Jumat, 18 Juli 2014

MENGANGKAT ORANG KAFIR SEBAGAI PEMIMPIN



( Sebuah Analisa Al-Qur'an )
Oleh : Ustadz Ali Bazmul
وَلَنْ تَرْضَى عَنكَ الْيَهُوْدُ وَلاَالنَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ  ( البقرة 120)
Orang-orang Yahudi dan Nashara tidak akan senang hingga engkau mengikuti
kecendrungan Agama mereka  ( Al-Baqoroh : 120 )
Ayat diatas pada hakikatnya menjelaskan dengan gamblang walaupun tanpa diuraikan dengan sebuah penafsiran, bagaimanakah sikap dan karakteristik orang-orang yahudi dan nashoro sesungguhnya.
            Mengapa Allah Swt, memperingatkan hal itu ? agarsanya orang-orang mu'min berhati-hati jangan sampai bergaul rapat bahkan menjadikan mereka (Orang-orang yahudi dan Nashoro) sebagai kawan dekat dan kawan kepercayaan mereka, apalagi bertauliyah (mengangkat mereka sebagai wali) bagi kaum muslimin, sungguh ceroboh dan sangatlah ironi ketika ayat Allah Swt tidak lagi dijadikan sebagai pedoman dan standart dalam menentukan nasib ummat ini, padahal Allah Swt dengan tegas melarang seorang mu'min bertauliyah pada seorang kafir dan yang bekerjasama dengannya, akan tetapi sebagian dari ummat Islam atas nama kepentingan politik mereka dengan gagahnya mengedepankan fatwa-fatwa para ulama mereka yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Swt, dan mereka membuka hubungan dengan orang kafir bahkan melicinkan jalan bagi mereka menuju kepemimpinan yang mampu mendatangkan penderitaan bagi ummat islam itu sendiri, mereka telah rela meruntuhkan ayat-ayat Allah Swt demi sebuah kedudukan, bahkan tidak segan-segan merendahkan ayat-ayat Allah Swt dengan mengutamakan hasil ra'yi (pendapat) para ulama mereka, demi melacarkan pembelaan mereka terhadap orang kafir.
            Maka belum jelaskah firman Allah atas mereka dalam surat Ali Imron 118 :
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لاَيَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً وَدُّوْا مَاعَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَهِهِمْ وَمَاتُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ أَكَبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْ لآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْن َ     هَآأَنْتُمْ أُوْلآَءِ تُحِبُّوْنَهُمْ وَلاَ يُحِبُّوْنَكُمْ وَتُؤْمِنُوْنَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوْكُمْ قَالُوْا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوْا عَلَيْكُمُ اْلأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ          
118. Hai orang-orang yang ber-Iman janganlah engkau menjadikan teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudlaratan bagimu. Mereka menghendaki apa yang menyebabkan kesusahan bagimu, telah nyata kebencian dari mulut-mulut mereka, sementara yang disembunyikan dalam hati mereka adalah lebih besar lagi, Sungguh telah kami jelaskan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya. 119. Beginilah engkau…! engkau menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai engkau, dan engkau beriman kepada kitab-kitab semuanya.  Apabila mereka menjumpai engkau..mereka berkata :" Kami ber-Iman" dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari lantaran marah dan bercampur benci terhadap engkau, Katakanlah (pada mereka) "Matilah kamu karena kemarahanmu itu" Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati..
            Ayat ini cukup memperjelas sikap dari orang-orang kafir dalam menghadapi kaum muslimin, sekaligus ayat ini membatalkan segala fatwa-fatwa yang membolehkan seorang muslim memilih orang kafir sebagai wali atau pemimpin dalam kehidupannya, bahkan ayat ini memerintahkan kepada orang yang mengatas namakan dirinya sebagai seorang muslim agar menunjukkan ketegasan dalam menghadapi mereka, dan janganlah sampai memberikan peluang sedikitpun


terhadap mereka, oleh sebab itu hanya orang yang fasiqlah yang membuka jalan bagi mereka dan hanya orang dholimlah yang membuka kesempatan untuk melicinkan segala keinginan mereka.
            Didalam firman Allah Swt Surat At-taubah 73 :
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ ( التوبة 73 )
            Wahai Nabi perangilah orang-orang kafir dan kaum munafiqin dan bersifatlah keras atas mereka dan tempat mereka adalah jahannam seburuk-buruk tempat kembali.
            Dalam ayat ini Nabi diperintahkan memerangi orang-orang kafir dan sekaligus orang-orang munafiq yang menjadi kaki tangan mereka dalam segala urusan mereka, bahkan Allah Swt melarang tegas bagi Baginda Rasulullah Saw, untuk bersikap lemah-lembut dalam menghadapi mereka, lantaran didalam hati orang-orang kafir itu terdapat suatu rencana besar untuk menistakan dan menghinakan ummat islam.
            Lebih jauh lagi Allah Swt menegaskan dalam surat At-taubah ayat 123 :
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَاتِلُوْا الَّذِيْنَ يَلُوْنَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوْا فِيْكُمْ غِلْظَةً وَاْعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
                                                                                     ( التوبة 123 )
            Hai orang-orang yang ber-Iman perangilah olehmu orang-orang kafir yang ada disekitarmu dan hendaklah mereka menemui darimu kekerasan dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.
            Ayat ini juga menegaskan lebih luas lagi, bukan hanya untuk diri pribadi Baginda Rasulullah Saw, akan tetapi untuk semua orang-orang yang ber-Iman agar jangan bersifat lemah-lembut terhadap mereka, bahkan Allah Swt memeritahkan agar orang-orang yang ber-Iman memerangi mereka dengan berbagai macam cara, karna sesungguhnya Allah Swt hanya bersama orang-orang yang bertaqwa yang senantiasa menunjukkan loyalitas mereka yang tinggi terhadap aturan-aturan-Nya.
            Maka ayat-ayat diatas cukup mengcounter pendapat-pendapat yang membolehkan ummat islam berdekatan dengan orang-orang kafir apa lagi dalam persoalan kepemimpinan ummat ini, Maka Allah Swt berfirman :                                             
أَفَحُكْمُ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ ( المائدة : 50)
       Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
            Dalam kaitannya memilih seorang pemimpin, yang seharusnya kita renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan Iman Al Hakim, Nabi Saw bersabda: "Barangsiapa yang memilih seseorang pemimpin atas dasar 'Ashobiyyah.( fanatisme ) ikut-ikutan ( taqlid buta ) semata didasarkan hanya pada pertimbangan emosional primordial, bukan atas dasar rasionalitas dan penilaian yang haq dan yang jernih, padahal di antara mereka terdapat orang yang lebih layak dan pantas dipilih dan diridhai Allah Swt, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya dan kaum muslimin.
            Sesungguhnya amat banyak ayat-ayat yang mengingatkan kita tentang metode pengangkatan seorang pemimpin, diantaranya dalam QS. Alli Imran, 3 : 28; Al Maa-idah, 5:51; An Nisaa', 4:138-139. Betapa sangat jelas dan tegas peringatan-peringatan Allah Swt tentang bagaimana mengangkat seorang menjadi pemimpin, jangankan orang kafir yang kita angkat sebagai seorang pemimpin, bahkan orang muslimpun hanyalah yang tunduk patuh serta taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, kemudian siap menegakkan syariat Allah Swt.


Maka dari itu tidak selayaknya lagi  bagi seorang muslim mengangkat seorang pemimpin  kafir, sementara ia mengenyampingkan orang yang mu'min, dengan keyakinan bahwa hanya si kafirlah yang terbaik, maka dari pandangan aqidah ia telah gugur keislaman dan ke-Imanannya.
Coba hayati khotbah pada awal kekhalifaan Abu Bakar Asshiddiq Ra, disaat beliau pertama kali menghadapi kaum muslimin sa'at itu, beliau menyampaikan kepada mereka iqrar dan janji beliau, "Wahai Kaum Muslimin, kini aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, akan tetapi hal itu tidaklah berarti bahwa aku orang yang terbaik di antara kalian semua. Oleh sebab itu bila aku benar, dukung dan bantulah aku, dan bila aku salah, luruskan dan peringatkan aku..! Ingatlah...! orang-orang yang lemah diantara kalian adalah kuat di hadapanku hingga aku serahkan segala hak kepadanya. Dan, orang-orang yang kuat diantara kalian adalah lemah dihadapanku hingga aku ambil yang bukan hak daripadanya. Maka taatilah aku selama aku mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya. Dan bila aku tidak taat, maka tidak ada kewajiban bagi kalian semua untuk mentaatiku".
Dengan iqrar itulah, Abu Bakar Asshiddiq Ra telah mengangkat Al-Ihsas Al-mas-uliy ( rasa tanggung jawab ) beliau dalam standart pengakuan dan ketulusan. Tanggung jawab seorang pemimpin yang mendapatkan amanah sekaligus mengungkapkan subtansi kepemerintahan yang lurus dan baik atas dasar keyakinan islam beliau. Dengan pernyataan iqrar, "kini aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, tetapi aku bukanlah yang terbaik di antara kalian".
Abu Bakar Asshiddiq Ra, telah memberi pelajaran yang berharga bagi kaum muslimin, bahwa kepemimpinan itu bukanlah untuk suatu keagungan, melainkan tugas dan kewajiban serta amanat yang harus ditunaikan, seorang pemimpin mampu memberikan bimbingan dan bukan kecongkaan dan kesombongan. Lalu Bagaimana mungkin seorang yang kafir dan munafiq harus membimbing orang-orang yang ber-Iman dan bertaqwa.
بَشِّرِ الْمُنَافِقِيْنَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيْمًا () اَلَّذِيْنَ يَتَّخِذُوْنَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَيَبْتَغُوْنَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ ِللهِ جَمِيْعًا ()
 “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. “ (An Nisaa 4:138-139)
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَتَّخِذُوْا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ اسْتَحَبُّوْا الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيْمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ ()
“Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang zalim”           (At Taubah:23)
Dari semua ayat-ayat diatas, tak satupun memberikan kompromi terhadap orang kafir dan orang munafiq, artinya semua kepentingan yang berkaitan dengan kepemimpinan ummat islam tak ada pintu yang terbuka untuk orang kafir atau orang munafiq, kecuali hanya bagi orang islam itupun bagi orang islam yang tunduk ta'at kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, Maka kepada siapa sebenarnya orang yang mendukung orang kafir itu berwala' dan dari siapa pula mereka berbarra'


حدثنا إسماعيل بن أبي إسماعيل ثنا إسماعيل بن عياش ثنا مبارك بن حسان السلمي عن الحسن البصري عن عبد الله بن مسعود عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : اِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ آفَةً تُفْسِدُهُ وَاِنَّ آفَةَ هَذَا الدِّيْنِ وُلاَةُ السُّوْءِ
        "Sesungguhnya segala sesuatu itu ada bencana yang dapat merusaknya sedangkan bencana agama itu adalah pemimpin yang buruk"
وقال أبو يعلى الموصلي : ثنا إسحاق بن أبي إسرائيل، ثنا عبد الصمد، ثنا حرب، ثنا يحيى، حدثني عمرو بن (زُنَيب) أن أنس بن مالك حدثه، أن معاذا قال: "يَا رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ لاَيَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِكَ، وَلاَ يَأْخُذُوْنَ بِأَمْرِكَ، فَمَا تَأْمُرُنِيْ فِيْهِمْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: لاَ طَاعَةَ لِمَنْ لَمْ يُطِعِ اللهَ ".
            "Wahai Rasulullah Saw  !  Tidakkah engkau melihat apabila kami dipimpin oleh seorang pemimpin yang tidak bersunnah dengan sunnahmu, dan tidak mengikuti perintahmu, apa yang engkau perintahkan apabila aku ada ditengah-tengah mereka ? Maka Rasulullah saw bersabda : Tidak ada kewajiban ta'at terhadap orang yang tidak ta'at kepada Allah Saw.
            Dari hadits diatas menggambarkan bahwa kepemimpinan yang tidak sesuai dengan kehendak syari'at dan sunnah adalah merupakan kepemimpinan yang buruk, sementara kepemimpinan yang buruk itu merupakan bencana bagi dienul Islam, oleh sebab itu tak ada kewajiban bagi orang muslim untuk menta'atinya.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا     ( الأحزاب : 36 )
            Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak pul bagi perempuan yang mu'minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan asul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab : 36)

Tipe Pemimpin yang Ideal
1.    Muslim & mu'min
2.    'Aqil (berakal sehat dan luas pengetahuan serta mampu memutuskan suatu perkara)
3.    Amanah (dapat dipercaya tidak silau terhadap iming-iming duniawi)
4.    Jeli (Jeli terhadap apa yang dialami rakyatnya)
5.    Bertanggung jawab (menanggung apa yang diderita rakyatnya)
6.    Lurus aqidahnya (Jelas aqidahnya bukan sekedar Islam)
7.    Membela orang yang benar
8.    Istiqamah (tidak plin-plan)
9.    Adil (pada siapapun)
10.  Berani (menghancurkan segala kemungkaran)
11.  Jujur (tidak mengklabuhi rakyatnya)
12.  Merdeka (tidak membawa misi orang kafir)
13.  Tidak mengumbar janji dan mengingkarinya
14.  Menjadi wakil penyampai wahyu




Imam Ibnu Taimiyyah berkata : Ulil amri itu adalah orang yang berwenang atau memililki suatu perkara yaitu : orang yang menyuruh orang lain dan termasuk didalamnya penguasa, Ahlul Ilmi dan Ahlul Kalam. Maka Ulul Amri ada dua golongan : Yaitu Ulama' dan Umara'. Bila keduanya baik, maka baiklah semua manusia, tapi bila keduanya rusak, maka rusaklah semua, sebagaimana jawaban Abu Bakar As-Shiddiq ketika ditanya oleh seorang wanita Ahmusiyah :
مَا بَقَاؤُنَا عَلَى هَذَا اْلأَمْرِ ؟ قَالَ : مَااسْتَقَامَتْ لَكُمْ أَئِمَّتُكُمْ
"Apa yang menjadikan kita eksis dalam perkara (Agama) kita ? Beliau menjawab "selagi pemimpin-pemimpin kalian istiqamah (berlaku lurus) pada kalian. 

                                                               Wallahu a'lam bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar