan) pada usia 40 dan meninggalkan dunia ini pada usia 63. Sepanjang masa kenabiannya yang pendek (23 tahun) dia telah merubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan yang Esa, dari peperangan dan perpecahan antar suku menjadi bangsa yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum tak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur, dari kebobrokan ke keagungan moral. Sejarah manusia tidak pernah mengenal tranformasi sebuah masyarakat atau tempat sedahsyat ini bayangkan ini terjadi dalam kurun waktu hanya sedikit di atas DUA DEKADE.”

“Sungguh tidak mungkin, Muhammad itu seorang pendusta. Dan kalaupun ia berbuat dusta, dia tidak akan mampu membawa agama yang menakjubkan ini. Demi Allah, seorang pendusta tidak akan mampu mendirikan sebuah rumah yang megah, jika ia tidak memahami berbagai material dan jenis bahan bangunan. Apalagi hendak membangun suatu mahligai yang tinggi dan kekar bangunannya, seperti halnya agama Islam ini, yang kekuatan dan kebesarannya bisa berlangsung berabad-abad lamanya.”

Bernard Shaw berkata :

“Saya yakin, kalau ada seorang lelaki seperti Muhammad diberi wewenang memegang tumpuk pemerintahan secara mutlak di seluruh dunia, pastilah pemerintahannya itu akan berhasil baik dan tentulah ia akan memerintah ke jalan kebaikan, untuk memecahkan berbagai problema dengan meyakinkan serta memberikan kepada dunia kedamaian dan kebahagian yang didambakan.

Dimanakah Tembok Besi Tempat Ya’juj Ma’juj Ditahan?

gunung-tembok-besi-02.jpg
Apa pun tentang keberadaan dinding penutup tersebut, ia memang terbukti ada sampai sekarang di Azerbaijan dan Armenia. Tepatnya ada di pegunungan yang sangat tinggi dan sangat keras. Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam maupun Rusia, terletak di republik Georgia.
Al-Syarif al-Idrisi menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, staf peneliti pada masa Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Konon, Al-Watsiq pernah
bermimpi tembok penghalang yang dibangun Iskandar Dzul Qarnain untuk memenjarakan Ya’juj-Ma’juj terbuka. Mimpi itu mendorong Khalifah untuk mengetahui perihal tembok itu saat itu, juga lokasi pastinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu Sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Tersebut dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.
Rombongan Sallam berangkat ke Armenia. Di situ ia menemui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia ia berangkat lagi ke arah utara ke daerah-daerah Rusia. Ia membawa surat dari Ishaq ke penguasa Sarir, lalu ke Raja Lan, lalu ke penguasa Faylan (nama-nama daerah ini tidak dikenal sekarang). Penguasa Faylan mengutus lima penunjuk jalan untuk membantu Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj-Ma’juj.
27 hari Sallam mengarungi puing-puing daerah Basjarat. Ia kemudian tiba di sebuah daerah luas bertanah hitam berbau tidak enak. Selama 10 hari, Sallam melewati daerah yang menyesakkan itu. Ia kemudian tiba di wilayah berantakan, tak berpenghuni. Penunjuk jalan mengatakan kepada Sallam bahwa daerah itu adalah daerah yang dihancurkan oleh Ya’juj dan Ma’juj tempo dulu.
Selama 6 hari, berjalan menuju daerah benteng. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj Ma’juj berada. Sallam kemudian pergi menuju pegunungan Ya’juj-Ma-juj. Di situ ia melihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.
Dalam Nuzhat al-Musytaq, gambaran Sallam tentang tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detail (Anda yang ingin tahu bentuk detailnya, silakan baca: Muzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, karya al-Syarif al-Idrisi, hal. 934 -938).
Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya-juj-Ma-juj itu.

Ya’juj-Ma’juj sendiri, menurut penuturan al-Syarif al-Idrisi dalam Nuzhat al-Musytaq, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, dan membunuh suku-suku lain. Mereka pembuat onar dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya’juj dan Ma’juj kepada Iskandar Dzul Qarnain, Raja Macedonia.
Iskandar kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi. Menjelang Kiamat nanti, pintu itu akan jebol. Mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai turunnya Nabi Isa al-Masih.
Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya-juj-Ma-juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian SamarkanD (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.
Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah, pegunungan Ya’juj-Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Soalnya di sebelah Barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.

Ya Rabb..Matikanlah Saya…dan hidupkanlah Ayahku…!!





Pagi ini kubangun dengan cepat sebagaimana kebiasaanku..walaupun ini hari libur, begitupula anakku Reem, terbiasa dengan bangun lebih pagi.

Lalu Saya duduk di ruang kerjaku dan mulai menyibukkan diri dengan buku-buku dan lembaran-lembaran kertasku..

“Mama, apa yang kau tulis?”

“Saya menulis surat untuk Rabb, nak”

“Apakah kau mengizinkaku untuk membacanya mama?”

“Tidak anakku sayang, ini surat yang sangat special dan tidak kuizinkan siapa pun membacanya”

kukeluarkan Reem dari ruang kerjaku, dan dia sangat sedih, namun kuyakin ia telah terbiasa dengan perlakuan ku itu, karena penolakanku bukan sekali ini saja tapi telah berulang kali

Berlalu beberapa pekan kejadian itu, hingga suatu hari Saya masuk ke kamar Reem dan dia sangat terkejut gugup dengan kedatanganku…Ada apa?mengapa ia seperti itu?

“Reem…apa yang sedang kau tulis?”

Kuliahat ia makin gugup dan menjawab “ Tidak mama…ini sesuatu yang spesial”

Apa gerangan yang telah dituliskan seorang anak sembilan tahun, dan ia khawatir untuk kuketahui??!!

“ Saya menulis surat untuk Rabb, sepertimu ….”

Ucapannya terputus tiba-tiba, lalu ia meneruskan “ tapi…apakah yang kita tulis ini akan sampai pada-Nya mama?

“Tentu anakku…sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu…”

Ia tetap tak mengizinkan ku membaca apa yang telah ditulisnya, Saya pun keluar dari kamarnya dan menemui suamiku Rasyid yang sedang sakit untuk membacakannya koran pagi sebagaimana biasanya, lisanku membaca baris demi baris isi koran namun fikiranku tak lepas dari anakku…ternyata Rasyid memperhatikan ekspresiku… dan menduga bahwa dirinya sebab kesedihanku… ia mencoba meyakinkanku untuk menghadirkan perawat untuknya… agar bebanku sedikit berkurang…

Ya Ilahi, sungguh Saya tak pernah berfikir demikian..kudekap dan kukecup kepalanya yang dipenuhi beban dan peluh karena memikirkan diri ini dan anaknya Reem..dan membuatku turut bersedih hari ini..lalu kusampaikan padanya sebab resah dan sedih ku…

Hari ini Reem kesekolah, dan ketika ia kembali kerumah ,dokter sedang terburu-buru memeriksa Ayahnya yang sakit, ia pun duduk disamping ayahnya memberi semangat dengan penuh cinta.

Sebelum Dokter beranjak pergi, ia menjelaskan kepadaku bahwa keadaan Rasyid semakin memburuk. dan seolah Saya lupa kalau Reem masihlah sangat kecil, hingga tanpa kasihan padanya Saya berterus terang bahwa hati ayahnya yang dipenuhi cinta untuk Reem kini telah melemah, dan ia hanya mampu bertahan hidup tidak lebih dari 3 pekan lagi. Hancur hati Reem, ia mulai menangis dan berkata :

“Mengapa semua ini menimpa Ayah? mengapa?”

“Doakanlah kesembuhan untuk Ayah Reem, kita harus melewati semua ini dengan tegar, dan tidak melupakan rahmat Allah, sungguh Dia Maha Kuasa atas segala yang terjadi..dan kau sudah besar..” Reem menyimak semua apa yang diucapkan Ibunya, berusaha menghilangkan kesedihannya, menepis jauh rasa sakitnya dan berusaha untuk tampak tegar, kemudian berkata : “ Ayah ku tak akan mati “

Setiap pagi Reem mencium pipi ayahnya yang hangat, namun pagi ini ia menciumnya dengan tatapan kasih penuh harap, dan berkata : “ Semoga suatu hari nanti kau bisa mengantarku seperti teman-temanku yang lain…” , Ayahnya seketika diserbu keharuan dan kesedihan namun berusaha ia tutupi, ia berkata : “ InsyaAllah, akan datang hari dimana Saya akan mengantarmu Reem..” dan ia yakin ucapannya barusan tak akan pernah mampu menyempurnakan kebahagiaan putri kecilnya.

Kuantar Reem kesekolahnya, dan setiba di rumah tiba-tiba rasa ingin tahu akan surat yang ditulis Reem untuk Allah muncul, maka kumencari dikamarnya, namun setelah pencarian yang panjang ku tak menemukannya. Dimana surat itu???! Apakah ia merobek setelah menulisnya??!

Hah…mungkin di kardus ini, kardus yang ia minta dariku berulang kali, maka kukosongkan dan kuberikan padanya..Ya Ilahiy…kardus ini berisi surat yang sangat banyak…dan semuanya untuk Allah!

**Ya Rabb…Ya Rabb..matikanlah anjing Sa’id tetangga kami …karena ia telah membuatku takut!!

**Ya Rabb...Biarkanlah kucing kami melahirkan anak yang banyak..menggantikan anak-anaknya yang banyak mati!!!

**Ya Rabb…Luluskanlah sepupuku…karena Saya mencintainya!!

**Ya Rabb…Jadikanlah bunga-bunga di kebun kami tumbuh dengan cepat…untuk Saya petik dan berikan ke guruku tiap harinya!!

Dan banyak lagi surat-surat yang lain, yang begitu lugu ia tuliskan dan surat terakhir yang kubaca berbunyi :

**Ya Rabb..kuatkanlah akal pembantu kami..agar tidak membebani ibuku..

Ya Ilahiy, semua suratnya telah terjawab, anjing tetangga kami telah mati lebih dari sepekan yang lalu, kucing kami pun telah melahirkan anak yang banyak, Ahmad telah lulus dengan nilai yang tinggi, bunga-bunga bermekaran dengan cepat, dan Reem memetiknya tiap hari untuk gurunya…

Ya Ilahiy, mengapa Reem tak menuliskan surat dan memohon untuk kesembuhan Ayahnya dari sakit??...!!

Sedih bercampur bingung meliputi hatiku…belum juga reda sampai Saya dikagetkan deringan telpon, pembantu kami mengangkatnya lalu memanggilku,

“ Nyonya…dari guru Reem..”

“Iya, ada apa bu?ada apa dengan Reem?apa dia melakukan sesuatu?”

Ia menyampaikan bahwa Reem jatuh dari lantai 4..ketika ia membawakan bunga gurunya yang tidak hadir di sekolah hari ini.. ia menjulurkan kepalanya dari balkon.. bunganya terjatuh…dan ia pun terjatuh..

Pukulan yang sangat keras bagiku tak mampu kuberbuat apapun begitu pula Rasyid..dan keterkejutan ini membuatnya tak mampu menggerakkan lisannya sejak hari itu

“Mengapa Reem harus meninggal…Saya sungguh tak mampu memikirkan kematian putriku tercinta..”

Dan kini seolah Saya menipu diriku sendiri dengan kesekolah Reem tiap pagi seperti mengantarnya, kukerjakan semua apa yang ia senangi untuk kulakukan, semua sudut rumah mengingatkanku padanya, senantiasa kuteringat suara tawa nya yang menghidupkan suasana di rumah ini..beberapa tahun berlalu…namun terasa hanya beberapa hari saja…berjalan begitu lambat

Pagi hari jum’at…tiba-tiba pembantu kami datang dan ia ketakutan berkata..bahwa ia mendengar suara berasal dari kamar Reem…Ya Ilahiy, apakah masuk akal kalau Reem kembali?? ini gila..

“Kamu mengkhayal..” Saya belum pernah menginjakkan kaki di kamar ini sejak kematian Reem..

Rasyid bersikeras agar Saya ke kamar Reem dan melihat ada apa disana..

Kumasukkan kunci di pintu dengan hati was-was …kubuka pintu dan tak sanggup mengendalikan diri..Saya duduk dan terus menangis…kuhempaskan badanku di tempat tidurnya..ahh…kenangan!!

Reem pernah menyampaikan berulang kali padaku kalau tempat tidurnya bergeser jika ia bergerak, dan mengeluarkan suara…dan Saya selalu lupa untuk memanggil tukang kayu untuk memperbaikinya…tak ada guna lagi sekarang…

Tapi, dari mana asal suara tadi…ya, itu suara dari jatuhnya lukisan ayat kursi yang ia hias karena sangat semangat membacanya tiap hari sampai ia menghafalkannya..

Ketika Saya mengangkatnya untuk memasang kembali, Saya menemukan secarik kertas yang ia taruh dibelakang lukisan…Ya Ilahiy, ini salah satu suratnya…Apa gerangan isi surat ini??!! dan mengapa Reem meletakkannya di belakang tulisan ayat mulia??!! surat ini salah satu dari surat-surat yang dituliskannya untuk Allah…dan di dalamnya tertulis :

**Ya Rabb…Ya Rabb..Matikanlah Saya…dan hidupkanlah Ayahku…!!

ORBIT BULAN


Dan telah Kami tetapkan bagi bulan
manzilah manzilahnya,(Phase-phase)
(sehingga setelah dia sampai pada manzilah yang terakhir)
kembali lah dia dalam bentuk tandan yang sudah tua
(Surah Yaa Siin ayat 39 )

Bulan dengan volumenya yang besar dan posisi jaraknya yang sangat ideal,mengunci pusat rotasi bumi.hal ini memungkinkan terjadinya kondisi iklim yang sesuai untuk bumi dan menciptakan media yang memungkinkan tumbuh kembang nya kehidupan di bumi.dan hal ini telah berlangsung selama jutaan tahun.


Ada ilmuwan yang menyatakan bahwa titik inti bumi tetap dalam bentuk cairnya disebabkan pengaruh gravitasi bulan.hal inilah yang membuat planet bumi bisa mempertahankan medan magnetiknya,yang mana tanpa medan magnetik ini,maka radiasi dari luar angkasa akan menghancurkan seluruh kehidupan di bumi.seandainya tidak ada bulan,maka bumi akan menyelesaikan rotasinya dalam waktu 10 jam.yang tentunya akan berdampak serius pada kehidupan di bumi.adanya gaya tarik pada gelombang di lautan memperlambat rotasi bumi.

Semua formasi ini,termasuk massa dan kecepatan perputaran bulan,adalah hasil dari perhitungan yang luar biasa akuratnya dari Allah swt  pada masa terciptanya bulan.Dalam ayat ke 39 dari Surah Yaa siin diatas,perhitungan matematik atas gerakan bulan tersebut diistilahkan sebagai “Qadar”.jarak bulan dengan bumi,massanya  dan kecepatan kala revolusinya.jarak posisinya dengan matahari dan gravitasinya,semua pengaturan tersebut terancang secara matematis.dan diungkapkan dengan istilah “Qadar.”dan “Qadar”tersebut telah di tentukan sebelumnya.

Sedikit saja ada kesalahan dalam perhitungan tersebut,maka seluruh kehidupan di bumi ini akan berakhir.bulan bukanlah hanya sekedar aktor dalam sebuah malam yang romantik,objek pemujaan dalam keindahan puisi,namun juga sahabat tak terpisahkan bagi kehidupan di bumi.bentuk orbit bulan yang memiliki manzilah manzilah,(phase) mengakibatkan pada phase terakhirnya dia akan membentuk tandan yang tua.

Bulan mengelilingi bumi dalam waktu 27 hari.7 jam,43 menit,11 detik.kata “Qomar”(bulan) disebutkan sebanyak 27 kali dalam Al Quran.bentuk orbit bulan berliku liku,ketika bumi mengelilingi matahari,bulan mengellilingi bumi dalam orbit yang berbeda beda.jejak bentuknya membentuk kurva dan spiral.dengan hanya satu bagian wajah bulan saja yang menghadap kearah bumi.

Istilah Arab untuk menggambarkan gerakan orbit ini adalah “Urjun”.(bentuk tandan kurma) istilah ini ditambahkan kata “tua”.sebagaimana kita bisa lihat bahwa tandan kurma yang tua membentuk huruf S.istilah ini ternyata sangat sesuai untuk menggambarkan bagaimana orbit bulan tersebut.karena bentuk orbit bulan,walaupun tidak dapat terlihat secara mata telanjang dari bumi dan hanya dapat diketahui melalui perhitungan para ilmuwan,ternyata memang berbentuk seperti tandan kurma yang tua.membentuk seperti huruf S.

THAAWUS IBN KAISAN (Allah Permalukan Penguasa Lalim Yang Hendak Mempermalukannya!!)

“Aku tidak pernah melihat seorang pun yang seperti Thaawus ibn Kaisan” (‘Amr ibn Dinar)

Dengan lima puluh bintang (sahabat Nabi SAW) dari bintang-bintang hidayah ia mengambil sinarnya lantas cahaya meliputinya dan terpancarlah cahaya atasnya...cahaya di hatinya...cahaya di lisannya...dan cahaya yang berjalan di hadapannya.

Ia lulus di bawah asuhan lima puluh tokoh ‘Perguruan Muhammad.’ Ternyata ia adalah satu potret dari sahabat Rasulullah SAW dalam kekokohan iman, ketulusan tuturkatanya, kecongkokan terhadap fana dunia dan rela berkorban hingga mati demi mendapatkan keridlaan Allah serta kelantangan menyuarakan kalimat kebenaran sekali pun mahal harganya.

‘Perguruan Muhammad’ telah mengajarinya bahwa agama adalah nasehat; nasehat bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para imam kaum Muslimin dan orang awamnya.

Pengalaman hidup telah menunjukinya bahwa kebaikan seluruhnya bermula dari Waliyul amri dan berakhir padanya. Apabila pemimpin baik, rakyat menjadi baik, dan bila rusak rakyat ikut rusak.

Dialah ‘Dzakwaan ibn Kaisan’ yang berjuluk ‘Thaawus’*. Ini adalah julukan yang dilekatkan padanya karena ia adalah Thaawus al-‘Ulama’ (burung merak para ulama) dan pemimpin bagi mereka semasanya.

Thaawus ibn Kaisan adalah penduduk Yaman. Tampuk kekuasaan wilayah Yaman ketika itu dipegang oleh Muhammad ibn Yusuf ats-Tsaqafi saudara al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi (seorang tirani). Al-Hajjaj telah mengangkatnya sebagai gubernur Yaman setelah kekuasaannya sudah menjadi besar dan kekuatannya bertambah. Bahkan wibawanya semakin bertambah setelah berhasil mengalahkan Abdullah ibn az-Zubair.

Pada diri Muhammad bin ats-Tsaqafi menurun karakter buruk kakaknya, al-Hajjaj, sayangnya tak sebuah kebaikan pun yang ia turunkan dari kakaknya itu.

Pada suatu pagi yang dingin di musim dingin, Thaawus ibn Kaisan bersama Wahb ibn Munabbih** datang menemui Muhammad ibn Yusuf.

Setelah keduanya mengambil tempat duduk di sisinya. Mulailah Thaawus menasehatinya, memberikan Targhiib (motivasi) dan Tarhiib (ancaman). Sedangkan sejumlah orang duduk di hadapannya. Sang penguasa ini berkata kepada salah seorang penjaganya, “Wahai Ghulam (panggilan untuk budak/anak kecil), hadirkan Thailasan*** dan lemparkan ke pundak Abu Abdirrahman (Thaawus).”

Penjaga tersebut kemudian mengambil sebuah Thailasan mahal lalu melemparkannya ke pundak Thaawus.

Mulut Thaawus terus saja berucap memberikan wejangan. Ia mulai menggerak-gerakkan pundaknya dengan pelan hingga Thailasan itu terjatuh. Ia lalu bangkit berdiri dan beranjak pergi.

Dari merah padam raut wajahnya, kelihatan sekali Muhammad ibn Yusuf marah dan menahan emos namun tak berani mengucapkan sepatah kata apapun.

Ketika Thaawus dan sahabatnya berada di luar majlis, berkatalah Wahb kepadanya, “Demi Allah, kita tidak perlu membangkitkan emosi Muhammad bin al-Hajjaj. Apa salahnya kamu ambil saja Thailasan itu, lalu kamu jual dan harganya kamu sedekahkan kepada orang-orang faqir dan miskin.?”

Thaawus berkata, “Seharusnya seperti yang kamu katakan itu. Tapi aku khawatir kelak ada ulama setelahku yang beralasan, ‘Mari kita ambil saja seperti alasan Thawus mengambinyal’ lalu kemudian mereka tidak melakukan terhadap barang yang mereka ambil itu seperti yang kamu katakan tadi (tidak menyedekahkannya).!”

Seakan-akan Muhammad ibn Yusuf ingin balas dendam kepada Thaawus, ia kemudian membuat jebakan untuknya dengan cara menyediakan sebuah kantong kain berisi tujuh ratus dinar emas. Ia lalu memilih salah seorang bawahannya yang cerdik seraya berkata kepadanya, “Bawalah kantong kain ini kepada Thaawus ibn Kaisan dan perdayailah ia agar mau mengambilnya. Bila ia mengambilnya darimu, maka aku akan memberikan hadiah yang banyak untukmu, memberi pakaian dan mengangkatmu sebagai orang dekatku.”

Orang tersebut keluar membawa kantong kain itu lalu mendatangiThaawus di sebuah desa dekat dengan Shan’a yang bernama al-Janad’ dimana ia tinggal di sana.

Sesampainya ia di sisinya, ia mengucapkan salam dan berlemah lembut kepada Thawus. Ia berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdirrahman, ini nafkah yang dikirim Amiruntukmu.”
“Aku tidak membutuhkannya!” kata Thaawus.

Dengan berbagai cara ia merayunya agar mau menerimanya, namun ia tetap menolak. Ia pun berusaha menundukkannya dengan berbagai hujjah (argumen), namun ia menolak.

Tidak ada jalan lain baginya kecuali memanfaatkan kelengahan Thaawus. Di saat Thaawus lengah, ia melemparkan kantong kain tersebut ke lubang jendela yang terdapat dalam dinding rumahnya. Ia lalu pulang kembali kepada Amir seraya melaporkan, “Thaawus telah mengambil kantong tersebut, Wahai Amir.”

Muhammad ibn Yusuf gembira atas hal itu dan memdiamkannya untuk beberapa waktu. Setelah berlalu beberapa hari, ia mengutus dua orang pembantunya dan bersamanya orang yang telah membawa kantong kain kepada Thaawus. Ia menyuruh keduanya untuk berkata kepadanya, “Sesungguhnya utusan Amir telah salah dalam memberikan harta kepadamu, sebenarnya itu untuk orang lain. Kami datang untuk mengambilnya kembali darimu dan membawanya kepada pemiliknya.”

Thaawus menjawab, “Aku tidak pernah mengambil sedikitpun harta Amir tersebut hingga harus mengembalikannya kepadanya.”
“Tidak, engkau memang telah mengambilnya,” keduanya berkata.
Ia (Thaawus) menoleh kepada orang yang telah membawa kantong kain itu kepadanya sambil berkata, “Apakah aku telah mengambil sesuatu darimu?”

Orang tersebut ketakutan dan bingung, lalu berkata, “Tidak, akan tetapi aku telah meletakkan harta tersebut di lubang jendela dalam rumahmu pada saat engkau lengah.”

“Kalau begitu, silahkan saja lihat ke lubang tersebut!” kata Thaawus.
Keduanya melihat ke dalam lubang yang ditunjuk Thaawus dan menemukan kantong kain tersebut dalam keadaan semula bahkan telah diselubungi jaring-jaring rumah laba-laba. Keduanya lalu mengambilnya dan kembali membawanya kepada Amir.

Seakan-akan Allah ingin membalas Muhammad ibn Yusuf atas perbuatannya ini dan menjadikan pembalasannya dilihat dan disaksikan oleh orang banyak. Bagaimana itu terjadi?

Thaawus ibn Kaisan menceritakan,
“Saat aku berada di Mekkah menunaikan haji. Al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi mengutus seseorang kepadaku. Ketika aku masuk menemuinya, ia menyalamiku dan mendekatkan tempat dudukku darinya. Ia melemparkan bantal kepadaku dan memintaku untuk bersandar padanya. Lalu ia menanyaiku masalah-masalah yang pelik baginya dalam manasik haji dan masalah lainnya.

Di saat kami seperti itu, al-Hajjaj mendengar seseorang yang bertalbiyah di sekitar Ka’bah, ia mengeraskan talbiyahnya, dan intonsinya tinggi sehingga menggetarkan hati. Al-Hajjaj berkata, “Bawalah orang yang bertalbiyah ini kepadaku.”

Ia pun didatangkan kepadanya dan ditanya, “Dari mana kamu?”
“Dari kaum muslimin” jawabnya.
“Aku tidak menanyaimu tentang hal ini, akan tetapi aku bertanya tentang negerimu”, kata al-Hajjaj.

Ia menjawab, “Dari penduduk Yaman.”
“Bagaimana kamu meninggalkan pemimpinmu (maksudnya saudaranya, Muhammad bin Yusuf),?” tanya al-Hajjaj.

Ia menjawab, “Aku tinggalkan dia dalam keadaan besar, gemuk, banyak pakain, banyak berkendaraan dan banyak bepergian.”
“Bukan tentang ini aku bertanya kepadamu,” kata al-Hajjaj.

“Kalau demikian tentang apa engkau bertanya kepadaku,?” katanya.
Al-Hajjaj menjawab, “Aku bertanya tentang sepak terjangnya di antara kalian.”
Ia menjawab, “Aku tinggalkan dia sebagai orang yang banyak berbuat zhalim dan sangat zhalim, taat kepada makhluk dan berbuat maksiat kepada Khaliq.”

Wajah al-Hajjaj berubah merah karena malu terhadap orang-orang yang hadir di majlisnya. Ia berkata kepada orang tersebut, “Apa yang menyebabkanmu mengatakan tentangnya apa yang telah kamu katakan tadi, sedangkan kamu tahu kedudukannya dariku?.”

Ia menjawab, “Apakah kamu melihatnya dengan kedudukannya darimu lebih mulia daripada aku dengan kedudukanku dari Allah SWT?! Aku adalah delegasi rumah-Nya (Ka’bah), yang membenarkan Nabi-Nya dan Qadhi (pelaksana) agama-Nya.”
Al-Hajjaj terdiam dan tidak mengucapkan jawaban sepatah kata pun.”

Thaawus melanjutkan, “Tidak lama kemudian orang tersebut bangkit dan pergi tanpa meminta izin atau dipersilahkan pergi. Aku lalu berdiri mengikutinya di belakang. Aku berkata dalam diriku, “Sesungguhnya ia orang shalih, ikuti dan temuilah ia sebelum kumpulan orang melenyapkannya dari pendangan matamu.” Aku lalu mengikutinya. Aku menemukannya telah berada di Ka’bah dan bergelayut di kainnya. Ia menempelkan pipinya pada dindingnya seraya mulai berkata, “Ya Allah kepada-Mu aku berlindung, dengan pengawasan-Mu aku membentengi diri. Ya Allah jadikanlah aku tenteram kepada kedermawanan-Mu, ridha dengan jaminan-Mu, terhindar dari kekikiran orang-orang yang bakhil, merasa cukup terhadap apa yang dimiliki yang egois. Ya Allah aku memohon kepada-Mu pertolongan-Mu dalam waktu dekat, kebaikan-Mu yang lama dan kebiasaan-Mu yang baik wahai Rabbul’aalamin.”

Kemudian gelombang manusia pergi bersamannya hingga menyembunyikannya dari penglihatanku. Maka, aku merasa yakin bahwa tidak ada jalan untuk berjumpa dengannya setelah itu.

Hingga di saat sore hari Arafah aku melihatnya telah bertolak bersama manusia. Aku mendekatinya, dan ternyata ia berkata, “Ya Allah, bila Engkau belum menerima hajiku, kelelahan dan keletihanku, maka janganlah Engkau menghalangiku dari pahala atas musibahku, yaitu dengan cara Engkau tidak mengabulkanku.”

Ia pergi dalam kerumunan manusia hingga kegelapan menutupinya dariku.
Setelah berputus asa untuk berjumpa dengannya, aku berkata, “Ya Allah terimalah doaku dan doanya...kabulkanlahlah harapanku dan harapannya, mantapkanlah kakiku dan kakinya pada hari tergelincirnya kaki-kaki manusia. Kumpulkan aku bersamanya di telaga Kautsar wahai Dzat Yang Paling Mulia