( Sebuah Analisa
Al-Qur'an )
Oleh : Ustadz Ali
Bazmul
وَلَنْ تَرْضَى عَنكَ الْيَهُوْدُ
وَلاَالنَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
( البقرة 120)
Orang-orang Yahudi dan Nashara tidak
akan senang hingga engkau mengikuti
kecendrungan Agama mereka ( Al-Baqoroh : 120 )
Ayat diatas pada hakikatnya menjelaskan dengan gamblang
walaupun tanpa diuraikan dengan sebuah penafsiran, bagaimanakah sikap dan
karakteristik orang-orang yahudi dan nashoro sesungguhnya.
Mengapa
Allah Swt, memperingatkan hal itu ? agarsanya orang-orang mu'min berhati-hati
jangan sampai bergaul rapat bahkan menjadikan mereka (Orang-orang yahudi dan
Nashoro) sebagai kawan dekat dan kawan kepercayaan mereka, apalagi bertauliyah
(mengangkat mereka sebagai wali) bagi kaum muslimin, sungguh ceroboh dan
sangatlah ironi ketika ayat Allah Swt tidak lagi dijadikan sebagai pedoman dan
standart dalam menentukan nasib ummat ini, padahal Allah Swt dengan tegas
melarang seorang mu'min bertauliyah pada seorang kafir dan yang bekerjasama
dengannya, akan tetapi sebagian dari ummat Islam atas nama kepentingan politik
mereka dengan gagahnya mengedepankan fatwa-fatwa para ulama mereka yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Swt, dan mereka membuka hubungan dengan
orang kafir bahkan melicinkan jalan bagi mereka menuju kepemimpinan yang mampu
mendatangkan penderitaan bagi ummat islam itu sendiri, mereka telah rela
meruntuhkan ayat-ayat Allah Swt demi sebuah kedudukan, bahkan tidak segan-segan
merendahkan ayat-ayat Allah Swt dengan mengutamakan hasil ra'yi (pendapat) para
ulama mereka, demi melacarkan pembelaan mereka terhadap orang kafir.
Maka belum
jelaskah firman Allah atas mereka dalam surat Ali Imron 118 :


118. Hai orang-orang
yang ber-Iman janganlah engkau menjadikan teman kepercayaanmu orang-orang yang
diluar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudlaratan bagimu. Mereka menghendaki apa yang menyebabkan kesusahan bagimu, telah
nyata kebencian dari mulut-mulut mereka, sementara yang disembunyikan dalam
hati mereka adalah lebih besar lagi, Sungguh telah kami jelaskan kepadamu
ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya. 119. Beginilah engkau…!
engkau menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai engkau, dan engkau beriman
kepada kitab-kitab semuanya. Apabila
mereka menjumpai engkau..mereka berkata :" Kami ber-Iman" dan
apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari lantaran marah dan
bercampur benci terhadap engkau, Katakanlah (pada mereka) "Matilah
kamu karena kemarahanmu itu" Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi
hati..
Ayat ini
cukup memperjelas sikap dari orang-orang kafir dalam menghadapi kaum muslimin, sekaligus
ayat ini membatalkan segala fatwa-fatwa yang membolehkan seorang muslim memilih
orang kafir sebagai wali atau pemimpin dalam kehidupannya, bahkan ayat ini
memerintahkan kepada orang yang mengatas namakan dirinya sebagai seorang muslim
agar menunjukkan ketegasan dalam menghadapi mereka, dan janganlah sampai
memberikan peluang sedikitpun
terhadap mereka, oleh sebab itu hanya orang yang fasiqlah
yang membuka jalan bagi mereka dan hanya orang dholimlah yang membuka kesempatan
untuk melicinkan segala keinginan mereka.
Didalam firman
Allah Swt Surat At-taubah 73 :
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ
الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمَ
وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ ( التوبة 73 )
Wahai
Nabi perangilah orang-orang kafir dan kaum munafiqin dan bersifatlah keras atas
mereka dan tempat mereka adalah jahannam seburuk-buruk tempat kembali.
Dalam
ayat ini Nabi diperintahkan memerangi orang-orang kafir dan sekaligus
orang-orang munafiq yang menjadi kaki tangan mereka dalam segala urusan mereka,
bahkan Allah Swt melarang tegas bagi Baginda Rasulullah Saw, untuk bersikap lemah-lembut
dalam menghadapi mereka, lantaran didalam hati orang-orang kafir itu terdapat
suatu rencana besar untuk menistakan dan menghinakan ummat islam.
Lebih
jauh lagi Allah Swt menegaskan dalam surat At-taubah ayat 123 :
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَاتِلُوْا الَّذِيْنَ يَلُوْنَكُمْ
مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوْا فِيْكُمْ غِلْظَةً وَاْعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ
الْمُتَّقِيْنَ
( التوبة 123 )
Hai
orang-orang yang ber-Iman perangilah olehmu orang-orang kafir yang ada
disekitarmu dan hendaklah mereka menemui darimu kekerasan dan ketahuilah
bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.
Ayat ini
juga menegaskan lebih luas lagi, bukan hanya untuk diri pribadi Baginda
Rasulullah Saw, akan tetapi untuk semua orang-orang yang ber-Iman agar jangan
bersifat lemah-lembut terhadap mereka, bahkan Allah Swt memeritahkan agar
orang-orang yang ber-Iman memerangi mereka dengan berbagai macam cara, karna
sesungguhnya Allah Swt hanya bersama orang-orang yang bertaqwa yang senantiasa
menunjukkan loyalitas mereka yang tinggi terhadap aturan-aturan-Nya.
Maka ayat-ayat
diatas cukup mengcounter pendapat-pendapat yang membolehkan ummat islam
berdekatan dengan orang-orang kafir apa lagi dalam persoalan kepemimpinan ummat
ini, Maka Allah Swt berfirman :
أَفَحُكْمُ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوْقِنُوْنَ (
المائدة : 50)
Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
Dalam kaitannya
memilih seorang pemimpin, yang seharusnya kita renungkan sebuah hadits yang
diriwayatkan Iman Al Hakim, Nabi Saw bersabda: "Barangsiapa yang
memilih seseorang pemimpin atas dasar 'Ashobiyyah.( fanatisme ) ikut-ikutan ( taqlid
buta ) semata didasarkan hanya pada pertimbangan emosional primordial, bukan
atas dasar rasionalitas dan penilaian yang haq dan yang jernih, padahal di antara
mereka terdapat orang yang lebih layak dan pantas dipilih dan diridhai Allah
Swt, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya dan kaum
muslimin.
Sesungguhnya amat banyak ayat-ayat
yang mengingatkan kita tentang metode pengangkatan seorang pemimpin, diantaranya
dalam QS. Alli Imran, 3 : 28; Al Maa-idah, 5:51; An Nisaa', 4:138-139. Betapa
sangat jelas dan tegas peringatan-peringatan Allah Swt tentang bagaimana
mengangkat seorang menjadi pemimpin, jangankan orang kafir yang kita angkat
sebagai seorang pemimpin, bahkan orang muslimpun hanyalah yang tunduk patuh serta
taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, kemudian siap menegakkan syariat Allah Swt.
Maka dari itu tidak selayaknya
lagi bagi seorang muslim mengangkat seorang pemimpin kafir, sementara ia mengenyampingkan orang
yang mu'min, dengan keyakinan bahwa hanya si kafirlah yang terbaik, maka dari pandangan
aqidah ia telah gugur keislaman dan ke-Imanannya.
Coba hayati khotbah pada awal kekhalifaan Abu
Bakar Asshiddiq Ra, disaat beliau pertama kali menghadapi kaum muslimin sa'at
itu, beliau menyampaikan kepada mereka iqrar dan janji beliau, "Wahai
Kaum Muslimin, kini aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, akan tetapi hal
itu tidaklah berarti bahwa aku orang yang terbaik di antara kalian semua. Oleh
sebab itu bila aku benar, dukung dan bantulah aku, dan bila aku salah, luruskan
dan peringatkan aku..! Ingatlah...! orang-orang yang lemah diantara kalian adalah
kuat di hadapanku hingga aku serahkan segala hak kepadanya. Dan, orang-orang
yang kuat diantara kalian adalah lemah dihadapanku hingga aku ambil yang bukan
hak daripadanya. Maka taatilah aku selama aku mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya.
Dan bila aku tidak taat, maka tidak ada kewajiban bagi kalian semua untuk
mentaatiku".
Dengan iqrar itulah,
Abu Bakar Asshiddiq Ra telah mengangkat Al-Ihsas Al-mas-uliy ( rasa
tanggung jawab ) beliau dalam standart pengakuan dan ketulusan. Tanggung jawab
seorang pemimpin yang mendapatkan amanah sekaligus mengungkapkan subtansi kepemerintahan yang lurus dan baik atas dasar keyakinan islam beliau.
Dengan pernyataan iqrar, "kini
aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, tetapi aku
bukanlah yang terbaik di antara kalian".
Abu Bakar
Asshiddiq Ra, telah memberi pelajaran yang berharga bagi kaum muslimin, bahwa
kepemimpinan itu bukanlah untuk suatu keagungan, melainkan tugas dan kewajiban
serta amanat yang harus ditunaikan, seorang pemimpin mampu memberikan bimbingan
dan bukan kecongkaan dan kesombongan. Lalu Bagaimana mungkin seorang yang kafir dan munafiq harus membimbing
orang-orang yang ber-Iman dan bertaqwa.
بَشِّرِ الْمُنَافِقِيْنَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا
أَلِيْمًا () اَلَّذِيْنَ يَتَّخِذُوْنَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ
الْمُؤْمِنِيْنَ أَيَبْتَغُوْنَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ ِللهِ
جَمِيْعًا ()
“Kabarkanlah
kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman
penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan
di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. “
(An Nisaa 4:138-139)
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَتَّخِذُوْا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ
اسْتَحَبُّوْا الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيْمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ ()
“Hai
orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu
menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas
keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka
mereka itulah orang2 yang zalim”
(At Taubah:23)
Dari semua
ayat-ayat diatas, tak satupun memberikan kompromi terhadap orang kafir dan
orang munafiq, artinya semua kepentingan yang berkaitan dengan kepemimpinan
ummat islam tak ada pintu yang terbuka untuk orang kafir atau orang munafiq,
kecuali hanya bagi orang islam itupun bagi orang islam yang tunduk ta'at kepada
Allah Swt dan Rasul-Nya, Maka kepada siapa sebenarnya orang yang mendukung
orang kafir itu berwala' dan dari siapa pula mereka berbarra'
حدثنا إسماعيل بن أبي إسماعيل ثنا إسماعيل بن عياش
ثنا مبارك بن حسان السلمي عن الحسن البصري عن عبد الله بن مسعود عن النبي صلى الله
عليه و سلم قال : اِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ آفَةً تُفْسِدُهُ وَاِنَّ آفَةَ هَذَا الدِّيْنِ
وُلاَةُ السُّوْءِ
"Sesungguhnya segala sesuatu itu ada bencana yang dapat merusaknya sedangkan
bencana agama itu adalah pemimpin yang buruk"
وقال
أبو يعلى الموصلي : ثنا إسحاق بن أبي إسرائيل، ثنا عبد الصمد، ثنا حرب، ثنا يحيى، حدثني
عمرو بن (زُنَيب) أن أنس بن مالك حدثه، أن معاذا قال: "يَا رَسُوْلَ اللهِ
- صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ لاَيَسْتَنُّوْنَ
بِسُنَّتِكَ، وَلاَ يَأْخُذُوْنَ بِأَمْرِكَ، فَمَا تَأْمُرُنِيْ فِيْهِمْ؟ فَقَالَ
رَسُوْلُ اللّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لاَ طَاعَةَ لِمَنْ لَمْ يُطِعِ
اللهَ ".
"Wahai Rasulullah Saw !
Tidakkah engkau melihat apabila kami dipimpin oleh seorang pemimpin yang
tidak bersunnah dengan sunnahmu, dan tidak mengikuti perintahmu, apa yang
engkau perintahkan apabila aku ada ditengah-tengah mereka ? Maka Rasulullah saw
bersabda : Tidak ada kewajiban ta'at terhadap orang yang tidak ta'at kepada
Allah Saw.
Dari
hadits diatas menggambarkan bahwa kepemimpinan yang tidak sesuai dengan
kehendak syari'at dan sunnah adalah merupakan kepemimpinan yang buruk,
sementara kepemimpinan yang buruk itu merupakan bencana bagi dienul Islam, oleh
sebab itu tak ada kewajiban bagi orang muslim untuk menta'atinya.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا ( الأحزاب : 36 )
Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mu'min dan tidak pul bagi perempuan yang mu'minah, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan asul-Nya,
maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab : 36)
Tipe Pemimpin yang Ideal
1.
Muslim & mu'min
2.
'Aqil (berakal sehat dan luas pengetahuan
serta mampu memutuskan suatu perkara)
3.
Amanah (dapat
dipercaya tidak silau terhadap iming-iming duniawi)
4.
Jeli (Jeli terhadap apa yang dialami
rakyatnya)
5.
Bertanggung jawab
(menanggung apa yang diderita rakyatnya)
6.
Lurus aqidahnya
(Jelas aqidahnya bukan sekedar Islam)
7.
Membela orang yang
benar
8.
Istiqamah (tidak
plin-plan)
9.
Adil (pada siapapun)
10.
Berani (menghancurkan segala kemungkaran)
11.
Jujur (tidak mengklabuhi rakyatnya)
12.
Merdeka (tidak membawa misi orang kafir)
13.
Tidak mengumbar janji dan mengingkarinya
14.
Menjadi wakil penyampai wahyu
Imam Ibnu Taimiyyah
berkata : Ulil amri itu adalah orang yang berwenang atau memililki suatu
perkara yaitu : orang yang menyuruh orang lain dan termasuk didalamnya
penguasa, Ahlul Ilmi dan Ahlul Kalam. Maka Ulul Amri ada dua
golongan : Yaitu Ulama' dan Umara'. Bila keduanya baik, maka
baiklah semua manusia, tapi bila keduanya rusak, maka rusaklah semua,
sebagaimana jawaban Abu Bakar As-Shiddiq ketika ditanya oleh seorang wanita
Ahmusiyah :
مَا بَقَاؤُنَا عَلَى
هَذَا اْلأَمْرِ ؟ قَالَ : مَااسْتَقَامَتْ لَكُمْ أَئِمَّتُكُمْ
"Apa
yang menjadikan kita eksis dalam perkara (Agama) kita ? Beliau menjawab
"selagi pemimpin-pemimpin kalian istiqamah (berlaku lurus) pada kalian.
Wallahu a'lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar