10
pesan lukmanul hakim kepada anaknya
Berdasarkan al-Qur'an surat Luqman
ayat 13, 16, 17, 18, dan 19 penulis berpandangan bahwa pada ayat-ayat tersebut
terdapat sepuluh nasihat Lukman al-Hakim kepada anaknya. Adapun sepuluh nasihat
tersebut adalah sebagai berikut,
1. Nasihat Agar Tidak Musyrik kepada
Allah SWT
Disebutkan kisahnya oleh firman
Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 13)
Artinya : "Dan (Ingatlah)
ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Lukman berpesan kepada anaknya
sebagai orang yang paling disayanginya dan paling berhak mendapat pemberian
paling utama dari pengetahuannya. Oleh karena itulah, Lukman dalam nasihat
pertamanya berpesan agar anaknya menyembah Allah semata, tidak
mempersekutukan-Nya dengan dengan sesuatu pun seraya memperingatkan kepadanya :
(QS.Luqman [31]: 13)
Artinya : "...Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar...."
(Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Yakni syirik adalah dosa yang paling
besar. Sehubungan dengan hal ini, Bukhari telah meriwayatkan hadits melalui
'Abdullah ibn Mas'ud ra,
قال
البخاري حدثنا قتيبة، حدثنا جرير، عن الأعمش، عن إبراهيم، عن علقمة ،عن عبد الله،
رضي الله عنه، قال: لما نزلت: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ
بِظُلْمٍ، شق ذلك على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقالوا: أينا لم يَلْبس
إيمانه بظلم؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنه ليس بذاك، ألا تسمع
إلى قول لقمان: يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ
Artinya : "Al-Bukhari berkata,
telah menerangkan kepada kami Qutaibah, (kata Qutaibah) telah menerangkan
kepada kami Jarir, dari al-A'masy, dari Ibrahim, dari ’Alqamah, dari 'Abdullah
ibn Mas'ud ra ia berkata, Ketika turun ayat : 'Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,' hal itu sangatlah
memberatkan para sahabat, mereka berkata, 'Siapakah diantara kami yang tidak
mencampuradukkan keimanannya dengan kedzaliman?.' Maka Rasulullah SAW bersabda,
'Sesungguhnya bukanlah demikian (pengertiannya seperti yang kalian katakan),
tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman: Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar.'" (Bukhari jilid II : 1995 : 287).
Syirik di sini diungkapkan dengan
perbuatan zalim. Mereka mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman, yakni
dengan kemusyrikan.
Selanjutnya, Lukman mengiringinya
dengan pesan lain, yaitu agar anaknya menyembah Allah SWT semata dan berbakti
kepada kedua orang tua sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, (QS.al-Isra
[17]: 23)
Artinya : "Dan Tuhanmu Telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 284).
Dan memang Allah SWT sering
menggandengkan keduanya dalam al-Qur'an. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 :
428-429).
Penulis tidak memasukkan ayat 14 dan
15 dari Qur'an surat Luqman sebagai wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya
karena memperhatikan tekstual ayat tersebut tidak menggambarkan bahwa ayat
tersebut adalah ucapan Lukam kepada anaknya, walau demikian tetap kedua ayat
tersebut menjadi nasihat bagi anak dari Lukman al-Hakim dan anak dari orang tua
muslim lainnya.
Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]:
14-15)
Artinya : " Dan kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan."
(Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
2. Nasihat Agar Memegang Teguh
Ketauhidan
Disebutkan oleh firman-Nya,
(QS.Luqman [31]: 16)
Artinya : "(Luqman berkata):
"Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Seandainya amal sekecil dzarrah (biji
kecil) itu dibentengi dan ditutupi berada dalam batu besar yang membisu atau
hilang dan lenyap di kawasan langit dan bumi, maka sesungguhnya Allah SWT pasti
akan membalasnya. Demikianlah karena sesungguhnya Allah pasti akan membalasnya.
Demikianlah karena sesungguhnya Allah, tiada sesuatu pun yang tersembunyi
bagi-Nya dan tiada sebutir dzarrah pun, baik yang ada di langit maupun
di bumi, terhalang dari penglihatan-Nya. Oleh sebab itulah disebutkan oleh
firman-Nya, (QS.Luqman [31]:13)
Artinya : "Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag
RI : 2005 : 412).
Lathiifun, Maha Halus pengetahuan-Nya, sehingga segala sesuatu tiada
yang tersembunyi betapa pun lembut dan halusnya. Khabiirun, Maha Mengetahui
langkah-langkah semut sekecil apa pun yang ada di kegelapan malam yang sangat
pekat. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 428-429).
Jamaal 'Abdul Rahman mengutip
pemaparan al-Qurthubi, diceritakan bahwa anak Lukman al-Hakim bertanya kepada
ayahnya tentang sebutir biji yang jatuh ke dasar laut, apakah Allah
mengetahuinya? Maka Lukman menjawabnya dengan mengulangi jawaban semula yang
disebutkan dalam firman-Nya,(QS.Luqman [31]: 16)
Artinya : "(Luqman berkata):
"Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412). (Jamaal
'Abdul Rahman : 2005 : 341-342).
3. Nasihat Agar Mendirikan Shalat
Lukman al-Hakim terus-menerus
memberikan pengarahan kepada anaknya dalam pesan selanjutnya. Kisahnya
disebutkan oleh firman-Nya, (QS.31:17)
Artinya : "Hai anakku,
Dirikanlah shalat...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
'Aqimish-shalaata, dirikanlah shalat, lengkap dengan batasan-batasan,
fardhu-fardhu, dan waktu-waktunya. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
4. Nasihat Agar Memiliki Keberanian
Memerintah kepada Kebaikan
Pesan Lukman al-Hakim yang keempat
adalah agar anaknya memiliki keberanian untuk memerintah manusia untuk berbuat
baik. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : "...dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI :
2005 : 412).
5. Nasihat Agar Memiliki Keberanian
Mencegah Kemungkaran
Pesan Lukman al-Hakim yang kelima
adalah agar anaknya memiliki keberanian untuk mencegah orang-orang yang berada
di sekitarnya berbuat kemungkaran. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)
Artinya :"...dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar...." (Al-Qur'an dan Terjemah
Depag RI : 2005 : 412).
Terhadap pesan Lukman al-Hakim yang
keempat dan kelima kepada anaknya di atas, Ibnu Katsir memberikan keterangan, Wa'mur
bi'l-ma'ruufi wanha 'ani'l-mungkar, perintahkanlah perkara yang baik dan
cegahlah perkara yang munkar menurut batas kemampuan dan jerih payahmu. (Ibnu
Katsir jilid III : 1990 : 430).
6. Nasihat Agar Bersabar Terhadap
Musibah yang Menimpa
Pesan Lukman al-Hakim yang keenam
adalah agar anaknya bersabar terhadap musibah yang menimpa. Firman Allah SWT,
(QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : "...dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Al-Qur'an dan
Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Karena sesungguhnya untuk
merealisasikan amar ma'ruf dan nahyi mungkar, pelakunya pasti akan mendapat
gangguan dari orang lain. Oleh karena itulah, dalam pesan selanjutnya Lukman
memerintahkan kepada anaknya untuk bersabar.
Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]:
17)
Artinya : "... Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)."
(Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Yakni bersikap sabar dalam
memhhadapi gangguan manusia termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT.
(Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
Menurut pendapat lain, Lukman
memerintahkan kepada anaknya bersabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan
hidup di dunia, seperti berbagai macam penyakit dan sebagainya, dan tidak
sampai ketidak sabarannya menghadapi hal tersebut akan menjerumuskannya ke
dalam perbuatan durhaka terhadap Allah SWT. pendapat ini cukup baik karena
pengertiannya bersifat menyeluruh. Demikianlah menurut al-Qurthubi dalam kitab
tafsirnya. Menurut makna lahiriahnya, hanya Allah yang lebih mengetahui, bahwa
firman-Nya, (QS.Luqman [31]: 17
Artinya : "... Sesungguhnya
yang demikian itu...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Isyarat yang terkandung di dalamnya
menuunjukan kepada sikap mengerjakan shalat, menunaikan amaar ma'ruf dan nahyi
mungkar, serta bersabar menghadapi ganguan dan musibah, semuanya termasuk
hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. (Jamaal 'Abdul Rahman : 2005 :
342-343).
7. Nasihat Agar Tidak Bersikap
Sombong terhadap Orang Lain
Pesan Lukman al-Hakim yang ketujuh
adalah agar anaknya jangan memalingkan muka dari manusia karena sombong, merasa
diri paling tinggi derajatnya dari orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman
[31]: 18)
Artinya : "Dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)...." (Al-Qur'an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Ash-Sha'r artinya berpaling. Makna asalnya adalah suatu penyakit yang
menyerang tengkuk unta atau bagian kepalanya sehingga persendian lehernya
terlepas dari kepalanya, kemudian diserupakanlah dengan seorang lelaki yang
bersikap sombong. (Sayyid Qutb : 1992 : 2790).
Ibnu Abbas ra menafsirkan firman
Allah SWT, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong)...." yakni janganlah engkau bersikap sombong dengan meremehkan
hamba-hamba Allah dan memalingkan mukamu dari mereka bila mereka berbicara
denganmu. (Ath-Thabari jilid XXI : 1988 : 74).
Makna yang dimaksud ialah
hadapkanlah wajahmu ke arah mereka dengan penampilan yang simpatik dan menawan.
Apabila orang yang paling muda di antara mereka berbicara denganmu,
dengarkanlah ucapannya sampai dia menghentikan penbicaraannya. Demikianlah yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. (Jamaal 'Abdul Rahman : 2005 : 344).
8. Nasihat Agar Tidak Angkuh dalam
Menjalani Hidup
Pesan Lukman al-Hakim yang kedelapan
adalah agar anaknya tidak angkuh dalam menjalani hidup. Firman Allah SWT,
(QS.Luqman [31]: 18)
Artinya : "...dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Al-Qur'an dan
Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Berjalan di muka bumi dengan angkuh,
ialah cara berjalan dengan langkah yang angkuh dan sombong dan enggan untuk
bercampur gaul dengan orang lain (disebabkan kesombongannya itu). Cara berjalan
yang maupun Khalik (Allah SWT) atapun makhluk (manusia) sama-sama tidak
menyukainya. Cara berjalan yang sombong adalah indikasi akan lupa dirinya
seorang hamba kepada Dzat Allah SWT (yang hanya Dia yang berhak untuk sombong).
(Sayyid Qutb : 1992 : 2790).
Manusia menjalani hidup diantaranya
dengan berjalan menelusuri relung-relung kehidupan setiap harinya. Lukman
al-Hakim mengajarkan kepada anaknya untuk tetap tawadlu' (rendah hati) dan
tidak takabbur (sombong) diantanya dengan menekankan agar dalam cara berjalan
tidak berjalan dengan angkuh dan sombong.
9. Nasihat Agar Menyederhanakan Cara
Berjalan
Pesan Lukman al-Hakim yang
kesembilan adalah agar anaknya menyederhanakan cara berjalan. Nasihat
kesembilan ini berserta nasihat ketujuh, kedelapan dan kesepuluh adalah
sama-sama menekankan untuk tidak berlaku sombong dan menanamkan sifat tawadlu'
kepada anak.
Setelah Lukman al-Hakim
memperingatkan anaknya agar waspada terhadap akhlaq yang tercela dengan
nasihat ketujuh dan kedelapannya, dia lalu menggambarkan kepadanya akhlaq mulia
yang harus dikenakannya. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)
Artinya : "Dan sederhanalah
kamu dalam berjalan...." (Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI :
2005 : 412).
Waqsid fii masyika, Yakni berjalanlah dengan cara jalan yang pertengahan, tidak
dengan langkah yang lambat dan tidak pula dengan langkah yang terlalu cepat,
namun dengan langkah yang pertengahan antara lambat dan cepat. (Ibnu Katsir
jilid III : 1990 : 430).
Nasihat Lukman al-Hakim yang
kesembilan ini adalah sesuai dengan salah satu sifat 'Ibaadu'r-Rahmaan
(hamba-hamba yang baik dari Tuhan yang Maha Penyayang). Firman Allah SWT,
(QS.al-Furqan [25]: 63)
Artinya : "Dan hamba-hamba
Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (Al-Qur'an dan
Terjemah Depag RI : 2005 : 365).
10. Nasihat Agar Melunakkan Suara
Nasihat Lukman yang terakhir kepada
anaknya yang terdapat dalam Qur'an surat Luqman adalah agar anaknya melunakkan
suara dalam berbicara dengan orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)
Artinya : "...Dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
(Al-Qur'an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Menurut Ibnu abbas ra, waghdud
min shautik, yakni rendahkanlah suarmu dan janganlah bersuara dengan keras
(tanpa alasan yang baik). (Al-Fairuzabadi : tt : 345).
Menurut al-Maraghi, waghdud min
shautik, yakni kurangilah dari nada suara dan ringkaslah dalam berbicara,
dan janganlah meninggikan suaramu ketika tidak ada keperluan apapun untuk
meninggikannya, karena hal itu adalah tindakan yang dipaksakan oleh yang
berbicara dan dapat mengganggu diri dan pemahaman orang lain. (Al-Maraghi :
1974 : 86).
Tentang Hadits “Agama Adalah
Nasihat”
Ilustrasi
(muxlim.com)
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
dakwatuna.com
-
Artinya: Dari Tamim ad-dari bahwa Nabi SAW bersabda:” ad-Din adalah
nasihat”. Kami berkata untuk siapa? Rasul menjawab:” Untuk Allah, kitab-Nya,
rasul-Nya, untuk pemimpin Islam dan umatnya” (HR Muslim, Abu Dawud dan
an-Nasai’i)
Keutamaan
Hadits
Hadits ini
termasuk salah satu hadits yang dimuat dalam kumpulan 40 Hadits Imam An-Nawawi,
yang berarti termasuk hadits dari pokok-pokok Islam yang penting. Berkata
Al-Hafizh Abu Nu’aim:”Hadits ini mencakup masalah yang besar”. Berkata Muhammad
bin Aslam Ath-Thusi:” Hadits ini merupakan seperempat bagian dari agama”.
Berkata Ibnu Rajab:”Fiqih berputar pada lima hadits….di antaranya hadits
nasihat ini”. Berkata Mukhidin bin Al-Arabi:” Tidak ada kesempurnaan akhlaq
yang lebih teliti, jeli dan agung melebihi nasihat”. Nash-Nash yang Terkait
dengan Hadits ini. Allah SWT berfirman: “Tiada dosa (lantaran tidak pergi
berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas
orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila
mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun
untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS At-Taubah 91)
Hadits
Rasulullah SAW: “Siapa yang tidak memperhatikan urusan umat Islam maka
bukan termasuk mereka. Dan siapa yang pagi dan siangnya tidak menyampaikan
nasihat kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, imam dan umumnya umat Islam maka
bukan termasuk mereka” (HR At-Tabrani) “Allah Ta’ala berfirman
(dalam Hadits Qudsi): Ibadah hamba-Ku kepada-Ku yang paling aku cintai adalah
memberi nasihat kepada-Ku (HR Ahmad, berkata Zainul Huffadz: Sanadnya
dhaif).
Dari Abu
Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya ridha
untukmu tiga hal, dan juga benci bagimu tiga hal: Ridha untukmu jika
menyembahnya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, berpegang teguh pada
tali Allah dan tidak berselisih, dan saling nasihat menasihati terhadap orang
yang Allah beri kedudukan memerintah urusanmu. Dan Allah membenci, ungkapan
katanya, banyak tanya dan menyia-nyiakan harta” (HR Muslim).
Dari Jarir
berkata:” saya membai’at Rasulullah SAW untuk menegakkan shalat, membayar zakat
dan memberi nasihat pada setiap muslim.” (HR Bukhari dan Muslim) Memberi Nasihat
adalah Aktivitas Para Nabi. Allah SWT berfirman tentang nabi Nuh as. Nuh
menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam”. “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat
Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa
yang tidak kamu ketahui” (QS Al-A’raaf 61-62). Firman Allah tentang
nabi Hud as:
Hud
berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun,
tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan
amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya
bagimu” (QS Al-A’raaf 67- 68). Firman Allah tentang nabi Shalih AS: Maka
Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu,
tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat” (QS Al-A’raaf 79). Firman
Allah tentang nabi Syua’ib as:
Maka Syu`aib
meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat
kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang
kafir?” (QS Al-A’raaf 93).
Makna
Nasihat
Nasihat
secara bahasa dari kata ‘nash’ yang berarti khalus, bersih atau murni, lawan
dari curang atau kotor. Sehingga jika nasihat tersebut dalam bentuk ucapan
harus jauh dari kecurangan dan motivasi kotor. Sedangkan secara istilah, sebuah
kata yang mengungkapkan kemauan berbuat baik kepada obyek yang diberi nasihat.
Berkata Ibnu Shalah: Nasihat adalah kata-kata yang mencakup aktivitas seorang
nasih kepada yang diberi nasihat dalam bentuk iradah (tekad) dan perbuatan.
Disebutkan ‘nashaha tsaub’ artinya menjahit baju, seolah orang memberi nasihat
seperti orang yang menjahit lubang-lubang yang ada baju.
Nasihat
kepada Allah berarti mentauhidkan Allah, menyifati-Nya dengan sifat Kamal dan
Jalal, dan mensucikan-Nya dari segala kemusyrikan. Ikhlas kepada Allah dalam
beramal, menjauhi kemaksiatan, mentaati dan mencintai-Nya dan berjihad terhadap
orang-orang yang mengingkari-Nya. Nasihat kepada Rasul SAW dengan cara
mengimani Rasul SAW dan segala yang datang darinya. Mencintai, menghormati,
menghidupkan sunnahnya, menyebarkan ilmunya. Mencintai orang yang mencintainya,
membenci dan memerangi orang yang membenci dan memeranginya, mencontoh
akhlaqnya, mengikuti adabnya dan mencintai keluarga dan sahabatnya.
Nasihat
kepada Pemimpin Umat Islam dengan cara membantunya dalam kebenaran dan
mentaatinya. Mengingatkan dan menyadarkan jika lalai dan salah dengan penuh
kelembutan dan penghormatan. Mendoakan untuk kebaikan pemimpin-pemimpin umat
Islam. Nasihat kepada umat Islam dengan mengajarkan mereka kepada ajaran Islam
dan membimbingnya. Menutupi aib umat Islam, mencintai mereka sebagaimana
mencintai dirinya, membenci bagi mereka apa yang dibenci dirinya dari keburukan
dan mendoakan untuk kebaikan mereka di dunia dan akhirat. Dan di antara bentuk
nasihat kepada umat Islam juga menyingkirkan segala sesuatu yang membahayakan umat
Islam. Mengutamakan yang fakir, mengajari yang belum tahu ajaran Islam,
menyadarkan kesalahannya dengan penuh kelembutan dan menolong mereka dalam
kebaikan dan takwa.
Jika melihat
makna dan ruang lingkup nasihat maka semua orang membutuhkan nasihat, baik
menerima nasihat atau memberi nasihat. Karena nasihat merupakan aktivitas
penyadaran atas kelalaian manusia dan penyempurnaan akan
kekurangan-kekurangannya. Dan orang yang menolak nasihat dan marah jika
dinasihati, mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kebaikan, tidak
ingin maju, tertipu dan sombong. Dan salah satu bentuk nasihat yang harus
diutamakan adalah memberi nasihat kepada yang memintanya. Rasulullah SAW
bersabda:
“Jika salah
seorang saudaramu minta nasihat maka berilah nasihat dan mudahkanlah dalam
memberi”(HR Bukhari)
Nasihat
adalah prinsip dasar dalam kehidupan umat Islam karena kehidupan umat dibangun
atas dasar ukhuwah Islamiyah dan tolong menolong. Maka nasihat adalah bentuk
kongkret dari ukhuwah dan tolong-menolong. Walaupun begitu nasihat harus
dilakukan dengan penuh ikhlas sesuai dengan makna nasihat tersebut. Lebih dari
itu nasihat akan sampai pada sasaran jika dilakukan dengan adab yang baik,
yaitu dengan cara menyampaikannya dengan penuh kelembutan dan kecintaan. Jika
sesuatu yang disampaikan terkait dengan aib dirinya maka penyampaiannya harus
secara rahasia. Kecuali yang bersangkutan memang melakukannya dengan
terang-terangan dan terbuka.
Keutamaan
Menyampaikan Nasihat
Nasihat
adalah aktivitas para nabi sesuai dengan ayat-ayat di atas. Tidaklah perbuatan
yang dilakukan para nabi kecuali perbuatan utama. Nasihat juga merupakan pilar
Islam yang paling pokok. Berkata Abu Bakar Al-Muzani:” Kelebihan Abu Bakar RA
atas sahabat yang lain bukan pada saum dan shalatnya tetapi pada sesuatu yang
ada pada hatinya yaitu mencintai karena Allah dan memberi nasihat kepada
makhluknya. Ibnu Mubarak pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama?” Beliau
menjawab:” Memberi nasihat karena Allah”. Demikianlah betapa utamanya nasihat
dalam pandangan Islam sehingga saling nasihat menasihati harus dibudayakan oleh
umat Islam. Hal ini karena tidak ada seorang pun yang sempurna sehingga ketika
kita melihat saudara kita lalai maka kita wajib memberi nasihat padanya, begitu
juga sebaliknya.
Dalam
sejarah Islam banyak dicontohkan pemimpin-pemimpin umat yang menerima nasihat
dengan baik dan bahkan mengucapkan terima kasih kepada mereka yang memberi
nasihat. Umar bin Khathab mengatakan:” Semoga Allah merahmati seseorang yang
memberitahukan aibku”. Suatu hari seseorang berkata pada Umar :” Bertaqwalah
engkau!”. Maka mendengar ungkapan tersebut yang lainnya menghardik dan
mengatakan:” Engkau mengatakan kepada Amirul Mukminin, bertaqwalah!”. Tetapi
Umar bin Khathab mencegah dan berkata:” Tidak ada kebaikan padamu jika engkau
tidak mengatakan ungkapan tersebut, dan tidak ada kebaikan bagi kami jika tidak
mendengarkannya”. Begitu juga saat Umar ingin ikut berperang melawan Persia,
sebagian sahabat melarang, karena kesertaannya dalam suatu peperangan akan
berdampak buruk dan berbahaya bagi umat Islam. Maka Umar bin Khathab menerima
nasihat tersebut. Nasihat adalah prinsip dasar dalam kehidupan umat Islam
karena kehidupan umat dibangun atas dasar ukhuwah Islamiyah dan tolong
menolong. Maka nasihat adalah bentuk kongkret dari ukhuwah dan tolong-menolong.
Namun demikian dalam memberi nasihat haruslah dengan niat ikhlas karena Allah,
tidak mencari popularitas, ketenaran dan motivasi rendah lainnya. Karena
nasihat adalah agama dan dalam melaksanakan agama harus ikhlas karena Allah.
Nasihat juga
harus dilakukan dengan baik dan bijaksana. Nasihat bukanlah membuka aib
seseorang di muka umum, karena nasihat adalah perbaikan sedangkan membuka aib
adalah kerusakan. Oleh karenanya dalam memberi nasihat harus dijauhkan dari
cara-cara yang kasar dan keras. Semakin lembut dalam memberikan nasihat semakin
diterima oleh hati, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya” (QS Ali-Imran
159).
Diceritakan
di masa kekuasaan Bani Abasiah, ada seorang lelaki yang memberi nasihat kepada
al-Makmun, kemudian ia masuk istana dan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah
yang munkar, tetapi dengan cara yang kasar. Maka berkata al-Ma’mun: ”Wahai
saudaraku, sesungguhnya Allah telah mengutus orang yang lebih baik darimu
kepada orang yang lebih jelek dariku. Allah mengutus Musa dan Harun as kepada
Fir’aun dan Allah berfirman, artinya: ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”(QS
Thaaha 44).
Begitulah,
nasihat hendaknya dibungkus dengan kata-kata yang baik sehingga mudah diterima
dan mudah dilaksanakan. Sedangkan ungkapan yang kasar akan menyakitkan dan
menyebabkan permusuhan. Sifat orang beriman adalah memberi nasihat dan menutup
aib saudaranya sedangkan sifat orang fasik membiarkan kesalahan temannya dan
membuka aibnya. Seseorang yang hari ini memberi nasihat mungkin saja besok
mendapat nasihat, karena nasihat tidak terkait dengan orang tertentu dan
pekerjaan tertentu. Dan karena manusia memiliki karakteristik suka salah dan
lupa. Sehingga ketika ia pada hari ini lupa atau salah maka yang lain mengingatkan
begitu juga orang yang hari ini memberi nasihat mungkin besok lupa atau salah
sehingga harus dinasihati dan diingatkan.
Betapa
pentingnya nasihat sampai imam asy-Syafi’i mengomentari surat al-Ashr: ”Jika
saja Allah hanya menurunkan surat al-Ashr maka sudah cukuplah surat ini sebagai
pedoman untuk manusia.” Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah,
beliau menulis surat kepada imam Hasan al-Bashri agar memberi nasihat dan
menceritakan sifat-sifat pemimpin yang adil. Maka imam Hasan al-Bashri menulis
surat di antara isinya: “Ketahuilah, wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah
menjadikan pemimpin yang adil untuk meluruskan orang yang menyimpang,
mengembalikan arah bagi yang berdosa, memperbaiki yang rusak, memberi kekuatan
bagi yang lemah, menegakkan keadilan bagi yang zhalim, menyadarkan yang lalai.
Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin seperti penggembala yang penuh kasih
sayang atas penggembalaannya, yang menggiringnya ke tempat penggembalaan yang
baik, menjauhkan dari bahaya yang mengancamnya, memeliharanya dari binatang
buas, menjaganya dari panas terik dan hujan.
Pemimpin
yang adil wahai Amirul Mukminin seperti ayah yang bertanggung-jawab. Lembut
terhadap anaknya. Bekerja untuk anak-anaknya saat masih kecil, mengajarkan
mereka dan mengurusi kebutuhan hidupnya dan menabung untuk mereka setelah
matinya. Pemimpin yang adil wahai amirul Mukminin seperti ibu yang lembut
terhadap anaknya, mengandung dan melahirkannya dengan susah payah, mengasuhnya
ketika kecil, ikut begadang ketika anaknya bangun malam, dan ikut tenang ketika
anaknya tenang. Suatu saat menyusuinya, pada saat yang lain melepaskannya.
Merasa senang dengan kesehatannya dan merasa berduka dengan sakitnya. Pemimpin
wahai Amirul Mukminin seperti hati dengan anggota badan. Anggota badan akan
baik jika hatinya baik dan anggota badan akan rusak jika hatinya rusak.
Pemimpin yang adil wahai Amirul Mukminin adalah orang yang berdiri di antara
Allah dan hambanya, mendengar firman Allah dan memperdengarkannya, mengenal
Allah dan memperkenalkannya, dipimpin Allah dan memimpin mereka. Jangan sampai
engkau wahai Amirul Mukminin seperti hamba yang diberi amanah Allah ibarat
budak yang diberi amanah oleh majikannya tentang harta dan keluarga , kemudian
menyia-nyiakan harta dan menghancurkan keluarga, membuat miskin anggota
keluarga dan membuang harta benda.
Ketahuilah
wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah menurunkan hudud (hukuman) agar
menyadarkan orang dari perbuatan kotor dan keji, bagaimana jika hal itu
dilakukan orang yang mesti menegakkannya? Dan Allah menurunkan qishash sebagai
jaminan kehidupan bagi hambanya, bagaimana jika yang memimpin melakukan
pembunuhan yang mestinya menegakkan qishash kepada mereka? Ingatlah wahai
Amirul Mukminin akan kematian dan sesudahnya, sedikitnya temanmu dan pembelamu
di sana. Maka hendaknya engkau mempersiapkan bekal untuk kematian dan kehidupan
sesudahnya yaitu di hari yang besar”
sangat luar biasa
BalasHapus