Jumat, 18 Juli 2014

10 pesan lukmanul hakim kepada anaknya



10 pesan lukmanul hakim kepada anaknya
Berdasarkan al-Qur'an surat Luqman ayat 13, 16, 17, 18, dan 19 penulis berpandangan bahwa pada ayat-ayat tersebut terdapat sepuluh nasihat Lukman al-Hakim kepada anaknya. Adapun sepuluh nasihat tersebut adalah sebagai berikut,
1. Nasihat Agar Tidak Musyrik kepada Allah SWT
Disebutkan kisahnya oleh firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 13)
Artinya : "Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Lukman berpesan kepada anaknya sebagai orang yang paling disayanginya dan paling berhak mendapat pemberian paling utama dari pengetahuannya. Oleh karena itulah, Lukman dalam nasihat pertamanya berpesan agar anaknya menyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan dengan sesuatu pun seraya memperingatkan kepadanya : (QS.Luqman [31]: 13)
Artinya : "...Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Yakni syirik adalah dosa yang paling besar. Sehubungan dengan hal ini, Bukhari telah meriwayatkan hadits melalui 'Abdullah ibn Mas'ud ra,
قال البخاري حدثنا قتيبة، حدثنا جرير، عن الأعمش، عن إبراهيم، عن علقمة ،عن عبد الله، رضي الله عنه، قال: لما نزلت: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ، شق ذلك على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقالوا: أينا لم يَلْبس إيمانه بظلم؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنه ليس بذاك، ألا تسمع إلى قول لقمان: يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya : "Al-Bukhari berkata, telah menerangkan kepada kami Qutaibah, (kata Qutaibah) telah menerangkan kepada kami Jarir, dari al-A'masy, dari Ibrahim, dari ’Alqamah, dari 'Abdullah ibn Mas'ud ra ia berkata, Ketika turun ayat : 'Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,' hal itu sangatlah memberatkan para sahabat, mereka berkata, 'Siapakah diantara kami yang tidak mencampuradukkan keimanannya dengan kedzaliman?.' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya bukanlah demikian (pengertiannya seperti yang kalian katakan), tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.'" (Bukhari jilid II : 1995 : 287).
Syirik di sini diungkapkan dengan perbuatan zalim. Mereka mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman, yakni dengan kemusyrikan.
Selanjutnya, Lukman mengiringinya dengan pesan lain, yaitu agar anaknya menyembah Allah SWT semata dan berbakti kepada kedua orang tua sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, (QS.al-Isra [17]: 23)
Artinya : "Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 284).
Dan memang Allah SWT sering menggandengkan keduanya dalam al-Qur'an. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 428-429).
Penulis tidak memasukkan ayat 14 dan 15 dari Qur'an surat Luqman sebagai wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya karena memperhatikan tekstual ayat tersebut tidak menggambarkan bahwa ayat tersebut adalah ucapan Lukam kepada anaknya, walau demikian tetap kedua ayat tersebut menjadi nasihat bagi anak dari Lukman al-Hakim dan anak dari orang tua muslim lainnya.
Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 14-15) 
Artinya : " Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
2. Nasihat Agar Memegang Teguh Ketauhidan
Disebutkan oleh firman-Nya, (QS.Luqman [31]: 16)
Artinya : "(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Seandainya amal sekecil dzarrah (biji kecil) itu dibentengi dan ditutupi berada dalam batu besar yang membisu atau hilang dan lenyap di kawasan langit dan bumi, maka sesungguhnya Allah SWT pasti akan membalasnya. Demikianlah karena sesungguhnya Allah pasti akan membalasnya. Demikianlah karena sesungguhnya Allah, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya dan tiada sebutir dzarrah pun, baik yang ada di langit maupun di bumi, terhalang dari penglihatan-Nya. Oleh sebab itulah disebutkan oleh firman-Nya, (QS.Luqman [31]:13)
Artinya : "Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Lathiifun, Maha Halus pengetahuan-Nya, sehingga segala sesuatu tiada yang tersembunyi betapa pun lembut dan halusnya. Khabiirun, Maha Mengetahui langkah-langkah semut sekecil apa pun yang ada di kegelapan malam yang sangat pekat. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 428-429).
Jamaal 'Abdul Rahman mengutip pemaparan al-Qurthubi, diceritakan bahwa anak Lukman al-Hakim bertanya kepada ayahnya tentang sebutir biji yang jatuh ke dasar laut, apakah Allah mengetahuinya? Maka Lukman menjawabnya dengan mengulangi jawaban semula yang disebutkan dalam firman-Nya,(QS.Luqman [31]: 16) 
Artinya : "(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412). (Jamaal 'Abdul Rahman : 2005 : 341-342).
3. Nasihat Agar Mendirikan Shalat
Lukman al-Hakim terus-menerus memberikan pengarahan kepada anaknya dalam pesan selanjutnya. Kisahnya disebutkan oleh firman-Nya, (QS.31:17)
Artinya : "Hai anakku, Dirikanlah shalat...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
'Aqimish-shalaata, dirikanlah shalat, lengkap dengan batasan-batasan, fardhu-fardhu, dan waktu-waktunya. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
4. Nasihat Agar Memiliki Keberanian Memerintah kepada Kebaikan
Pesan Lukman al-Hakim yang keempat adalah agar anaknya memiliki keberanian untuk memerintah manusia untuk berbuat baik. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : "...dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
5. Nasihat Agar Memiliki Keberanian Mencegah Kemungkaran
Pesan Lukman al-Hakim yang kelima adalah agar anaknya memiliki keberanian untuk mencegah orang-orang yang berada di sekitarnya berbuat kemungkaran. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)

Artinya :"...dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Terhadap pesan Lukman al-Hakim yang keempat dan kelima kepada anaknya di atas, Ibnu Katsir memberikan keterangan, Wa'mur bi'l-ma'ruufi wanha 'ani'l-mungkar, perintahkanlah perkara yang baik dan cegahlah perkara yang munkar menurut batas kemampuan dan jerih payahmu. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
6. Nasihat Agar Bersabar Terhadap Musibah yang Menimpa
Pesan Lukman al-Hakim yang keenam adalah agar anaknya bersabar terhadap musibah yang menimpa. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17) 
Artinya : "...dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Karena sesungguhnya untuk merealisasikan amar ma'ruf dan nahyi mungkar, pelakunya pasti akan mendapat gangguan dari orang lain. Oleh karena itulah, dalam pesan selanjutnya Lukman memerintahkan kepada anaknya untuk bersabar.
Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17) 
Artinya : "... Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Yakni bersikap sabar dalam memhhadapi gangguan manusia termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
Menurut pendapat lain, Lukman memerintahkan kepada anaknya bersabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan hidup di dunia, seperti berbagai macam penyakit dan sebagainya, dan tidak sampai ketidak sabarannya menghadapi hal tersebut akan menjerumuskannya ke dalam perbuatan durhaka terhadap Allah SWT. pendapat ini cukup baik karena pengertiannya bersifat menyeluruh. Demikianlah menurut al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Menurut makna lahiriahnya, hanya Allah yang lebih mengetahui, bahwa firman-Nya, (QS.Luqman [31]: 17
Artinya : "... Sesungguhnya yang demikian itu...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Isyarat yang terkandung di dalamnya menuunjukan kepada sikap mengerjakan shalat, menunaikan amaar ma'ruf dan nahyi mungkar, serta bersabar menghadapi ganguan dan musibah, semuanya termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. (Jamaal 'Abdul Rahman : 2005 : 342-343).
7. Nasihat Agar Tidak Bersikap Sombong terhadap Orang Lain
Pesan Lukman al-Hakim yang ketujuh adalah agar anaknya jangan memalingkan muka dari manusia karena sombong, merasa diri paling tinggi derajatnya dari orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 18) 
Artinya : "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Ash-Sha'r artinya berpaling. Makna asalnya adalah suatu penyakit yang menyerang tengkuk unta atau bagian kepalanya sehingga persendian lehernya terlepas dari kepalanya, kemudian diserupakanlah dengan seorang lelaki yang bersikap sombong. (Sayyid Qutb : 1992 : 2790).
Ibnu Abbas ra menafsirkan firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)...." yakni janganlah engkau bersikap sombong dengan meremehkan hamba-hamba Allah dan memalingkan mukamu dari mereka bila mereka berbicara denganmu. (Ath-Thabari jilid XXI : 1988 : 74).
Makna yang dimaksud ialah hadapkanlah wajahmu ke arah mereka dengan penampilan yang simpatik dan menawan. Apabila orang yang paling muda di antara mereka berbicara denganmu, dengarkanlah ucapannya sampai dia menghentikan penbicaraannya. Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. (Jamaal 'Abdul Rahman : 2005 : 344).
8. Nasihat Agar Tidak Angkuh dalam Menjalani Hidup
Pesan Lukman al-Hakim yang kedelapan adalah agar anaknya tidak angkuh dalam menjalani hidup. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 18)
Artinya : "...dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Berjalan di muka bumi dengan angkuh, ialah cara berjalan dengan langkah yang angkuh dan sombong dan enggan untuk bercampur gaul dengan orang lain (disebabkan kesombongannya itu). Cara berjalan yang maupun Khalik (Allah SWT) atapun makhluk (manusia) sama-sama tidak menyukainya. Cara berjalan yang sombong adalah indikasi akan lupa dirinya seorang hamba kepada Dzat Allah SWT (yang hanya Dia yang berhak untuk sombong). (Sayyid Qutb : 1992 : 2790).
Manusia menjalani hidup diantaranya dengan berjalan menelusuri relung-relung kehidupan setiap harinya. Lukman al-Hakim mengajarkan kepada anaknya untuk tetap tawadlu' (rendah hati) dan tidak takabbur (sombong) diantanya dengan menekankan agar dalam cara berjalan tidak berjalan dengan angkuh dan sombong.
9. Nasihat Agar Menyederhanakan Cara Berjalan
Pesan Lukman al-Hakim yang kesembilan adalah agar anaknya menyederhanakan cara berjalan. Nasihat kesembilan ini berserta nasihat ketujuh, kedelapan dan kesepuluh adalah sama-sama menekankan untuk tidak berlaku sombong dan menanamkan sifat tawadlu' kepada anak.
Setelah Lukman al-Hakim memperingatkan anaknya agar waspada terhadap akhlaq yang tercela dengan nasihat ketujuh dan kedelapannya, dia lalu menggambarkan kepadanya akhlaq mulia yang harus dikenakannya. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)
Artinya : "Dan sederhanalah kamu dalam berjalan...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Waqsid fii masyika, Yakni berjalanlah dengan cara jalan yang pertengahan, tidak dengan langkah yang lambat dan tidak pula dengan langkah yang terlalu cepat, namun dengan langkah yang pertengahan antara lambat dan cepat. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
Nasihat Lukman al-Hakim yang kesembilan ini adalah sesuai dengan salah satu sifat 'Ibaadu'r-Rahmaan (hamba-hamba yang baik dari Tuhan yang Maha Penyayang). Firman Allah SWT, (QS.al-Furqan [25]: 63) 
Artinya : "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 365).
10. Nasihat Agar Melunakkan Suara
Nasihat Lukman yang terakhir kepada anaknya yang terdapat dalam Qur'an surat Luqman adalah agar anaknya melunakkan suara dalam berbicara dengan orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)
Artinya : "...Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Menurut Ibnu abbas ra, waghdud min shautik, yakni rendahkanlah suarmu dan janganlah bersuara dengan keras (tanpa alasan yang baik). (Al-Fairuzabadi : tt : 345).
Menurut al-Maraghi, waghdud min shautik, yakni kurangilah dari nada suara dan ringkaslah dalam berbicara, dan janganlah meninggikan suaramu ketika tidak ada keperluan apapun untuk meninggikannya, karena hal itu adalah tindakan yang dipaksakan oleh yang berbicara dan dapat mengganggu diri dan pemahaman orang lain. (Al-Maraghi : 1974 : 86).
Tentang Hadits “Agama Adalah Nasihat”
Ilustrasi (muxlim.com)
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
dakwatuna.com - Artinya: Dari Tamim ad-dari bahwa Nabi SAW bersabda:” ad-Din adalah nasihat”. Kami berkata untuk siapa? Rasul menjawab:” Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, untuk pemimpin Islam dan umatnya” (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai’i)
Keutamaan Hadits
Hadits ini termasuk salah satu hadits yang dimuat dalam kumpulan 40 Hadits Imam An-Nawawi, yang berarti termasuk hadits dari pokok-pokok Islam yang penting. Berkata Al-Hafizh Abu Nu’aim:”Hadits ini mencakup masalah yang besar”. Berkata Muhammad bin Aslam Ath-Thusi:” Hadits ini merupakan seperempat bagian dari agama”. Berkata Ibnu Rajab:”Fiqih berputar pada lima hadits….di antaranya hadits nasihat ini”. Berkata Mukhidin bin Al-Arabi:” Tidak ada kesempurnaan akhlaq yang lebih teliti, jeli dan agung melebihi nasihat”. Nash-Nash yang Terkait dengan Hadits ini. Allah SWT berfirman: “Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS At-Taubah 91)
Hadits Rasulullah SAW: “Siapa yang tidak memperhatikan urusan umat Islam maka bukan termasuk mereka. Dan siapa yang pagi dan siangnya tidak menyampaikan nasihat kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, imam dan umumnya umat Islam maka bukan termasuk mereka” (HR At-Tabrani) “Allah Ta’ala berfirman (dalam Hadits Qudsi): Ibadah hamba-Ku kepada-Ku yang paling aku cintai adalah memberi nasihat kepada-Ku (HR Ahmad, berkata Zainul Huffadz: Sanadnya dhaif).
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya ridha untukmu tiga hal, dan juga benci bagimu tiga hal: Ridha untukmu jika menyembahnya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, berpegang teguh pada tali Allah dan tidak berselisih, dan saling nasihat menasihati terhadap orang yang Allah beri kedudukan memerintah urusanmu. Dan Allah membenci, ungkapan katanya, banyak tanya dan menyia-nyiakan harta” (HR Muslim).
Dari Jarir berkata:” saya membai’at Rasulullah SAW untuk menegakkan shalat, membayar zakat dan memberi nasihat pada setiap muslim.” (HR Bukhari dan Muslim) Memberi Nasihat adalah Aktivitas Para Nabi. Allah SWT berfirman tentang nabi Nuh as. Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”. “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS Al-A’raaf 61-62). Firman Allah tentang nabi Hud as:
Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu” (QS Al-A’raaf 67- 68). Firman Allah tentang nabi Shalih AS: Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat” (QS Al-A’raaf 79). Firman Allah tentang nabi Syua’ib as:
Maka Syu`aib meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?” (QS Al-A’raaf 93).
Makna Nasihat
Nasihat secara bahasa dari kata ‘nash’ yang berarti khalus, bersih atau murni, lawan dari curang atau kotor. Sehingga jika nasihat tersebut dalam bentuk ucapan harus jauh dari kecurangan dan motivasi kotor. Sedangkan secara istilah, sebuah kata yang mengungkapkan kemauan berbuat baik kepada obyek yang diberi nasihat. Berkata Ibnu Shalah: Nasihat adalah kata-kata yang mencakup aktivitas seorang nasih kepada yang diberi nasihat dalam bentuk iradah (tekad) dan perbuatan. Disebutkan ‘nashaha tsaub’ artinya menjahit baju, seolah orang memberi nasihat seperti orang yang menjahit lubang-lubang yang ada baju.
Nasihat kepada Allah berarti mentauhidkan Allah, menyifati-Nya dengan sifat Kamal dan Jalal, dan mensucikan-Nya dari segala kemusyrikan. Ikhlas kepada Allah dalam beramal, menjauhi kemaksiatan, mentaati dan mencintai-Nya dan berjihad terhadap orang-orang yang mengingkari-Nya. Nasihat kepada Rasul SAW dengan cara mengimani Rasul SAW dan segala yang datang darinya. Mencintai, menghormati, menghidupkan sunnahnya, menyebarkan ilmunya. Mencintai orang yang mencintainya, membenci dan memerangi orang yang membenci dan memeranginya, mencontoh akhlaqnya, mengikuti adabnya dan mencintai keluarga dan sahabatnya.
Nasihat kepada Pemimpin Umat Islam dengan cara membantunya dalam kebenaran dan mentaatinya. Mengingatkan dan menyadarkan jika lalai dan salah dengan penuh kelembutan dan penghormatan. Mendoakan untuk kebaikan pemimpin-pemimpin umat Islam. Nasihat kepada umat Islam dengan mengajarkan mereka kepada ajaran Islam dan membimbingnya. Menutupi aib umat Islam, mencintai mereka sebagaimana mencintai dirinya, membenci bagi mereka apa yang dibenci dirinya dari keburukan dan mendoakan untuk kebaikan mereka di dunia dan akhirat. Dan di antara bentuk nasihat kepada umat Islam juga menyingkirkan segala sesuatu yang membahayakan umat Islam. Mengutamakan yang fakir, mengajari yang belum tahu ajaran Islam, menyadarkan kesalahannya dengan penuh kelembutan dan menolong mereka dalam kebaikan dan takwa.
Jika melihat makna dan ruang lingkup nasihat maka semua orang membutuhkan nasihat, baik menerima nasihat atau memberi nasihat. Karena nasihat merupakan aktivitas penyadaran atas kelalaian manusia dan penyempurnaan akan kekurangan-kekurangannya. Dan orang yang menolak nasihat dan marah jika dinasihati, mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kebaikan, tidak ingin maju, tertipu dan sombong. Dan salah satu bentuk nasihat yang harus diutamakan adalah memberi nasihat kepada yang memintanya. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika salah seorang saudaramu minta nasihat maka berilah nasihat dan mudahkanlah dalam memberi”(HR Bukhari)
Nasihat adalah prinsip dasar dalam kehidupan umat Islam karena kehidupan umat dibangun atas dasar ukhuwah Islamiyah dan tolong menolong. Maka nasihat adalah bentuk kongkret dari ukhuwah dan tolong-menolong. Walaupun begitu nasihat harus dilakukan dengan penuh ikhlas sesuai dengan makna nasihat tersebut. Lebih dari itu nasihat akan sampai pada sasaran jika dilakukan dengan adab yang baik, yaitu dengan cara menyampaikannya dengan penuh kelembutan dan kecintaan. Jika sesuatu yang disampaikan terkait dengan aib dirinya maka penyampaiannya harus secara rahasia. Kecuali yang bersangkutan memang melakukannya dengan terang-terangan dan terbuka.
Keutamaan Menyampaikan Nasihat
Nasihat adalah aktivitas para nabi sesuai dengan ayat-ayat di atas. Tidaklah perbuatan yang dilakukan para nabi kecuali perbuatan utama. Nasihat juga merupakan pilar Islam yang paling pokok. Berkata Abu Bakar Al-Muzani:” Kelebihan Abu Bakar RA atas sahabat yang lain bukan pada saum dan shalatnya tetapi pada sesuatu yang ada pada hatinya yaitu mencintai karena Allah dan memberi nasihat kepada makhluknya. Ibnu Mubarak pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab:” Memberi nasihat karena Allah”. Demikianlah betapa utamanya nasihat dalam pandangan Islam sehingga saling nasihat menasihati harus dibudayakan oleh umat Islam. Hal ini karena tidak ada seorang pun yang sempurna sehingga ketika kita melihat saudara kita lalai maka kita wajib memberi nasihat padanya, begitu juga sebaliknya.
Dalam sejarah Islam banyak dicontohkan pemimpin-pemimpin umat yang menerima nasihat dengan baik dan bahkan mengucapkan terima kasih kepada mereka yang memberi nasihat. Umar bin Khathab mengatakan:” Semoga Allah merahmati seseorang yang memberitahukan aibku”. Suatu hari seseorang berkata pada Umar :” Bertaqwalah engkau!”. Maka mendengar ungkapan tersebut yang lainnya menghardik dan mengatakan:” Engkau mengatakan kepada Amirul Mukminin, bertaqwalah!”. Tetapi Umar bin Khathab mencegah dan berkata:” Tidak ada kebaikan padamu jika engkau tidak mengatakan ungkapan tersebut, dan tidak ada kebaikan bagi kami jika tidak mendengarkannya”. Begitu juga saat Umar ingin ikut berperang melawan Persia, sebagian sahabat melarang, karena kesertaannya dalam suatu peperangan akan berdampak buruk dan berbahaya bagi umat Islam. Maka Umar bin Khathab menerima nasihat tersebut. Nasihat adalah prinsip dasar dalam kehidupan umat Islam karena kehidupan umat dibangun atas dasar ukhuwah Islamiyah dan tolong menolong. Maka nasihat adalah bentuk kongkret dari ukhuwah dan tolong-menolong. Namun demikian dalam memberi nasihat haruslah dengan niat ikhlas karena Allah, tidak mencari popularitas, ketenaran dan motivasi rendah lainnya. Karena nasihat adalah agama dan dalam melaksanakan agama harus ikhlas karena Allah.
Nasihat juga harus dilakukan dengan baik dan bijaksana. Nasihat bukanlah membuka aib seseorang di muka umum, karena nasihat adalah perbaikan sedangkan membuka aib adalah kerusakan. Oleh karenanya dalam memberi nasihat harus dijauhkan dari cara-cara yang kasar dan keras. Semakin lembut dalam memberikan nasihat semakin diterima oleh hati, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya” (QS Ali-Imran 159).
Diceritakan di masa kekuasaan Bani Abasiah, ada seorang lelaki yang memberi nasihat kepada al-Makmun, kemudian ia masuk istana dan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, tetapi dengan cara yang kasar. Maka berkata al-Ma’mun: ”Wahai saudaraku, sesungguhnya Allah telah mengutus orang yang lebih baik darimu kepada orang yang lebih jelek dariku. Allah mengutus Musa dan Harun as kepada Fir’aun dan Allah berfirman, artinya: ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”(QS Thaaha 44).
Begitulah, nasihat hendaknya dibungkus dengan kata-kata yang baik sehingga mudah diterima dan mudah dilaksanakan. Sedangkan ungkapan yang kasar akan menyakitkan dan menyebabkan permusuhan. Sifat orang beriman adalah memberi nasihat dan menutup aib saudaranya sedangkan sifat orang fasik membiarkan kesalahan temannya dan membuka aibnya. Seseorang yang hari ini memberi nasihat mungkin saja besok mendapat nasihat, karena nasihat tidak terkait dengan orang tertentu dan pekerjaan tertentu. Dan karena manusia memiliki karakteristik suka salah dan lupa. Sehingga ketika ia pada hari ini lupa atau salah maka yang lain mengingatkan begitu juga orang yang hari ini memberi nasihat mungkin besok lupa atau salah sehingga harus dinasihati dan diingatkan.
Betapa pentingnya nasihat sampai imam asy-Syafi’i mengomentari surat al-Ashr: ”Jika saja Allah hanya menurunkan surat al-Ashr maka sudah cukuplah surat ini sebagai pedoman untuk manusia.” Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, beliau menulis surat kepada imam Hasan al-Bashri agar memberi nasihat dan menceritakan sifat-sifat pemimpin yang adil. Maka imam Hasan al-Bashri menulis surat di antara isinya: “Ketahuilah, wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah menjadikan pemimpin yang adil untuk meluruskan orang yang menyimpang, mengembalikan arah bagi yang berdosa, memperbaiki yang rusak, memberi kekuatan bagi yang lemah, menegakkan keadilan bagi yang zhalim, menyadarkan yang lalai. Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin seperti penggembala yang penuh kasih sayang atas penggembalaannya, yang menggiringnya ke tempat penggembalaan yang baik, menjauhkan dari bahaya yang mengancamnya, memeliharanya dari binatang buas, menjaganya dari panas terik dan hujan.
Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin seperti ayah yang bertanggung-jawab. Lembut terhadap anaknya. Bekerja untuk anak-anaknya saat masih kecil, mengajarkan mereka dan mengurusi kebutuhan hidupnya dan menabung untuk mereka setelah matinya. Pemimpin yang adil wahai amirul Mukminin seperti ibu yang lembut terhadap anaknya, mengandung dan melahirkannya dengan susah payah, mengasuhnya ketika kecil, ikut begadang ketika anaknya bangun malam, dan ikut tenang ketika anaknya tenang. Suatu saat menyusuinya, pada saat yang lain melepaskannya. Merasa senang dengan kesehatannya dan merasa berduka dengan sakitnya. Pemimpin wahai Amirul Mukminin seperti hati dengan anggota badan. Anggota badan akan baik jika hatinya baik dan anggota badan akan rusak jika hatinya rusak. Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin adalah orang yang berdiri di antara Allah dan hambanya, mendengar firman Allah dan memperdengarkannya, mengenal Allah dan memperkenalkannya, dipimpin Allah dan memimpin mereka. Jangan sampai engkau wahai Amirul Mukminin seperti hamba yang diberi amanah Allah ibarat budak yang diberi amanah oleh majikannya tentang harta dan keluarga , kemudian menyia-nyiakan harta dan menghancurkan keluarga, membuat miskin anggota keluarga dan membuang harta benda.
Ketahuilah wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah menurunkan hudud (hukuman) agar menyadarkan orang dari perbuatan kotor dan keji, bagaimana jika hal itu dilakukan orang yang mesti menegakkannya? Dan Allah menurunkan qishash sebagai jaminan kehidupan bagi hambanya, bagaimana jika yang memimpin melakukan pembunuhan yang mestinya menegakkan qishash kepada mereka? Ingatlah wahai Amirul Mukminin akan kematian dan sesudahnya, sedikitnya temanmu dan pembelamu di sana. Maka hendaknya engkau mempersiapkan bekal untuk kematian dan kehidupan sesudahnya yaitu di hari yang besar”

1 komentar: